26. Asal-usul

58 10 0
                                    

REVISI✔
060918

____

"Gak usah sok tahu, lo pikir gue goblok HA?!"

Semakin hari Gamal semakin terdengar kasar saja dengan Gael. Gael pun tidak mau kalah menghadapi upatan kakaknya dengan pandangan meremehkan di lengkapi senyuman miring merendahkan.

Gamal menatapnya sinis tak terima.

Kapan ini akan segera berakhir! Aku yang duduk di samping Gamal, berbanding lurus Gael hanya bisa berdoa dalam hati agar guru Perpustakaan tidak menegur kami lagi akibat suara ribut Gamal, atau nanti bagian buruknya kami akan di usir.

"Sudah?" tanyaku jengah, nadaku menjelma ceria, "Baik kita lanjutin kelompok belajar ini ... ah, gue punya tantangan! bila di antara kalian ulangan biologi hari ini. Ada yang dapat nilai atas delapan bakal gue traktir es krim!" Memang terdengar kekanak-kanakan. Maaf, aku sudah kehabisan ide.

Gamal tampak datar sembilan puluh lima persen mirip Gael sekarang, "Itu terlihat jelas, Ra. Jangan mempersulit gue," protesnya perlahan.

Astaga, Gael itu jenius melebihiku kenapa aku bisa lupa akan hal ini. Dengan meneguk ludah susah payah menyadari bila ini jelas salah. Bingung tak tahu lagi apa yang aku lakukan.

Gael yang penat menjalani keadaan ini. Bangkit dan pergi tanpa pamit, seperti biasa. Tapi aku tak lagi protes.

"Kenapa tu bocah makin kebiasaan," gumam Gamal, "Punya kembaran gini-gini amat." Merasa tidak terima.

Wiyuw. Wiyuw. Apa tadi Gamal baru mengakui Gael?

Kata perkata mulai di ungkapkannya raut wajahnya pun mulai berubah sendu.

"Gue kasian aja sama si Asing, kata Brandon gue gak boleh jauh keterlaluan, kadang gue harus dengerin dia sekali-kali, walaupun tadi gue emang pengen banget jambak dia tadi. Entahlah kapan gue mau baikin dia.

"Tumbenkan gue khilaf dan ceramah Brandon bermanfaat," celetuk Gamal tertawa garing, ia seperti tau bila berbagai macam pertanyaan muncul di otakku.

"Lo cerita sama Brandon?"

"Brandon cukup ampuh buat di percaya, Ra."

Aku setuju menandainya dengan anggukan. Terkadang segesrek dan sinting apapun Brandon ia cukup membantu.

Raut wajahnya berbeda jauh dari sebelumnya, " Akhir-akhir ini pertempuran gue sama Gael begitu jelas terutama di rumah, Bibi berusaha menengahi kami dengan cara halus. Tentu aja gue luluh, bagi gue kekuatan dari ibu yang hilang berada di bibi gue secara nyata...

"Kemarin Bibi cerita tentang asal-usul Gael lebih ke jalanan tepatnya, gue pikir asal hidupnya karena saat datang ke rumah Gael jauh dari kata waras, kurus dekil, rambut panjang warna-warni kayak anak ayam di jual di jaman SD dulu, koper busuk isinya baju hitam semua, luka ringan robek sana-sini, orang yang cukup mirip gue di dunia ini. Tapi bagi gue bukan saudara apalagi kembaran gue.

"Ternyata dia dari Panti Asuhan." suara Gamal menyesal mengatakan kalimatnya yang terakhir.

"Gue gak tau apa yang di pikirannya, Ra. Sok lurus pas ia ketemu gue, Bibi dan Paman."

Kuperhatikan setiap gerak bibirnya, ekspresinya, setiap kata demi kata Gamal sambil memain-mainkan bulfoin di tangannya. Aku merasa bersyukur membuat mereka kembali dengan tepat.

Tidak ada tanggapan dariku. Gamal membasahi bibirnya bertanya, "Apa rencana selanjutnya dari lo tentang dare ini?"

Ada sebuah ketulusan jelas terpancar di matanya. Dengan mantap aku menjawabnya, "Enggak ada, gue rasa semuanya bakal gue serahin ke elo, mulai sekarang."

Ia mengaguk menyakinkan diri, "Makasih Ra."

____

(280718)-publish

Serendipity✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang