19. Sebuah Peristiwa

7.8K 627 21
                                    

Minggu pagi ini seperti hari-hari biasanya. Nggak ada yang berubah. Aku dan Rashad tetap bangun sebelum subuh dan usai shalat subuh Rashad juga tetap dengan jogging rutinnya.

Yang sedikit membedakan adalah sahabatku Putri menikah! Aku gemas saking ikut bahagianya. Alhamdulillah akhirnya menyusul juga setelah pacaran dua tahun. Ya aku kan nggak bisa melarang orang pacaran. Dia sudah dewasa untuk membedakan mana yang boleh dan dilarang agama.

Karena kalau ngomongin agama jujur ya aku nggak mau munafik dan aku juga nggak mau menggurui orang juga. Penampilanku orang boleh bilang syari tapi bukan berarti aku tahu segalanya tentang agama. Aku juga masih banyak belajar dan juga masih melakukan banyak kesalahan. Aku hanya berusaha menjadi manusia yang lebih baik.

Dan hal lain yang membuatku bahagia adalah masih diberi kesempatan bertemu dengan Ramadhan yang penuh rahmat.
Aku bersyukur sekali.

Sedangkan hubunganku dengan Rashad walaupun masih jalan di tempat tapi kami sudah kembali baik. Setidaknya kami berusaha untuk itu.

Dia minta maaf padaku karena sudah bersikap kasar.

"No, it's okay. Aku yang minta maaf karena udah bersikap manja dan kekanakan. Aku akan belajar lebih dewasa," sahutku waktu itu. "Aku juga nggak mau dosa dengan mendiamkan kamu terus-terusan. Aku minta maaf."

Sejak saat itu dia lebih lembut dan perhatian. Berubah lebih baik? Sebetulnya nggak juga. Selama ini Rashad ya memang begitu. Di mataku dia sudah cukup baik, perhatian dan lembut.

Tapi sejak kejadian itu pula aku jadi lebih hati-hati. Seperti semacam trauma karena itu pertama kalinya aku dibentak begitu.

Aku betul-betul dimanja ya?

Dan di hari minggu istimewa ini, aku ingin melupakan semua hal yang menyesakkan akhir-akhir ini.

Dengan hati ringan kusiapkan baju-baju yang akan kupakai ke akad nikah Putri. Sepasang baju baru yang dipaksa Rashad beli demi hari ini dan resepsi nanti malam. Sepertinya sebagai ucapan permintaan maaf.

Punya suami begitu jadi tambah sayang, kan?

Untuk akad nikah, kami akan mengenakan baju batik warna biru. Kebetulan ada couple-an gamis dan kemeja. Sedangkan untuk resepsi akan mengenakan gamis pesta berwarna pine-green dan untuk Rashad kemeja batik juga senada pine-green.

Saat Rashad jogging, aku mandi lalu membuat roti bakar dan susu untuk sarapan kami. Ketika dia pulang, sementara suamiku mandi, aku dandan sehingga kami selesai di waktu yang sama mengingat kami harus pergi pagi-pagi sekali.

Mbak Tika dan Bang Rashid juga diundang tapi mereka akan datang di resepsi saja. Mereka akan menemani Pakde dan Bude ke arisan keluarga dari pihak Bude lebih.

"Udah?" tanya Rashad.

Aku mengangguk.

"Ya udah, yuk? Aku udah matiin semua." Rashad menggandengku keluar lalu dia mengunci pintu depan.

Dia mengeluarkan motor yang ada di teras keluar dan aku mengunci pagar. Kemudian, kami pun pergi menuju rumah Putri.

👮👮👮

Sepanjang jalan nggak ada satu pun dari kami yang angkat bicara. Tapi entah kenapa rasanya mulai nyaman. Dan aku takut. Sampai kapan kenyamanan ini terus ada?

Pagi ini masih sama seperti pagi biasanya. Dan di jam-jam segini saudara-saudara umat nasrani pergi beribadah.

Dari dalam tas crossbody-ku terasa beberapa kali ada getaran dan sesekali deringan. Pasti Putri yang mencariku. Hanya saja aku nggak mungkin melihat bahkan mengangkat teleponnya. Aku sedang di jalan dan kalau berhenti dulu nanti malah tambah lama.

CINTA & PENGABDIAN "Cerita Frannie"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang