12. Menjelang Pernikahan

7.6K 660 40
                                    

Menyiapkan pernikahan benar-benar repot. Apalagi kalau calon pengantin prianya model Rashad yang kerjanya bukan rutin nine to five. Untungnya sahabatku Putri kerja di WO. Jadi kita pakai tempat dia, paling nggak semua lebih entenglah.

Tapi tetep banyak hal harus mengikuti jadwal Rashad. Seperti saat beli isi seserahan. Kecuali perhiasan emas yang akan dibelikan Mama Laras sendiri untukku dan Mbak Tika.

Saat ini aku tengah keliling bersama Rashad beli isi seserahan. Yang paling pertama adalah toko buku untuk beli Al-Quran.

Lalu kami meluncur ke Sidoarjo. Ke sebuah toko terkenal di jalan Yos Sudarso atas rekomendasi Putri. Mulai dari mukenah, sajadah sampai baju ada. Harganya variasi tapi dibilang murah...uhm...yah lumayanlah.

"Terus beli sepatunya?" tanya Rashad setelah kami meninggalkan toko. Karena Rashid juga pakai mobilnya, jadinya kami pergi dengan mobil Pakde.

"Beli kosmetik aja dulu. Sekalian lewat. Itu di ruko sebelah RSUD. Di situ ada supplier salon. Harganya miring daripada di toko kosmetik biasa apalagi mall. Aku pernah ke sana."

"Oke." Dengan petunjukku Rashad menjalankan mobilnya. "Wiiih...baru kali ini jalan-jalan ke Sidoarjo. Eh, lumpur Sidoarjo masih jauh ya?"

"Jauhlah. Mau ke sana? Aku ogah ya," kataku agak kaku.

Rashad menoleh sebentar. "Eh, kenapa bisa begitu?"

"Nanti dikira turis. Mana di beberapa titik tertentu ada yang jaga, bayar lagi." Aku menghela napas jengkel. "Belum lagi nanti diikuti jualan VCD atau ojek."

"Masa segitunya?" tanya Rashad kaget dan nggak percaya.

Aku cuma bisa mengendikkan bahu. "Ya, aku paham sih mereka nyari nafkah cuma ya jangan terlalu memaksa, biar sama-sama nyaman. Bencana lumpur lapindo ini banyak yang manfaatin. Banyak yang mikir para korban dan orang-orang di wilayah terdampak itu OKB. Walaupun memang ada sih yang lupa diri dan bertingkah jadi OKB tapi setelahnya menyesal karena harta habis. Banyak yang lupa derita warga lain yang stres entah karena belum dibayar dengan alasan apapun atau rebutan harta. Uang memang merubah segalanya ya?"

Rashad mengangguk berempati. "Pastinya gara-gara lumpur lapindo itu banyak masyarakat tercabut dari akarnya ya?"

"Gitu deh."

Dan nggak lama kami sampai di ruko yang dimaksud. Di toko kosmetik yang notabenenya supplier salon itu aku hanya memilih apa yang sekiranya aku butuhkan. Nggak beli satu set yang sudah jadi.

Paling bedak, pensil alis, eyeliner pensil, lipstik, pelembab, pembersih wajah, sabun mandi dan parfum yang satu merek. Blush on, eyeshadow dan foundation punyaku masih ada. Dan aku nggak pakai maskara.

Selesai dari sana kami langsung ke mall untuk beli sepatu dan tas. Dan sepatu yang kupilih warna hitam yang akan kupakai kegiatan persit nantinya. Aku nggak punya yang heels pendek lima senti. Saat lamaran kemarin aku sudah dapat sepatu sandal cantik pilihan camer hehehe...

Ketika beli underwear, aku langsung menyuruh Rashad menjauh. Malu ih. Bayarnya sih tetep duit dia.

Oh ternyata kami nggak beli tas. Mama Laras katanya yang akan beliin buat aku dan Mbak Tika.

Setelah semua dapat, jam menunjukkan waktu makan siang. Adzan dzuhur juga sudah lewat. Kami pun cari musholla dulu untuk sholat. Setelah itu cari makan.

Karena masih di Sidoarjo, kami makan di foodcourt Transmart, restoran Jepang.

"Rujak cingur itu enak kah?" tanya Rashad tiba-tiba sebelum menyuap nasinya.

"Enak dong," jawabku cepat. "Rujak kikil juga enak. Kamu belum pernah nyobain?"

Rashad menggeleng.

CINTA & PENGABDIAN "Cerita Frannie"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang