33. Bedrest

8.2K 647 70
                                    

But if I let you go I will never know
What my life would be holding you close to me
Will I ever see you smiling back at me
How will I know if I let you go

*If I Let You Go by Westlife
________________________

Weitz! Tunggu...tunggu Frannie mau protes dulu nih. Kenapa pada pengen Aa Rashad ya? Dia suamiku tauuuu! Huft! Huft! Shuh! Shuh! 😤😤😤

#FrannieNgambekModeOn

🌹🌹🌹

Aku menginap semalam di rumah sakit. Setelah bertemu dokter kandungan, barulah aku pulang. Bedrest dua minggu.

Itu artinya aku batal pulang tepat waktu.

"Sudah, biar Papa yang urus semuanya. Yang penting Adek istirahat. Fokus sama kehamilan Adek aja. Jangan stres. Papa balik ke kantor lagi," kata Papa setelah menjemputku di rumah sakit.

Setelah aku salim tangannya, Papa meninggalkan kamarku.

Hhh! Banyak sekali prosedur yang diurus. Kirim surat dokter rumah sakit Paris ke Surabaya. Sebelumnya harus diterjemahkan dulu secara legal di kedutaan. Membatalkan tiket pulang.

Kemudian nggak lama Mas Nova masuk dengan gelas susu di tangan. Aku jadi merasa bersalah karena harusnya Mas Nova balik ke London siang ini tapi dia membatalkannya. Buang tiket percuma. Dia beli lagi untuk tiket malam. Padahal tiket yang digunakan kereta Eurostar, kereta lintas kota, lintas negara; London-Inggris, Paris-Perancis, Brussels-Belgia itu nggak murah.

"Minum, Dek. Mas bikinin penuh cinta lho. Ini susu hamil yang Mas beli tadi saat nunggu persiapan kamu pulang rumah sakit," katanya jumawa sambil menyerahkan gelas susu padaku.

"Merci, Mas. (Makasih)" ucapku dan perlahan menenggak habis. Mas Nova mengambil kembali gelas kosong itu. "Mas..." panggilku saat Mas Nova akan beranjak pergi.

Mas Nova berhenti. Mungkin melihat keseriusan di wajahku, dia meletakkan gelas di meja terdekat dan duduk di pinggir kasur. Memegang kedua tanganku.

"Qu'est-ce qu'il y a? (Ada apa)" tanya Mas Nova lembut.

Aku cemberut. "Aku berlebihan ya?"

"Hmm? Je ne comprends pas. (Aku nggak ngerti)" tampangnya memang kelihatan bingung.

Aku mendesah lalu mendecak. "All of these. Harusnya aku nggak kabur ke sini. Kalau istilahnya sekarang aku nih sok iye deh mentang-mentang orang tua di Paris."

"Hahaha...sok iye?" Setelah tawanya reda dia tersenyum. "Wajar Adek kecewa. Berlebihan sih enggak cuma kekanakan yang iya."

Pipiku mengembung. Bukannya marah atau protes. Aku cuma kaget dengan kenyataan itu.

Separah itukah?

"Adek memang manja karena terlalu dimanjakan. Everybody's love you. But you never this childish. Biasanya Adek kan selalu berpikir dewasa. You're not bleeding that bad."

"Maaas..." rengekku. "Aku kesal sama Aa tapi aku lebih kecewa sama diriku sendiri."

"Makanya Adek jadi nggak pikir panjang? Impulsive." Mas Nova menyentil keningku keras sekali.

"Auw! Sakit, Ya Allah! Mas iiih..."

"Rashad orang baik. Dia memang cocok buat Adek. Beda sama Rashid yang manjain kamu mati-matian. So, Rashad berhak tahu kalau Adek hamil. Nggak mau disebut istri durhaka, kan?" Aku mengangguk. Ya, mungkin aku sudah durhaka ya? "Udah, udah...nggak usah sedih dulu. Dua minggu lagi Adek pulang, kan? Sekarang fokus sama kandungan Adek biar Rashad senang istri dan anaknya sehat walaupun dia jauh di sana."

CINTA & PENGABDIAN "Cerita Frannie"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang