REVISI✔
030918____
Aku membuka bekalku, menoleh kearah Anya sudah kalut kelaparan cepat-cepat membuka bekalnya, memakannya dengan lahap.
"Maap ... gue gak sopan, gue kelaparan, Dyr." tukas Anya meringis tanpa ditanya.
Aku hanya bisa tersenyum tipis melihat tingkah sahabatku ini. "Iya, makan pelan-pelan, Nya."
Karena bel sudah berbunyi pertanda istirahat. Kami yang sudah terbiasa membawa bekal bertahan di kelas.
Di awal kenikmatan memakan bekal. Brandon, yang kadang rusuh menjadi pejuang atas perasaanya seperti biasa membalik kursi duduk di depan Anya, menggodanya dengan ikut-ikutan makan.
Tanda kutip mereka sedang proses pendekatan!
Ya, aku mendapat peran sebagai figuran lagi sekarang, dalam diri ini mencoba bersabar menjadi sekeping kacang garing terabaikan.
Di sapa saja tidak!
Atur nafas, berkonsentrasi makan. Berharap waktu berjalan cepat. Bel akhir istirahat berbunyi adalah ritualku di saat genting seperti ini.
Iri? TIDAK. Aku hanya tidak bernafsu makan sambil menonton life drama. Aku sebagai sahabat, senang Anya dekat dengan Brandon tapi tidak di dekatku juga! Aku sedikit sensitif masalah percintaan.
Mengingat aku tak punya kisah indah dalam percintaan di masa remaja ini. Oh tidak jangan di ingat.
Dengan mendengus kasar berusaha menyadarkan mereka akan keberadaanku.
Sampai di saat tiba-tiba."Gam, ngapain lo gak cabut ke kantin?" tanya Brandon melongok belakang.
Gamal fokus bermain game di handphone-nya. "Males."
"Oh, eh gabung aja sini woy! makan gratis bareng, Dyra gak keberatan lo makan bekalnya. Katanya di rumah kemarin nyokapnya ada arisan, banyak makanan nih yang dibawa," tawar Brandon sambil melirikku.
Apa Brandon keracunan boraks satu karung!? Sudah ngarang di bawah rata-rata dengan tampang begonya nunjuk tanpa dosa. Untung tidak ada yang mendengarkannya selain Gamal.
Mungkin, karena semua sama sekali tidak menoleh tergiur akan tawaran Brandon tertuju ke Gamal.
Tapi benar, untung juga Gamal yang di tawari. Yeah, Ini akan menambah angka perhitungan kami terlibat pembicaraan.
Ah, Kenapa aku jadi sangat perhitungan dengan ini?!Bahkan tanpa menjawab ataupun mengkonfirmasi tentang bekalku dulu. Gamal mendekat menarik kursi duduk di depanku.
Dengan rasa canggung tertanam seluruh diri ini, aku berikan bekalku yang beruntung masih banyak. Ia memakanya berbicara beberapa kali dengan Anya dan Brandon. Aku? Hanya pendengar baik mereka.
Sampai rasa penasaran muncul dari Anya. "Rumah lo, ada arisan beneran?"
Aku meringis bingung menilik Brandon. "I...ya."
Brandon berseri melihatku seperti menahan tawa sampai inginku tampol ditempat. Tapi aku juga berterima kasih telah menarik Gamal kesini. Apa? Bukankah aku sudah mengakuinya punya rasa kecil untuknya. Ini terasa seperti Serendipity, kata yang tercantum saat aku mencari istilah yang tidak memiliki arti spesifik di perputakaan pada bulan ke-empat. Serendipity yang berarti kebetulan yang menyenangkan.
Bahkan Gamal pun menatapku polos, menikmati bekalku sama sekali tidak peka akan gejolak figuran yang kami sandang antara Brandon dan Anya beberapa kali saling menggoda dan tanpa sebab ia menyengir tertawa mengikuti topik membicaraan mereka.
Melihatnya dari dekat seperti ini adalah suatu hal yang menyejukan.
Yang, ehem menurutku manis nan menggemaskan.
Tak terasa bel masuk berbunyi, sebagai tanda meminta perkumpulan kami bubar.
Ia bangkit, "Thanks Ra, udah di contekin tadi, makan gratis pula," ucap Gamal berubah menyengir.
Sadarkah. Hanya ia, satu orang yang memanggilku sebutan 'Ra', dari pada 'Dyr'.
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity✓
Short Story[SELESAI] Kebetulan yang menyenangkan. Saat pemeran pendamping selalu di sisi peran utama. Sudah hukum alam bila pendamping juga punya sisi cerita. Gamaliel Marisco yang tak terlihat dan Dyra Gabriella yang memperhatikannya. (sisi pendek cerita) st...