28. Terlaksana

50 12 0
                                    

REVISI✔
060918

____

Weekend, memang waktu tepat untuk menghibur diri dari segala rutinitas padat setiap harinya. Termasuk juga dengan pelajar, tentu memerlukan waktu refresing seperti ini dengan memanfaatkan sebaik mungkin.

Letak Mall tidak jauh dari kompleks karena kami tinggal di perkotaan, tidak perlu repot-repot mengedarai kendaraan, cukup jalan kaki beriringan bertiga seperti biasa.

Seperti biasa aku diapit oleh dua pasang kembaran. Namun sebenarnya aku tahu ada empat. Jadi teringat Giseal, kakak di antara mereka sesuai penjelasan Gael yang tanpa di ketahui Gamal. Pasti menyenangkan bila aku dapat mengenalnya juga.

Bukan layaknya sepasang kembaran yang seringnya memakai baju sama namun berbeda warna atau apalah untuk membedakan. Tapi Gamal dan Gael kuyakini pasti tidak. akan
mau. Bahkan mereka berpenampilan berlawanan sekarang.

Gamal dengan jas dalaman santai berwarna coklat muda celana pans dan Gael dengan kemeja biru muda tipis celana pans terkesan santai pula. Aku yang menengahi mereka lebih berpenampilan fenimim dengan dress biru soft berpadu bunga-bunga.

Sampailah kami di Mall atas ajakan Gamal dan suruhannya ia meminta Gael untukku ajak. Baru aku sadari tinggal beberapa hari lagi dare persahabat ini akan berakhir. Akan kupertahankan semestinya sebisaku. Usaha di bantu Gamal yang luluh semoga berhasil.

"Makan apa main game dulu?" tanyaku menawari keduanya.

"Makan!" jawab Gael seperti tidak menggerakan bibirnya.

"Main game!" jawab Gamal dengan lantang.

Ucapan yang bersamaan, mereka langsung bertukar pandang. Aku yang pasti tidak mau mereka cek-cok di awal. mengenahi, "Makan, ayo makan dulu biar semangat main game." Tidak mau dengar tanggapan mereka, aku melangkah duluan.

Lalu mereka menyamai langkahku saat lamban berjalan, "Untuk hari ini, gue kasih dare buat kalian."

Gamal bersungut, "Apalagi?"

"Untuk hari ini kalian enggak boleh berantem--" kataku terpotong.

Gael dingin menyela, "Kami gak pernah berantem."

Gamal mengangkat alisnya, peduli "Mungkin lebih tepatnya suka berdebat." mereka medeklarasi membela diri bersama.

Bagus, awal yang indah, "Oke, intinya untuk hari ini jangan ada perdepatan. Ini adalah waktu refresing kita bersama, gue gak mau waktu terbuang sia-sia dengan adu mulut kalian. Ayo kita bersenang-senang! Oke, deal?"

Dua kubu di sampingku bertampang serius. Gamal angkat bicara, "Deal."

Gael yang tentu aku tahu dalam lubuknya sangat setuju pastinya, "Deal."

Entah kerasukan apa tanpa izin, aku rangkul bahu keduanya, mereka patuh terpaku dan terheran.

Restoran Jepang ini menjadi tempat
makan kami. Ini adalah pilihanku karena makanan Jepang, makanan favoritku. Gamal ikut menikmati saja dan Gael sebaliknya, ia terus bertanya kepadaku dengan kode wajah apa makanan di depannya layak di makan? Apa kalian yakin? Ini mentah.

Percakapan pun mengalir begitu saja. Gamal yang membahas cerita kelas tentang Brandon dan Anya, tentang polah tingkah teman-teman kami dari hal lucu, konyol, miring, memalukan, menyebalkan kita bahas secara menyeluruh. Ya, meskipun lagi-lagi Gael hanya anteng, berkelut heran makanan Jepang, melirik kesana-sini seperti menyesal ikut ke restoran ini.

Tentu aku tidak mau Gael seperti ini, aku gabungkan pembicaraan kami dengan membahas pelajaran sekolah dan para Guru.

"Pak Arief guru favorit gue. Penjelasannya itu selalu jelas, detail, dan pembawaan santai," ucapku sembari menyumpit sushi, kulahap.

"Bener banget. Meskipun kerjaan gue tidur," Gamal menyengir. "Guru yang cukup patuh gue dengerin ya ... Pak Arief."

Gael menyahut merunduk sedetik setuju. "Saat pertama masuk, beliau sangat mengerti gue. Tegas dan gak muluk-muluk. Pak Arief juga favotit gue juga."

"Beruntung lo masuk lewat jalan Pak Arief kalo sama Bu Endang guru BK, abis lo di tanyain hal yang gak masuk akal dan omongannya itu gak bisa selow." tanggap Gamal menunjuk Gael dengan sumpitnya bibirnya di kercutkan bak mulut bebek.

"Bu Endang, yang mana?"

"Lo gak tau Bu Endang?" Gamal berdecak pelan, "Besuk gue kenalin, mau gue comblangin sekalian? Oke, gue combalingin. Iklas lilahitaalla gue dilewatin lo dulu."

Bu Endang memang masih single, tapi kurasa aneh juga atas tawaran Gamal ke Gael. Gael menggerutu, "Lo kira gue doyan lebih tua? Itu kejauhan."

"Mana gue tahu?!"

"Makanya cari tahu!"

Gamal dengan tengik menarawang, "Emang lo siapa gue nyuruh gue nyari tahu HA?"

Aku yang mengalah menutup rapat bibir ini karena momen beruntung si kembar rukun walaupun bau-bau kekerasan kata bermunculan.

Hening.

Gamal memecah keheningan menyengir santai. "Oiya lo adek gue , its okey gue bakal cari tahu tentang lo." Dengan santai Gamal menyambung. "Untuk permulaan. Apa cita-cita lo?"

Apa telingaku tadi bermimpi. Gamal mengakuinya lagi. Secepat kilat mataku mengedar ke Gael yang membeku, seakan tidak menyangka.

Gael, ia menunduk, lalu menyunggingkan senyum tulusnya tapi seolah ragu berkata. "Cita-cita gue? Mungkin gue pengen bahagia."

____

(020817)-publish

Mungkin beginilah mereka kalo beneran mau pake baju yang sama hiks :")

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin beginilah mereka kalo beneran mau pake baju yang sama hiks :")

Hayo udah bisa bedain mana Gael mana Gamal belum? Wkwk, btw aku sendiri aja kadang masih suka keliru.

See you next part. Jangan lupa like dan komentar ya! ❤

Serendipity✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang