17. Obrolan

84 17 0
                                    

Ini Gamal. Oke, happy reading jangan lupa vote dan comment :)

 Oke, happy reading jangan lupa vote dan comment :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

REVISI✔
050918

____

"Kalo lo punya kembaran di luar dugaan lo apa yang lo lakuin?" tanya Gamal menunduk memandangku dengan tatapan serius, lama menunggu jawabanku tanpa berkedip. Bahkan ia mengabaikan es krim di gengaman tangannya.

Kulirik es krim mulai meleleh itu, berfikir. Lalu fokus, "Tergantung kasusnya seperti apa," balas menghangat.

Gamal mengangkat alisnya.

"Jauh lebih baik atau jauh lebih buruk dari lo?" Karena aku belum tahu jelas tentang Gamal maupun Gael, tak mau salah langkah memberi jawaban, aku ingin mengambil dua sudut cerita mereka.

Dalam detik kemudian baruku sadari apa perkataanku terdengar mengentengkan pertanyaanya, aku harap Gamal tidak tersinggung.

"Orangtua meninggal karena kecelakaan pesawat AirAsia QZ850, tidak ditemukan. Hanya bersisa ingatan titipkan Paman, Bibi dan Nenek, tidak banyak ingatan karena masih kecil ... berumur 2 tahun." Secara langsung ia menceritakan semua. Aku berusaha cepat mencernanya memusat ke arah gerak matanya.

"Dan ... setahu lo, lo mutlak anak tunggal tertulis di akte kelahiran," tutup Gamal memperjelas bila ia benar menyikapi semuanya seperti ini. Ia menunggu jawabanku.

Aku masih merenungkan semuanya, rumit sulit kumengerti. Paham akan raut wajahku yang berfikir keras.

Gamal menyengir pelan, sangat terlihat perubahan wajahnya karena jarak kami terlalu dekat, duduk di depan Supermaket  setelah pulang dari pemakaman, numpang cuci kaki dan tangan. Lalu, Gamal mentraktirku es krim.

"Lupakan, jangan terlalu di fikirkan." Ia memalingkan diri menyadari es krim mocca-nya meleleh mengenai hoddie hitamnya, ia menyekanya.

Melegakan, sudah lama aku tidak melihat cengirannya. Terasa menyejukan melihat cengiran di akhiri lintas senyuman itu. Gamal yang ceria tanpa kemuraman ada sekarang, terasa melegakan.

Andai aku berani memintanya menyengir lagi. Lamunanku terus terbalas oleh tatapannya. "Sorry, gue ngajak lo sampai ke sini dalam keadaan masih pake seragam sekolah."

"Gak papa, gak masalah." Aku tunjukan senyuman pelanku. Malah rasanya senang sekaligus bersyukur. Senang sebab Gamal membawaku dan bersyukur sebab aku bisa mendengar keluh-kesah masalahnya. Lagipula di Rumah sepi, Ibu dan Ayah masih kerja pasti pulang larut. 

Ia mempercayaiku, untuk mendengarkan suara di balik sikap baik-baiknya saja saat ini.

Tidak ada suara lagi, terkadang cukup sulit untuk mendapat topik pembicaraan dengan Gamal ,semua bersumber dari awalan Gamal lah yang melancarkan aku berbicara.

Gamal masih menatap lurus.

Es krim kami pun telah habis.

Hari pun sudah sore.

Mega sore berwana jingga menampaki menerawang di beberapa titik menerpa jalan, angin sore menerpa kami menyentuh memeluk kami sampai merasakan hawa dingin.

"Andai gue bisa memutar waktu ... gue pengen tahu tentang apa yang harus gue tahu, Ra." ia berucap mencoba mengerti, "Memang gue egois tentang keadaan ini. Tapi kenapa di saat gue berusaha buktiin semua ... semua seperti lebih minta gue jalanin yang telah ada."

Kutatap Gamal menelusuri setiap inchi wajahya secara intens, ini adalah masa sulit baginya.

"Semua pasti ada jawabannya, Gam. Mungkin dengan menunggu waktu itu datang adalah pilihan. Semua pasti akan berakhir baik-baik saja ... Lo pasti bisa Gamal," balasku sampai ia menengok memandangku, memahami maksudku lalu  mengaguk pelan, menarik sudut bibirnya ... tersenyum hangat.

____
(220518)-publish

Serendipity✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang