Esoknya setelah Rashad menjemputku, dia mengemudikan mobil kembali ke rumah Pakdenya tempat orang tua si kembar menginap. Setelah itu kami langsung meluncur ke warung nasi pecel langgananku dan Rashid.
Sebetulnya aku dan orang tua Rashad sudah kenal. Kan aku sahabatan dari SMP sama Rashid. Kadang kalau pas Rashid teleponan sama Mamanya terutama dan ada aku, aku juga ikut ngobrol. Sesekali Mamanya telepon aku atau aku ke Mamanya. Begitupun Mbak Tika. Kami juga pernah beberapa kali ketemu saat mereka menengok Rashid.
"Mama nggak nyangka lho ternyata kamu juga jadi menantu mama," kata Mama Laras yang duduk belakang bareng Papa Isa. "Senang deh Mama."
"Adek manja lho, Ma," kataku. Dan Mama Laras memang lebih sering manggil aku Adek ketimbang namaku. Bagi Mama Laras aku sama seperti Razzaq, Adik si kembar yang masih SMA dan nggak bisa datang karena ada acara pramuka di sekolahnya.
Mama Laras ketawa.
"Kok mama sama kamu akrab?" tanya Rashad bingung.
"Lah kan aku kenal Rashid dari SMP," jawabku.
"Jadi beneran aku aja nih yang nggak dikenalin sama abang ke kamu?" Nada suara Rashad tampak terganggu.
"Ya mungkin." Aku nggak tahu harus jawab apa.
Untung aja itu warung pecel sudah kelihatan dan kami pun sampai. Setelah Rashad dapat tempat parkir, kami segera turun dari mobil.
Saat hendak masuk bersama Rashad, mama Laras menarikku lembut agar aku berjalan bersamanya.
"Shad, kamu duluan gih sama Papa. Cari tempat sekalian pesenin buat kita," perintah Mama Laras ke Rashad.
Rashad mengangguk dan masuk duluan bareng Papa Isa.
"Mama titip Rashad ya, Sayang? Dia hatinya lembut walau cenderung lebih kalem dari Rashid. Walaupun kalian menikah karena perjodohan tapi Mama yakin kalian cocok."
"Iya, Ma." Aku jawab apa coba?
"Kadang Mama suka mikir kalau kamu dijodohin sama Rashad mau apa enggak ya? Eh, ternyata kalian dijodohin beneran."
"Tapi kan kita hampir nggak pernah ketemu, Ma. Cuma ngobrol di telepon aja," kataku sungkan. Malah kenal dengan Rashad juga enggak.
"Insting seorang ibu, katakanlah begitu. Bude Salma juga bilang gitu kok. Jadi, Mama senang saat Rashad pindah tugas ke Surabaya dan selalu berdoa agar kalian dipertemukan. Calon mantu sholehah nggak boleh dilepaslah," kata Mama Laras sambil mengelus lenganku. "Ya kamu, ya Tika."
"Aku ge er lho, Ma, ini." Wajahku memerah sumpah. Walaupun nggak nyaman karena aku nggak sehebat itu.
Mama Laras tertawa. "Sesekali nggak apa. Yuk, sarapan."
"Ngapain sih lama amat jalan dari parkiran situ ke sini aja?" tanya Rashad penasaran ketika kami masuk dan ke meja yang sudah di tempatinya.
"Kepooo iiih ... " godaku yang disambut tawa Mama Laras.
Aku dan Mama Laras pun duduk. Baru aja kami duduk, sarapan pesanan kami tiba.
"Rashad itu anaknya gimana, Ma?" tanyaku setelah suap pertama.
"Nggak neko-neko sih," jawab Mama Laras. "Kamu mau tanya dulu pacarnya berapa?"
"Bukan aku lho yang ngomong," kataku saat Rashad nyaris melotot.
"Belum pernah ada yang diajak ke rumah. Tapi lucunya dia seperti kamu dan Rashid."
Kurasakan Rashad ekspresinya langsung kaku. Apa nih?
"Dia punya sahabat cewek juga dari SMA," terang Mama mengabaikan anaknya. "Namanya Rania. Eh, kabar Rania gimana sekarang? Hilang tanpa jejak."
"Nggak tahu," jawab Rashad singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA & PENGABDIAN "Cerita Frannie"
General FictionCredit all pics to www.google.com Kisah Cinta segi empat patah sisi antara dua sepupu Francesca - Kartika dan saudara kembar Lettu Rashad dan IPTU. Rashid. "Heh? Karena jalan sama Rashid? Ditembak ya?" Oke, nyawaku mulai terkumpul. Bisa dipakai goda...