5. Perhatian

172 25 3
                                    

REVISI✔
030819

____

Hujan kemarin masih menurun hingga pagi ini menjadi turunan gerimis. Membuat semua orang yang berkegiatan di luar extra melindungi diri di bawah gerimis.

Begitupun diriku yang harus berlindung di bawah payung, meskipun memang rintikan kecil air itu tidak berdampak besar membasahi diri tapi akan sangat penting berlindung untuk memulai hari.

Kini aku berjalan di sisi kiri jalan Komplek, lebih mengeratkan dua buku paket di lengan kananku agar tidak terjatuh.

Hanya bisa mendengus berharap gerimis segera berakhir agar aku tidak perlu kerepotan membawa payung.

Saat tinggal beberapa langkah dekat dari sekolah. Semua terburu masuk ke dalam begitupun diriku, yang mempercepat langkahku.

Sampai di saat seseorang menaiki sepeda gunung hitam melewati sisi samping secara perlahan, menatap ke depan, hanya berbekal tudung hodie menghindari gerimis. Sekilas terlihat earphone bertengker di kedua sisi telinganya dan ransel hitam merekat di belakangnya.

Tatapan identik tenang saat diam, manis saat ia tersenyum merekah menjadi cengiran yang konyol. Ia menarik, tapi selalu membaurkan dirinya dengan baik.

Baruku sadari. Kulitnya memutih di saat suhu mendingin dan ia terjaga. Gamal, semakinku memperhatikanmu, semakinku ingin mengerti tentangmu.

Apa ini yang dinamakan rasa suka?

Aku sadar, aku sudah tertarik terlalu jauh.

Ia tidak menyadari keberadaanku tetap mengayuh sepedanya masuk. Mungkin, kalaupun iya. Aku ragu ia akan menyapaku. Benar, bisa saja aku menyapa dulu. Tapi terlalu naif bila aku rela merubah sikap tidak banyak bicaraku hanya untuk itu.

Ya, Gamal hanya sekedar hanya.

Tapi mungkin, sekedar hanya yang mungkin akan berubah terlepas oleh waktu.

Tanpa sadar aku tersenyum tipis dan melangkah masuk menuju kelas.

Menutup payung, ke arah loker terlebih dahulu meletakan buku paket di loker dulu. Melewati semua yang menjalani kegiatan mereka masing-masing. Beberapa dari mereka juga bertegur sapa denganku.

Saat mendekati lorong kelas. Langkahku memelan. Mengeratkan hodie tipis pink soft-ku yang sudah merebas suhu dingin di sekitar.

Sampai di saat ada yang menepuk bahuku pelan, membuatku menoleh cepat.

"Ra?" sapanya, ia Gamal. Yang masih lengkap dengan hodie hitamnya, kini tudung hodie hitam itu menutupi kepalanya dan tali di-kedua sisi tudung diikat erat, menyembunyikan bentuk koma rambutnya. Ini terlihat sangat lucu sekaligus manis.

Aku yang masih tidak menyangka ia menyapaku. Sangkaan burukku tentang sapaan Gamal lenyap sudah. Aku membalasnya dengan senyuman.

Ia ikut tersenyum.

Dan kami berjalan beriringan menuju kelas. Tidak perlu ada kata izin dalam langkah kami beriringan.

Langkah ke satu.

Kedua.

Ketiga.

Dalam hitungan detik.

Namun dalam diri ini. Waktu serasa memelan.

Beberapa kali aku mencuri pandang, ia dengan santai berjalan menatap depan. Meletakan kedua tangan di saku celana putih abu-abunya.

"Lo kemarin ngapain sore belum pulang?" tanya Gamal santai.

Sudah aku duga benar senyuman kemarin itu untukku. Ini topik personal, Pertama kali nya ia menanyai tentang diriku.

Oke. Cukup rasa di dalam diri ini berlebihan.

Aku mencoba mengatur raut wajahku menjauhkan dari rasa canggung dan mencegah pipiku untuk bersemu merah. "E, kemarin gue pulang mampir ke perpus, pinjem buku dulu."

"Hm." Ia hanya menanggapi mengaguk mengerti.

Lalu tidak ada balas darinya. Langkah kami tinggal tiga langkah masuk kelas.

"Jangan pulang terlalu sore lagi, Ra. Sekolah udah sepi dan jalan ke Komplek pasti sepi, itu bahaya." sahut Gamal, sontak aku reflek menatapnya.

Apa yang di katakan Gamal tadi?

Iya membalas tatapanku, dengan cengiran khasnya. Mata hitam yang sayu menyambutku.

Apa ini mimpi? Rasa nya ini konyol!
Seorang Gamaliel Marisco, memberikan perhatian padaku.

Tanpa memerlukan waktu banyak bila ini bukan mimpi, Brandon yang main kejar-kejaran ala film India bersama Anya menyalip kami dengan lari cepat dan mengomel masuk kelas. Brandon tidak kalah teriak-teriak meminta Anya berhenti lalu menabrakku seperti menabrak angin. Aku pun terpental jatuh tersungkur ke depan.

Dengan emosi tertahan aku melihat mereka, meniup poniku yang sama pendeknya dengan rambutku. Segera bangkit saat Gamal membungkuk ingin menolong.

Ini terasa memalukan!

____

(040518)-publish

Serendipity✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang