28. LDR

7.2K 601 32
                                    

Yang namanya kembang tuh baru mulai kuncup tapi terancam dipetik, bakalan susah mekar kan? Mirip-mirip itulah.

Kenapa aku jadi agak lebay? Tapi nggak bisa marah juga. Ini adalah konsekuensi lain yang harus kuterima. L. D. R.

Disebut LDR juga lebay sih. Lha wong perginya cuma seminggu tok.

Ya, Rashad akan pergi untuk latihan gabungan selama seminggu. Lusa. Tapi nggak bisa dijadikan patokan seratus persen. Pokoknya lima menit menentukan. Apa yang terjadi setelahnya, kita nggak tahu.

Hari ini dia bilang yang akan masak buat makan malam. Nasi goreng istimewah katanya. Iyalah ada sosis, bakso dan telur. Hadeeeh...

"Fran, udah jadi nih." Kudengar panggilannya dari dapur.

Aku yang tengah menunggu sambil baca novel di kamar segera beringsut ke dapur.

"Udah?" tanyaku sambil nyengir lebar. "Kayaknya enak tuh."

Rashad yang tengah meletakkan dua piring berisi nasi goreng lengkap dengan sendoknya di meja makan itu mencibir. "Ya pasti enak dong. Ngiri, kan?"

Ganti aku yang manyun. Suamiku? Terkekeh puas tentunya.

"Sini, duduk sini." Rashad menarikkan kursi untukku.

Setelah aku duduk dengan nyaman, baru dia sendiri duduk. Bahkan minum sudah disiapkan. Air putih.

"Kamu baik-baik aja kan aku tinggal nanti?" tanyanya sambil menyuap sesendok.

"Insya Allah." Aku mengangguk. Lalu sekelebat timbul niat iseng padanya. "Ciyeee...kuatir ya?"

Ah ya, aku sudah sedikit memberanikan diri untuk bersikap biasa terhadapnya. Sedikit terbuka. Kalau pihak Rashad mulai membuka diri, aku harus melakukan hal yang sama dong. Walaupun dalam hati ini masih mengganjal. Apa itu? Nggak tahu.

Rashad yang duduk di sebelahku melirik. "Iyalah. Istrinya model kamu," oloknya.

"Maksudnya apa tuh?" Aku meliriknya tajam.

"Sudah. Makan. Enak, kan? Rashad gitu loh."

"Idih narsis. Kok rasanya Aa lebih narsis dari Abang ya?" cibirku.

Rashad balas melirikku. Tatapannya setajam...silet! Kurang Feni Rose saja. Boleh ketawa nggak sih? Masih juga sensi dengan Bang Rashid. Heran aku.

"Aa kenapa sih? Nyebelin!" Dengan kesal aku meletakkan sendok di piring dan baru mau mundurin kursi, tanganku sudah dipegang Rashad. Mencegahku pergi.

Terdengar Rashad menghela napas dalam. "Maaf. Makan lagi ya?" bujuknya. "Mubazir lho."

Iya, kalau nggak ingat mubazir, aku tinggal tidur. Sebal!

"Fran?"

"Hmm?"

"Makan lagi ya?"

Terlanjur kesal, aku makan lagi tapi nggak ngomong apapun. Begitu habis, saat aku hendak mencucinya, Rashad melarangku.

Ya sudah. Aku bobo dulu!

Heran deh ! Dia itu cemburu atau terlalu posesif sih? Tandanya cinta? Preet!

Di kamar, dengan perasaan kesal, aku langsung ngelingker. Pipiku ngembung. Biarin!

Nggak lama Rashad menyusul ke kamar. Dia duduk mepet ke aku. Sebelah tangannya mengelus-elus kepalaku. "Fran, aku minta maaf," ucapnya.

"Basi!" gerutuku.

"Sini, liat aku bentar please..." pintanya selembut mungkin.

Dengan gerakan kasar aku menoleh. "Lagian Aa kenapa sih? Nggak percaya sama aku atau gimana? Dijelasin sampai lebaran komodo juga percuma!" Nyolot, nyolot deh. "Bang Rashid cintanya sama Mbak Tika. Nikahnya sama Mbak Tika. Aa mau nuduh aku apa? Hem? Aku nikahnya sama Aa. Aku hanya bersahabat dengan Abang. Aku masih sabar ya, Bapak Rashad," geramku dengan mata nyalang sambil menyebut tiga kata 'aku' yang terakhir sengaja kutekan.

CINTA & PENGABDIAN "Cerita Frannie"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang