Bab 1

10.5K 701 47
                                    

.

.

.

.

.

Tiga belas tahun yang lalu...

.

Ada ketukan di pintu kemudian seretan langkah kaki. Dada Jungkook terasa nyeri. Ibunya telah menelpon saat mereka dalam perjalanan pulang dan mengatakan apa yang telah ia lakukan dan sekarang ia ingin pergi keluar untuk minum koktail bersama teman-temannya.

.

Jungkook menjadi satu-satunya orang yang harus menenangkan Somi. Ibunya tidak bisa mengatasi Somi jika melibatkan stres. Atau begitulah seperti yang ia katakan saat menelpon tadi.

.

"Jungkook?" Suara Somi yang tersedu. Dia menangis.

.

"Aku ada di sini, Somi," Katanya saat Jungkook berdiri dari sofa kecil yang dia duduki di sudut ruangan. Ini adalah tempat persembunyiannya. Di rumah ini mereka perlu tempat untuk bersembunyi. Jika tidak memilikinya sesuatu yang buruk akan terjadi.

.

Helaian rambut merah ikal Somi melekat di wajahnya yang basah. Bibir bawahnya gemetar saat ia menatap Jungkook dengan pandangan sedihnya. Jungkook hampir tidak pernah melihat matanya bahagia. Ibu hanya memberinya perhatian ketika Somi perlu baju baru dan menunjukkannya pada orang lain. Selain dari waktu itu Somi diabaikan. Kecuali oleh Jungkook. Jungkook melakukan yang terbaik untuk membuat ia merasa diinginkan.

.

"Aku tidak melihatnya. Dia tidak ada di sana," Somi berbisik saat sebuah isakan kecil terlepas. Jungkook tidak perlu bertanya siapa 'dia'. Ibu lelah mendengar Somi yang terus bertanya tentang ayahnya. Jadi dia memutuskan untuk membawa Somi menemui ayahnya. Jungkook harap Somi mengatakannya. Jungkook harap bisa ikut pergi. Namun, tatapan terluka di wajah Somi membuat tangannya mengepal. Jika Jungkook bisa bertemu pria itu dia ingin memukul hidungnya. Jungkook ingin melihatnya berdarah.

.

"Kemarilah," kata Jungkook lembut, meraih tangannya dan menarik adik kecilnya ke dalam pelukan. Somi membungkus erat pinggang Jungkook dan memeluk dengan begitu erat. Saat seperti ini membuat Jungkook sulit bernafas. Dia tidak suka kehidupan yang telah ia jalani. Setidaknya Jungkook tahu ayah menginginkannya. Dia meluangkan waktunya bersama Jungkook.

.

"Dia punya anak lain. Mereka kembar. Dan mereka... cantik. Rambut mereka seperti rambut malaikat. Dan mereka memiliki ibu yang membiarkan mereka bermain di lumpur. Mereka memakai sepatu tenis. Sepatu yang kotor." Somi selalu iri pada sepatu tenis yang kotor. Ibu mereka tidak akan membiarkannya berpenampilan tidak sempurna sepanjang waktu. Dia tidak pernah memiliki sepasang sepatu tenis.

.

"Mereka tidak mungkin lebih cantik darimu," Jungkook meyakinkan Somi karena dia sangat mempercayainya. Somi tersedu dan kemudian menarik dirinya. Kepalanya terangkat dan mata colat besarnya menatap Jungkook. "Mereka cantik. Aku melihat mereka. Aku bisa melihat foto di dinding kedua bocah laki-laki itu dan bersama seorang pria. Dia menyayangi mereka...Dia tidak

menyayangiku."

.

Jungkook tidak bisa berbohong padanya. Somi benar. Dia tidak menyayanginya.

.

"Dia orang bodoh. Kau memiliki aku, Somi. Kau selalu memilikiku."

.

.

.

.

.

JATUH [Book 2] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang