"Jadi sebenarnya kenapa kamu mengikuti ku?" suara Ele mengintrupsi begitu pintu lift tertutup. Austin meliriknya sekilas kemudian kembali membuang muka
Semenjak kejadian di Perpustakaan, bola yang mengenai kepalanya, Ele beransumsi jika ada sesuatu dari Austin.
Apa dia dendam?
"Kenapa hanya diam?"
Austin mendengus napas kesal.
"Apartement nomor 325. Aku tinggal disana."
Ele cengo. Ia berjalan dan berdiri tepat di depan Austin. Menatap remeh laki-laki itu.
"Apa yang kamu pikirkan? Aku mau mengantar bekal ini ke Bibiku dan kita bertemu disini, ini takdir atau memang disengaja." Ucap Ele sambil menunjukkan kotak tas bekal di tangannya. Austin lelah, ia tidak perduli dengan ocehan Ele.
Austin menekan lantai 6 tapi tangannya langsung di tepis oleh Ele. Austin kesal dan langsung menoleh.
"Lady's first.." desis Ele sambil menyunggingkan senyumannya. Austin mengatup rahangnya berusaha merendam emosi. Ia harus sabar kepada gadis satu ini, padahal seumur-umur ia belum pernah diperlakukan seperti ini.
"Kalau kamu tinggal di sini seharusnya kita sudah lama bertemu dong. Aku sering mengantar bekal ke Bibiku."
"Aku baru pindah."
Ele mengangguk singkat kemudian berdiam diri menatap pantulan dirinya yang buram di permukaan silver dinding lift. Bukan hanya dirinya, ia juga menatap pantulan Austin.
TING
Mereka telah sampai ke lantai tujuan Ele. Perlahan pintu lift terbuka, Ele menatap Austin yang yang sibuk memainkan handphonenya. Ele mendengus kemudian melangkah pelan sebelum kembali berbalik di bibir lift.
"Jangan ikuti aku ya.."
Austin mengangkat sebelah alisnya kemudian memasukkan tangan ke sisi saku jaketnya dan tersenyum tipis sebelum pintu lift memakan tubuh Austin.
BRUK
Seseorang baru saja menabrak Ele yang membuatnya tersandung ke depan. Seorang perempuan, ia langsung menahan pintu lift yang nyaris saja tertutup. Ia tampak terburu-buru masuk ke dalam walaupun ia tahu ia sudah menabrak Ele.
"Hei..."
Ele bengong. Ia ingin berteriak memanggil gadis itu tapi ia sepertinya sangat buru-buru terbukti dari caranya menekan tombol di dalam lift dengan tangan gemetarnya. Austin yang berada satu lift sama bingungnya dengan Ele tapi hanya saja ia memilih diam.
Ele mendengus sebelum ia bangkit dan membersihkan diri dari debu. Ingin sekali ia mengatai perempuan tadi tapi sudahlah. Ele masih mengingat pakaian yang dipakai perempuan tadi, itu adalah seragam yang sama dengannya dan Austin yang berarti mereka satu sekolah. Lagi-lagi ia merasa sial hari ini, seharusnya ia langsung tiduran begitu sampai di rumah jadi tidak menerima perintah dari Ibu seperti ini.
Ele melangkah pelan sambil menatap jejeran pintu di sisi beton koridor tersebut sampai tiba-tiba mata Ele melebar sempurna saat melihat sebuah pemandangan yang tidak ia inginkan. Tas bekal yang ia pegang jatuh begitu saja di lantai. Kedua tangannya menutup mulutnya dan ia nyaris saja berteriak saat melihat linangan darah di lantai dan nyaris menyentuh ujung sepatunya saat ia mengalir.
Seolah cukup sadar dengan rasa keterkejutannya Ele langsung berlari menuju korban yang sedang terbaring disana. Ele berjongkok dan melihat kondisi korban. Ia adalah seorang laki-laki.
"Hei, bangun! Kamu bisa dengar aku?"
Ele mengguncang pelan tubuh laki-laki itu namun tidak menimbulkan reaksi. Mata Ele menangkap sebuah pisau tertancap di dada laki-laki tersebut dan Ele baru menyadari jika baju yang ia pakainya sama dengan laki-laki itu. apalagi ini? Mereka satu sekolah juga? Bagaimana siswa ini bisa ada disana.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIME BLITZ
Dla nastolatków[TAMAT] Bella baru saja menjadi salah satu siswa di sekolah ternama di Jakarta. SMA Bakti Jaya yang banyak mendapat sorotan karena banyaknya prestasi. Namun di hari pertamanya pun, ia sudah mendapatkan masalah dan terlibat dengan Blitz. Salah satu...