23. Teman Bahagia

55 13 0
                                    

REVISI✔
050918

____

"Capek juga ya." Nafasku tak teratur, menepis keringat yang telah mengucur.

"Masih kayak gini udah capek, Ra?"

"Lama gak olahraga Mal. Huft, duduk di bangku sana yuk! Istirahat."

Tidak perlu menunggu persetujuan mereka. Gamal dan Gael membuntuti, sepanjang jooging ini lebih di dominasi percakapanku dengan Gamal. Sebesar apapun usahaku memancing Gael agar ikut bicara, bukannya tepat, bibirnya malah semakin terkatup rapat. Hasilnya, Gamal terus-menerus menimpalinya.

"Beli minum," pamit Gael lewat dua katanya. Meninggalkan kami menuju supermarket belokan depan.

Taman perumahan tidak ramai, lantaran sekarang bukan akhir pekan.

"Beliin sekalian sama Dyra juga! ntar gue ganti!" teriak Gamal seolah sadar juga butuh minum. Gael pun hanya mengiyakan dengan lambaian belakang.

Komunikasi yang lucu antara mereka. Saling membatasi diri, semakin membuatku segera ingin melancarkan misi agar mereka bersikap layaknya sepasang kembaran.

Sepeninggalan Gael tidak ada lagi topik pembicaraan di antara kami, sebab telah habis saat jooging.

Merendam keheningan Gamal mengambil sesuatu di sakunya, yang ternyata mengambil ponsel dilengkapi headset sibuk menyentuh di layar sana.

Tanpa persetujuanku Gamal menyelipkan rambut atas bahuku yang tidak aku ikat ke telinga. Memasukan lingkaran headset putih, aku terlonjak sigap menengoknya.

"Dengerin aja," pintanya halus, ia nganti memasukan lingkaran headset satunya di telinganya.

Petikan gitar mengawali alunan nada berbisik di telingaku. Kurasa aku pernah mendengarnya. Tapi dimana?

Detik per detik terlewat aku semakin ingat asalnya lagu ini pernahku mendengar.

takkan pernah terlintas
tuk tinggalkan kamu
jauh dariku kasihku

Saat, perjalan kami pulang sekolah. Mengendarai taxi menuju suatu tempat saat itu belum kuketahui dan lagu itu menjadi peneman kami.

karena aku milikmu
kamu milikku
separuh nyawaku
hidup bersamamu

Kunikmati setiap kata dan nada terucap di telinga kananku. Melihat arah depan, aku rasa ini lagu yang manis tentangku dan Gamal ya tentu, hanya sebatas angganku saja.

berdua kita lewati
meski hujan badai
takkan berhenti

sehidup semati
mentari pun tau
ku cinta padamu

Dan saat bagian reff datang, tiba-tiba ada suara mengikuti lagu ini berasal sampingku. Gamal bersenandung mengagukan kepalanya, menikmati lagu ini. "Percaya aku takkan kemana mana.. aku kan selalu ada temani hingga hari tua...

"Percaya aku takkan kemana-mana
setia akan ku jaga...kita teman bahagia."

Suaranya merdu juga. Aku jadi ingin menyarankan agar Gamal menjadi penyanyi atau vokalis grup band pasti ia akan menyamai kepopuleran Gael sekarang. Tapi tidak jadi, nanti malah ada banyak menyukai Gamal, lagi.

"Takkan pernah kulupa
kamu yang kucinta..dari ujung kaki
hingga ke ujung kepala."

"Aku ingin kamu..kamu yang kumau
..belahan jiwaku...kamu masa depanku."

Refleks mendengar Gamal semakin menjiwai saja saat bersendung, aku kerutkan keningku. Apa ia sedikit lupa tempat? Aku tahu ini sangat romantis. Satu pasang headset di pakai berpasangan. Tapi suaranya semakin meninggi, seperti menjelma jadi Brandon saja, tapi Gamal sangat-sangat-sangat jauh lebih baik dari dia. Haha.

Menyadari aku begitu serius memperhatikannya, Gamal menyengir sadar berhenti, "Suara gue jelek ya?"

"Ah, lumayan Mal."

Gamal tersenyum miris dan menjawab sok tahu, "Bilang jelek aja susah."

"Dih, dibilangin."

Kami sudah mengabaikan lagu mengalun di telinga kami. Saling memandang, lalu tiba-tiba--

"Ra!" seseorang memanggilku. Merubah semuanya, Gael melempar dua minuman kaleng ke arahku. Beruntung aku dapat menangkapnya.

Gamal langsung melirik sinis Gael.

"Gue balik," pamit Gael berbalik sambil meminuman kaleng di tangan tanpa menunggu persetujuan kami.

Polah tingkah Gael mampu membuat kami membisu selang berdetik. Belum jauh dari kami, aku baru menyadari misi tujuan utamaku untuk hari ini.

"Gael!!!!!! Woi jangan pulang dulu! Apa lo lupa kita ini sahabat!!" teriakku melengking. Masa bodoh bila Gamal mendadak i-feel denganku.

Tak ada jawaban aku terus perhatikan tak rela, jalannya yang tertatih-tatih memegangi perut dan minum lagi. Aku hanya bisa menghela nafas gusar.

"Biarin aja Ra, Si asing itu hanya ribetin aja kalo bareng kita." Gamal bergumam.

Aku sangat tidak setuju dengan pernyataan Gamal. Ingin rasanya aku ungkapkan kenyataan tentang mereka. Tapi aku hanya bisa mengiyakan seolah setuju. Aku harus tetap berkomitmen terus dengan misi dan langkahku ini ... untuk mereka.

____

(130718)-publish

Serendipity✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang