Akibat kejadian beruntun ledakan bom membuat anggota keluargaku yang notabenenya aparat jarang di rumah atau pulang telat.
Sama halnya dengan Rashad dan terutama Bang Rashid yang jarang di rumah. Apalagi ini sedang memasuki bulan Ramadhan.
Aku bersyukur setidaknya sahur pertama ini Rashad sudah di rumah. Dan aku bangun seperti biasanya untuk tahajud. Sebetulnya ingin kubangunkan untuk jamaah shalat tahajud tapi melihat wajah letihnya, aku jadi nggak tega. Dia pulang larut lagi. Apa kabar Bang Rashid malahan kalau suamiku saja begini?
Usai shalat tahajud dan melipat mukenah, aku kaget melihat Rashad sudah bangun tapi masih separuh nyawa gitu.
"Aa kalau masih ngantuk, tidur aja lagi. Nanti kalau makanannya siap aku bangunin."
Rashad tersenyum.
Ya Allah, masih ngantuk gitu aja cakep...
Hehehe ...
"Aku terbangun." Dia beranjak dari kasur dan keluar kamar.
Setelah menyimpan mukenah dan sajadah, aku ke dapur bersamaan Rashad keluar dari kamar mandi.
"Mau dibantuin masak?"
Aku tersenyum. "Aa duduk aja. Aa capek gitu."
"Nggak apa kok."
"Tinggal angetin sayur aja ini."
"Ya udah, aku buat minumnya aja ya?"
Aku menatapnya sesaat lalu tersenyum dan akhirnya mengangguk. "Ya kalau Aa nggak capek..."
"Makasih ya..." ucapnya sambil menepuk kepalaku seperti ke anak kecil.
"Hmm..." Aku malu ih.
Lalu aku meletakkan panci kecil berisi sop ayam yang sengaja kubuat kemarin malam untuk sahur ini. Rashad juga meletakkan panci khusus untuk rebus air.
Sambil menunggu, aku mengambil dua butir telur dari kulkas, sebatang bawang pre dan kuletakkan di atas meja dapur. Setelah membersihkan bawang pre segera kupotong kecil-kecil dan kuletakkan ke dalam mangkuk lalu telur, garam dan kukocok.
Setelah air minum yang direbus Rashad matang dan dia angkat, ganti kuletakkan wajan di atasnya.
Saat suamiku tercinta itu membuat teh panas, aku membuat telur dadar. Telur matang, sop juga sudah panas dan kami pun membawa makanan dan minuman untuk sahur beserta piring dan sendok ke ruang tengah.
Setelah mengucap doa, kami pun mulai makan sahur.
"Aa kelihatan capek banget. Kondisinya separah itu?" tanyaku hati-hati.
Rashad menatapku lalu tersenyum. "Yah resiko kerja. Kamu berdoa yang terbaik aja."
"Kadang aku suka kesel ..." omelku panjang lebar. Apalagi kini sasarannya aparat.
Katanya sekarang situasinya siaga satu. Gawat ini. Kalau dilihat dari luar, markas tentara tampak adem ayem saja tapi sebetulnya di dalam tinggal menunggu perintah terutama bila sewaktu-waktu dibutuhkan membantu polisi. Sedangkan di pihak kepolisian sendiri sekarang dijaga ketat dengan pengamanan berlapis.
Sungguh sinting, ini maksudnya opo tho yo? Nggak mudeng aku. Menghancurkan kepolisian untuk menciptakam chaos dan perasaan nggak aman di tengah masyarakat? Itu kan sudah teror? Nggak ada deh kebaikan yang dimulai dengan keburukan. Ngaji dimana coba bisa dapat teori begituan? Dicari di Al Qur'an sampai jebol juga nggak bakalan nemu. Yang ada kebaikan itu dimulai dari kebaikan juga.
"Yang paling nggak bisa aku terima adalah mereka sudah melibatkan anak-anak!" geram Rashad yang sudah menyelesaikan makannya lebih dulu seperti biasanya itu nyaris mencengkeram erat gelas tehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA & PENGABDIAN "Cerita Frannie"
General FictionCredit all pics to www.google.com Kisah Cinta segi empat patah sisi antara dua sepupu Francesca - Kartika dan saudara kembar Lettu Rashad dan IPTU. Rashid. "Heh? Karena jalan sama Rashid? Ditembak ya?" Oke, nyawaku mulai terkumpul. Bisa dipakai goda...