22. Berhasilkah?

59 13 0
                                    

REVISI✔060918

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

REVISI✔
060918

_____


Tentu berhasil, semua akan di mulai hari ini.

Pulang sekolah teruntuk hari ini begitu kentara ada yang berbeda dariku. Biasanya aku pulang sendirian. Kini ada dua bodyguard menyamai langkahku.

Gamal dan Gael bersamaku, menggapit menjakah beriringan. Mendapat dua sahabat baru dadakan, meskipun hanya akan berjalan satu bulan ke depan. Akan aku perjuangkan persahabatan ini sampai lebih dari itu, tentu secara diam-diam terlebih dulu.

Satu sahabat yang aku sukai dan satu sahabat calon adik iparku. Senangnya, ini adalah idamanku selama ini. Apa? Adik ipar tampan, ee boleh juga.

Baik, aku tidak boleh terlalu jauh merubah sikap. Gamal pasrah menjalani dare dariku menuntun sepedanya, mulai besuk tidak naik sepeda lagi dan menutup diri tidak tersenyum atau menyengir karena adiknya bersama kami. Sedangkan adiknya itu pun masih belum begitu kutahui akan responnya.

Gael semakin datar semenjak kelompok biologi itu. Aku harap sikap semua ini segera berubah.

"Gimana kalo nanti pulang, Jooging sore?" usulku permulaan.

Gamal mengangkat alisnya, terheran. Mungkin ia berfikir hal aneh tentangku.

"Oke, asal jangan sama SI ASING."

Tanggapan Gamal terdengar menyakitkan tentu kami semua tahu siapa yang di maksud, baik. Ini tidak boleh berlanjut, respon Gael tidak bergeming seolah tidak peduli.

"Ingat! Kita ini semua sahabat ... jadi, gue harap kalian jadi sahabat baik," ucapku semanis mungkin. Jujur, aku jijik sendiri mendengar suara dan gayaku, ini seperti drama korea yang seringku tonton dengan Ibu setiap malam di sbs indo.

Tapi jangan salah ini berhasil, akhirnya Gamal setuju separuh hati. Menunggu jawaban Gael mengaguk singkat, kemudian melenggang duluan.

"Hei!! Kita ini sahabat!!" teriakku terbelalak tatkala Gael berjalan cepat.

Kuhentakan-hentakan kakiku, "Harusnya kita berjalan bersama!"

Gamal menyaksikan tingkahku mengamati dalam. Aku berdecak kesal, mungkin ini akan sulit.

"Kenapa lo lakuin ini semua?" Gamal heran, maju, menyipitkan matanya.

Jarak kami yang terlampaui dekat membuatku tidak menyangka kami bisa sedekat ini. Padahal selama ini yang kulakukan hanya memperhatikannya dari jauh. YA! Kenapa aku malah jadi teralihkan!

Aku hembuskan nafas yakin, mencoba mengutarakan kepercayaanku, perlahan. "Karena lo berdua percaya sama gue ... gue gunain kepercayaan kalian buat takdir berjalan, gue harap lo mengerti Mal.."

Kutatap ia lamat menulusuri setiap inchi wajahnya, "Meskipun semua akan berjalan sulit, ayo kita jalan sama-sama. Ayo, kita buktikan semua ini secara perlahan.."

Kuharap ia memahami perkataan yang sulit di cerna ini.

Kuharap ia mengerti perkataan yang sulit di cerna ini.

Kuharap ia ikut menjalani perkataan yang sulit di cerna ini.

Ia mengerutkan dahinya, memandangku balik intens, memastikan. "Apa ini juga bagian dari dare lo?"

Pandanganku melunak, "No, This is for everthing." Berharap mampu mendapat kepercayaannya. Lalu, aku menyengir meniru tentangnya yang aku sukai.

"Oke," putusnya.

Gamal mempercayaiku. Aku harap ini semakin mudah.

Harapanku berjalan lambat, seakan terwujud demi waktu.

Rotasi bumi telah menjadi harga mati untuk tetap berjalan, menunjukan bila waktu juga pasti berjalan.

Berbekal traning santai pink soft melekat padaku. Menunggu di depan rumah sahabatku. Senangnya, memiliki sahabat cowok untuk pertama kalinya.

Tak lama kemudian Gamal keluar rumah memakai traning biru. Menyambutnya aku tersenyum seperti biasanya. "Ayo!"

"Gael?"

"Dia masih ngorok, yaudah yuk!"

"Please mal."

"Oke." ia berteriak ke dalam, "WOY cepetan WOY!"

Dan Gael keluar dengan traning kuning hitam memakai sneakers-nya di depan pintu.

Masing-masing dapat satu kata pujian dariku, satu manis dan satu tampan. Aku tidak mengelaknya lagi untuk salah satunya. Apalah aku menemani mereka, yang sama sekali tidak menarik. Untung mereka mau bersamaku, sangat mengenaskan! Lupakan.

Mereka mendekat ke arahku. "Ayo! ... pelan-pelan sahabatku mari kita jooging ke taman kompleks," ajakku mengiring mereka lari lambat bersemangat.

"Stop Ra, lo mulai makin aneh," protes Gamal. Hebatnya ia akhirnya jujur sebab tak tahan akan sikapku, mungkin? Kini, mengusap rambutku memasang wajah gemasnya.

Aku harap pipiku tidak bersemu merah detik ini! Kutahan nafasku lariku tiba-tiba menjadi jalan di awal, terpana oleh Gamal.

Suasana romantis ini rusak ketika ada suara terdiri satu kata. "Dua."

Dua? Apanya yang dua? Oh, untung aku punya julukan tertanam jenius pada diriku. Dua maksudnya Gael setuju dengan Gamal. Awal yang hebat, "Iya-iya." balasku menyengir. Tentu saja cengiran hasil meniru Gamal lagi.

____

(100717)-publish

Serendipity✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang