REVISI✔
060918____
Detik demi detik berlalu.
Bermain di wahana ini, waktu terasa melambat. Bermain di Dance Revolutions menjadi agenda terakhir.
Di luar nalarku ternyata Gamal lumayan juga dalam menari, meskipun lebih lihai kakinya dari pada gerak tubuhnya. Beda denganku yang tetap payah, penampilan semakin berantakan, nafas tidak teratur dan tarianku semakin tidak jelas.
Gael yang sudah bilang tidak tertarik bermain ini tanpa ditanya, berdiri di belakangku. Bersikukuh erat pegangan besi, serius mengamati kami.
"Gue nyerah!" pasrahku, kakiku lunglai
memijakkan ke bawah yang masih ada tombol warna-warni. Keringat memenuhi dahiku serasa baru lari lapangan luas lima kali. Tidak tidak tidak sampai separuh itu juga kok."Oke. Gue juga capek." sahutku.
"Main game apa lagi sekarang?" tanyaku.
Gamal mengintarkan pandangannya. "Gue rasa semua permainan sudah semua."
"Betul--," Gael menyahut seadanya.
Kuamati semuanya, seakan tidak mau ini berakhir. "Ah, ada yang belum."
Gael menerawangku, malas mungkin ingin pulang. "Apa?"
Aku buang rasa malu setengah matiku. Kutarik tangan mereka yang beruntung, sama sekali tak ada yang protes.
Teruntuk Gamal, menyentuh tangannya hangat di genggam rasanya seperti tersambar, membuatku ingin lonjak girang sekarang.
"Tadaa! photo books!" Mengacir masuk memastikan tidak ada orang, dengan berseri-seri aku menyisir rambutku membenarkan penampilan sekilas senang. "Kita harus mengabadikan momen bersama ini."
"Haruskah?" tanya Gael kaku.
Aku mengaguk mantap. Gamal menamatkan photo books itu. "Oke, kita saatnya lupakan batasan yang ada hari ini." Ia masuk begitu saja.
Kusungging senyum bahagiaku. Gael tersenyum ragu, nafasnya berat, sorot matanya yang kosong, membasahi bibirnya. Kali kedua ia menarik tanganku tanpa izin.
Semangatku memuncak duduk diantara mereka. Gercap mengambil properti foto aku berikan keduanya.
Bando dengan dua tanduk merah aku berikan Gamal, menerimanya dan memakainya.
Gael dengan bando malaikat yang membuat Gamal melirik. "Ini terlalu cewek gue ogah makek." ia berubah pikiran, menarik kacamata besar warna-warni disco dari tanganku lalu menyengir semanis mungkin berharap aku memberikannya.
Aku paham, terkadang Gamal tidak mau terlihat jadi pihak yang jahat disini. Kupakai bando bertanduk itu. Papan tulisan Happiness di tangan Gael, lalu Gue keren ada di tangan Gamal dengan wajah swag ia bergaya, sampai aku tidak dapat menahan tawa dan love ada di tanganku.
Kami bergaya sebebas mungkin. Gamal paling banyak gaya bahkan tanpa sungkan merangkulku membuat jantungku meloncat. Aku gaya menengahi, dan Gael dengan gaya seadanya, membuatku gemas.
"Ini keren. Apa kita harus foto lagi?" Aku amati hasil cetakan foto ini. Gamal dan Gael mengamati foto di tangan mereka.
Banyak foto dengan berbagai tingkah sampai kami memiliki satu cetakan masing-masing."Minggu depan bagaimana?"
"Apanya?"
"Kita jalan lagi," balas Gamal tegas, "Kita ... bertiga." Ia menyengir puas.
"Oke." balasku sembari melirik Gael mendongak ke langit dimana mega ungu menerang. Hari sudah mulai petang.
Kami sudah berada di sisi jalan gerbang Kompleks, berjalan berjajar. "Bentar gue mau beli sesuatu." Gamal menjauh dari kami ke Supermarket.
Aku dan Gael tidak perlu sepakat lewat kata menunggu pinggir tikungan jalan. Supermarket tidak terlihat dari tempat berdiri kami.
Kualihkan pandanganku ke Gael. Menatapi foto kami tadi, ia berguman lirih, "Menyenangkan juga." ia menghebuskan nafas seolah lega memasukan lembaran foto ini di sakunya.
Tidak ada pembicaraan di antara kami. Kami sibuk bermain dengan anggan, akan kesenangan hari ini.
Sampai satu suara membangunkan kami.
"Brengsek!!"
"Gimana kalo kita bunuh aja, bajingan ini!" teriakan di balik tikungan. Langkah kaki menderap muncul dari sana. Aku dan Gael lantas memusat ke sana.
Lemparan es krim mengenai wajah dan baju Gael. Bertubi tiga kali, sangat kaget segera aku bidik siapa yang melempar.
Bersamaan tiba-tiba Gamal terlempar ... terkapar jatuh sampai lurus di depan meringkuk dan menunduk. Berusaha bangkit menunjukan keadaannya jelas.
Terpaku tidak mengerti yang terjadi aku lemparkan pandangan ke depan Gamal, benda tajam di seluruh tangan mereka.
Tiba-tiba darahku berdesir, nafasku tercekat ingin rasanya aku pukul cepat dadaku untuk bernafas ... relungku sakit melihat semuanya. Sekaligus bertanya-tanya linglung dengan apa yang terjadi.
Gamal tersenggal memuntahkan darah bahkan dahinya sudah di penuhi darah, mendesis remeh ke mereka, lalu menoleh sedikit membalas tatapanku yang mulai berkaca terpaku ... sedetik kemudian aku ingin segera berlari kepadanya.
Gael tak perlu waktu lama melintas di depanku berlari kencang menerjang gerombolan itu begitu saja. "BRENGSEK!" teriaknya terngiang di kepalaku pada mereka. Menyisakan bekas es krim menodai jalan.
Serasa peristiwa ini tidak seharusnya terjadi, tiba-tiba relungku di penuhi rasa perih sampai aku dapat mendengar detak jantungku, semakin lama tubuh ini berat untuk bertumpu tegak, bergetar rasanya berat, sampai akhirnya aku terduduk jatuh.
Rasanya tidak bisa aku lari ke sana, aku tak bisa, genangan air mata yang sudah melupuk di mataku ini, aku benci tak bisa bergerak, tetesan air mata ini turun begitu saja ... aku berteriak terisak menangis.
"Gamal," panggil ku tak menghasilkan suara. rasanya sulit berkata. Ini menyesakan.
Gamal mampu bangkit tertatih ke arahku tak mau melihat arah belakang akan peperangan Gael, ia menutupinya dariku.
Darahnya terus mengalir dari dahi sampai area matanya. Aku yakin itu menyulitkan pandangannya. Aku semakin jelas melihatnya, tubuhku bergetar keringat dingin yang aku benci muncul.
"Lari, cari bantuan." intruksinya lirih, begitu dekat. Tapi ... pandangannya solah tak mengenaliku.
____
(100818)-publishFeelnya memang benar-benar anjlok di pembukaan yang happy berubah ke gini. Bakal ada banyak kejutan di part selanjutnya. Bagiku, e emang gak mudah bagaimana cara menulis agar pembaca bener-bener bisa terbawa perasaan. See, aku masih belajar.
Maafkan aku Gamal aku melukaimu. Inget yeh bakal ada banyak kejutan. Kalian harus penasaran. See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity✓
Short Story[SELESAI] Kebetulan yang menyenangkan. Saat pemeran pendamping selalu di sisi peran utama. Sudah hukum alam bila pendamping juga punya sisi cerita. Gamaliel Marisco yang tak terlihat dan Dyra Gabriella yang memperhatikannya. (sisi pendek cerita) st...