Pada sekitar jam 01.45 an dini hari tanggal 11 Oktober 2018, sekitar dua jam setelah update Cerita Rashad Bab. 25. Cemas, terjadi gempa. Aku yang lagi tiduran di lantai kaget dong, kok lantainya goyang? Paginya aku baru tahu pusat gempa ada di wilayah Situbondo.
Hai kalian semua baik2 aja kan? Semua aman kan?
Ada salah satu followerku dari Sulteng, kamu yang disana aman?
Aku harap baik para followers, readers/voters yang menunjukkan jati dirinya padaku dan siapapun kalian semua para silent readers dimanapun kalian berasal dan berada, semoga dilindungi Tuhan YME. Semoga kita semua dalam lindungan-Nya. Amiiin Ya Rabb...
Dengan adanya bencana alam beruntun yang menimpa negeri ini, Indonesia kita tercinta, mungkin Tuhan memang sedang mengingatkan kita.
Mari kita saling introspeksi diri masing-masing. Bukan saatnya saling menyalahkan. Indonesia butuh persatuan kita. Jangan mau diadu domba politik praktis. Kebahagiaan kita, kita sendiri yang mengusahakan. Kita butuh politikus tapi mereka bukanlah Tuhan dan manusia maha sempurna. Yang butuh pembelaan mati-matian adalah sekali lagi Indonesia kita tercinta. Persatuan kita. Bukan perpecahan kita.
Kalau NKRI Harga Mati, kalau Garuda di dada kita, ayo saling mendukung, berdoa dan bersatu untuk INDONESIA.
🔴⚪❤❤❤🔴⚪
Menangis memang menguras tenaga. Ditambah emosiku juga naik. Sehingga tidur pun jadi lelap. Aku baru bangun sekitar jam 15.30 itu pun Rashad yang bangunin.
Aku segera mandi lalu shalat ashar. Selesai shalat aku ke dapur menyiapkan masakan untuk makan malam. Walaupun aku kesal tapi nggak boleh melupakan kewajiban.
Kubuka kulkas. Adanya bahan sayur sop dan asem. Karena malas ribet, kuambil kacang panjang untuk dibuat sayur asem. Dengan perasaan kacau binti galau begini biasanya rasa masakan nantinya nggak ngalor, nggak ngidul. Tapi semoga rasanya oke.
"Fran, kamu ngapain?" tanya Rashad saat ke dapur baru selesai cuci motornya.
"Masak gini lho! Nggak lihat?" sahutku ketus tanpa melihatnya dan terus memotong kacang panjang.
"Maaf. Maksudku kita nanti makannya beli aja," jawabnya terdengar lembut tapi bagiku terdengar palsu.
"Kenapa? Nggak suka aku masak?" balasku emosi. "Nggak mau makan masakanku? Karena masakan Aa lebih enak, gitu?!" Aku melotot jengkel.
Rashad menghela nafasnya dan menggeleng. "Nggak kok. Ya udah kalau kamu mau masak. Mau aku bantu?"
"Nggak usah!"
"Oookay..."
"Shuh!" usirku dengan mengibaskan tangan. "Aa di sini tambah nggak selesai nanti!"
"Iya, maaf." Rashad meninggalkan dapur. Entah ke mana terserah juga. Lalu ke kamar mandi. Mandi.
Aku selesai masak menjelang maghrib. Rashad pamit ke masjid. Pulang dari masjid kami mengaji bersama. Walaupun aku gondok sama dia tapi urusan akhirat tetap nomer satu. Usai mengaji, Rashad kembali ke masjid untuk shalat isya'.
Selesai isya', barulah kami makan malam. Sunyi. Sepi. Dalam diam. Walaupun duduk bersebelahan. Dan sesuai dugaanku sih rasa masakannya nggak ngalor, nggak ngidul. Bener-bener undefined. Yang jelas sih rasa amarah.
Dan aku tahu, walaupun diam mode on, sesekali Rashad melirikku. Beberapa kali aku mendengus sebal.
"Fran, kalau sudah selesai, kita ngobrol ya? Kita omongin semuanya dengan kepala dingin," pintanya lembut saat Rashad selesai makan duluan. Seperti biasa, makannya cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA & PENGABDIAN "Cerita Frannie"
Ficción GeneralCredit all pics to www.google.com Kisah Cinta segi empat patah sisi antara dua sepupu Francesca - Kartika dan saudara kembar Lettu Rashad dan IPTU. Rashid. "Heh? Karena jalan sama Rashid? Ditembak ya?" Oke, nyawaku mulai terkumpul. Bisa dipakai goda...