12. Sebuah Keputusan

2.6K 112 0
                                    

Happy reading...
    Pagi yang indah,namun tak seindah dipagi-pagi sebelumnya. Kini matahari sudah masuk melalui cela-cela jendela kamar yang masih belum terbuka, padahal penghuni kamar sudah bangun sejak tadi.

Reina hanya memandang pantulan wajahnya dicermin besar yang ada didalam kamarnya. Sejak tadi subuh ia sudah berdiri didepan cermin, entah apa yang ia lihat sampai ia tak ingin beranjak dari cermin itu.

"Semakin hari aku semakin seperti monster, aku seperti sudah tak punya semangat untuk keluar, padahal aku merindukan dia" gumam Reina

Satu bulir air mata pun jatuh membasahi pipinya yang mulus, ia kembali menanggis saat melihat pantulan wajahnya dicermin.

Sudah 3hari sejak kejadian ia pingsan Reina memilih untuk tidak kesekolah dulu, jangankan untuk pergi kesekolah untuk keluar kamar saja ia enggan .

Setiap bangun tidur yang Reina lakukan hanyalah memandang dirinya dipantulan cermin. Memastikan kondisi tubuhnya yang semakin hari semakin buruk saja.

Dirga selalu datang menjenguk Reina ,namun Reina selalu menolak untuk bertemu dengan Dirga. Ia hanya tak ingin Dirga melihat wajahnya yang pucat dan badannya yang semakin kurus.

Meski begitu Dirga tak pernah menyerah ia selalu menunggu Reina didepan pintu kamar. Namun Reina tetap tak ingin bertemu dengannya .

Sampai detik ini orangtua Reina masih membujuk Reina untuk melakukan pengobatan diluar negeri,namun lagi-lagi Reina menolak itu dengan alasan ia tak ingin meninggalkan Dirga .

Tok...tok...
suara ketukan pintu membuat Reina tersentak dan kembali ketempat tidur untuk berpura-pura tidur.
"Non" ucap seorang dibalik pintu kayu itu .

Reina yang awalnya akan menutup wajahnya dengan selimut,bangkit kembali dan berjalan menuju pintu kamarnya.

Ceklek....
Bi yem tersenyum melihat Reina yang juga tersenyum kearahnya .

Reina mempersilahkan pembantunya itu masuk dan kembali menutup pintu kamarnya.

Yah Reina hanya ingin berbicara dengan pembantunya itu karena menurutnya hanya bi yem yang mengerti dirinya.

Bi yem mengelus rambut Reina yang sedikit rontok "non gimana keadaanya udah gak lemeskan?" ucap bi yem dengan nada bicara yang lembut.

Reina menyandarkan kepalanya dibahu bi yem " seperti biasa bi" ucapnya sambil menutup matanya untuk mengurangi rasa sakit yang akhir-akhir ini menyerang kepalanya.

"Non gelius,mending non kedokter irwan aja, buat kontrol kali aja ada jalan keluar dari semua masalahnya enon" Ucap bi yem

"Tapi nanti dokter irwan bakalan nyuruh aku buat kesingapur bi" ucap Reina dengan nada suara yang bergetar.

"Tapi non menurut bibi ya mending non ikutin sarannya nyonya sama tuan kalau non harus berobat diluar negeri. Coba non bayangin kalau misalkan nauzubillah yah non penyakit non makin parah pasti nyonya sama tuan bakalan makin pusing dan merasa bersalah kembali seperti dulu saat den Rafa meninggal "ucap  Bi yem mencoba memberikan pengertian pada Reina.

Reina menegakkan kembali tubuhnya dan seperti memikirkan sesuatu.

"Yaudah non bibi keluar dulu yah, itu makanan sama obatnya jangan lupa dimakan non dan diminum" ucap bi yem sebelum ia meninggalkan Reina yang masih mematung.

aku harus ketemu sama dokter irwan batin Reina .

Reina bergegas masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket.

setelah mandi ia langsung memakai baju berwarna biru dan juga jeans tak lupa sepatu snikers.

Setelah semaunya siap Reina berjalan kebawah dengan hati-hati ,ia tak ingin orangtuanya tahu bahwa ia akan pergi menemui dokter irwan.

Reina berhasil keluar dari rumahnya tanpa ada yang tahu, ia langsung berlari untuk mencari taxi atau angkot yang bisa mengatarnya kerumah sakit.

Setelah menunggu cukup lama akhirnya ada juga taxi yang mengantaranya kerumah sakit dan disinilah Reina sekarang didepan ruangan yang di atas nya bertulis "ruangan dokter saraf".

Reina menarik nafasnya panjang sebelum ia mengetuk pintu itu.

Tok...tok....
"Masuk"ucap seseorang didalam ruangan itu.

Reina melangkah dengan pelan.

"rein" ucap dokter irwan

"siang dok" ucap Reina saat ia sudah berada didepan dokter irwan.

"Silahkan duduk" ucap dokter irwan sebelum ia duduk kembali kekursinya.

"Makasih"

"Ada yang bisa saya bantu Rein" ucap dokter irwan seolah mengerti apa tujuan reina datang kesini

"Saya...hm...saya" ucap Reina terbata-bata.

Dokter irwan bangkit dari kursinya dan duduk disamping Reina yang sudah gemetar.

"saya sudah tau  maksud kedatangan kamu" ucap dokter irwan.

Dokter irwan menyentuh pundak Reina yang bergetar hebat
"Kamu tidak perlu takut Rein. Saya tidak akan memaksa kamu selama kamu masih tidak ingin" ucap dokter irwan .

"Saya takut dok" ucap Reina akhirnya berbicara dengan nada yang sudah sedikit normal.

"Apa yang kamu takutkan?" tanya dokter irwan dengan masih menatap Reina .

"Saya...saya takut jika saya pergi Dirga akan semakin curiga dok" tutur Reina sambil menundukkan kepalanya.

"Reina lihat saya" ucap dokter irwan membuat Reina dengan ragu-ragu mengangkat kepalanya dan menatap dokter irwan.

"Kalau alasan kamu karena kamu takut meninggalkan Dirga, bagaimana jika kamu harus ninggalin dia untuk selamanya Reina ,coba kamu lihat kondisi kamu yang makin hari semakin parah ini" ucap dokter irwan.

Reina meneteskan air matanya
"Aku paham dok. Maka dari itu aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengan orang-orang yang aku sayang" ucap Reina dengan suara bergetar .

"Reina dokter paham betul apa yang kamu rasakan saat ini karena dokter sudah sering mendapatkan pasien seperti kamu ,tapi kamu adalah satu-satunya pasien yang bertahan sampai detik ini"

"Aku...aku gak tau lagi harus berbuat apa dok"

"Kamu harus sembuh karena saya yakin bahwa kamu kuat Rein " ucap dokter irwan memberikan semangat kepada Reina .

"Baik dok,jika memang kesingapur adalah jalan satu-satunya saya siap dok saya sudah mengambil keputusan bahwa saya mau mengikuti anjuran dokter"

Dokter irwan tersenyum kepada Reina "akhirnya. Saya sangat senang mendengar keputusan kamu Rein" ucap dokter irwan sambil memeluk Reina .

"Iya dok" Reina membalas pelukan dokter irwan.

"Disana kamu akan ditemani istri dan juga anak saya bagas" ucap dokter irwan setelah mereka melepaskan pelukan.

"Iya dok makasih" ucap Reina sebelum ia berdiri.

"Saya pamit dok" ucap Reina .

"Iya kamu hati-hati yah" ucap dokter irwan sebelum Reina keluar dan menutup pintu.

mungkin ini adalah jalan yang baik untuk aku dan juga dirga, aku berharap masih bisa melihat senyumnya saat aku kembali nanti.
Batin Reina sebelum ia pergi dari rumah sakit itu.

RD (ReinaDirga)      [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang