Esok harinya setelah sarapan yang agak terlambat, aku dan Rashad yang masih cuti ini langsung pergi ke toko eletronik dan furniture.
Besok malam dengan penerbangan terakhir, Mama sama Papa akan kembali ke Perancis jadi paginya masih bisa datang ke acara pindahan rumahku.
Karena masih pagi, suasana di toko masih sepi. Aku memilih beberapa alat elektronik yang betul-betul dibutuhkan saja.
Kulkas gede dua pintu, bukan yang mewah dengan spesifikasi luar biasa. Hanya kulkas gede biasa yang berfungsi pada umumnya. Aku butuh space-nya bukan gengsinya. Lalu mesin cuci pintu atas twins tub. Kenapa? Biar kalau ada yang rusak salah satu masih bisa digunakan. Selanjutnya kipas angin kecil dua. Magic com kecil. Seterika. Blender, kompor gas.
"Ini aja?" tanya Rashad setelah kami melakukan uji coba barang-barang yang mau dibeli bersama pegawai toko.
"He-eh." Dan sesuai perjanjian semua barang elektronik ini aku yang bayar. Sedang dia akan bayar barang di toko furniture.
Agak alot sih negosiasinya tapi aku nggak mau membebankan semua tanggung jawab padanya. Selama aku bisa membantu, aku mau kami bisa saling berbagi. Dan aku juga menekankan kebutuhan kami masih panjang, jadi lebih baik uang yang ada ditabung. Rashad pun mengalah dan mau mengerti.
Tapi, hei ... kok dia punya tabungan lebih ya? Masa nggak pernah bersenang-senang? Tapi bagus sih nggak dideketin cewek penghisap darah hehehe ...
Setelah bayar di kasir, kami langsung keluar meninggalkan toko. Semua barang-barang kami akan diantar ke rumah baru yang sedang ditungguin oleh Serka Samuel dan kawan-kawan.
Setelah itu kami langsung meluncur ke toko furniture yang memiliki cabang di mana-mana dan harganya pun terjangkau.
Aku mondar-mandir di antara beberapa pilihan. Akhirnya kupilih ukuran queen dan dua buah lemari pakaian. Satu ukuran besar untuk kami dan satu ukuran kecil untuk diletakkan di kamar satunya. Dan satu set meja rias minimalis tapi cantik.
Beres dari toko furniture, kami mencari korden, karpet, kasur lipat dan sprei. Yang ini duit Rashad juga.
"Capek?" tanya Rashad yang melirikku.
Aku menggeleng. "Cuma kepanasan. Yuk, cari makanan buat kita dan yang lain terus pulang."
Rashad mengangguk.
Kami pun sepakat beli soto ayam untuk makan siang.
Oh ya, kalian pikir aku sudah terbiasa dengan Rashad? Jawabannya adalah enggak sama sekali. Aku hanya berusaha bersikap wajar selayaknya seorang istri. Kecuali satu. Tahulah apa itu...
Sepekan ini menjalani rumah tangga bersama Rashad, berdekatan dengannya membuatku canggung. Wajahnya boleh sama dengan Bang Rashid tapi dia orang lain. Parfumnya pun beda. Wangi alaminya alias bau tubuhnya pun beda.
Seperti kali ini saat menuju rumah baru kami dengan motor, tentu motor karena hanya itu yang Rashad punya, ini kesekian kalinya aku masih takut berpegangan padanya. Padahal halal juga.
"Pegangan, Fran," pinta Rashad.
"Hmm." Tapi aku tetap hanya memegang kedua pahaku sendiri. Rashad pun nggak akan mungkin sengaja bikin celaka.
Sampai di rumah baru, kami langsung disambut Serka Samuel.
"Selamat siang, Danton," sapanya sambil menghormat. "Ijin Danton, semua barang Danton dan Frannie sudah datang. Tapi kami belum menatanya. Menunggu instruksi selanjutnya."
Rashad mengangguk setelah membalas hormat Serka Samuel. Lalu melepas helmnya.
Sementara aku yang sudah turun lebih dulu dan melepas helm menatap tentara muda di depanku ini sambil pura-pura manyun. "Rashad dipanggil segitunya. Lha aku Frannie aja? Wah, pelanggaran ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA & PENGABDIAN "Cerita Frannie"
General FictionCredit all pics to www.google.com Kisah Cinta segi empat patah sisi antara dua sepupu Francesca - Kartika dan saudara kembar Lettu Rashad dan IPTU. Rashid. "Heh? Karena jalan sama Rashid? Ditembak ya?" Oke, nyawaku mulai terkumpul. Bisa dipakai goda...