Ambitions 4

5.7K 456 4
                                    

Tapi nyatanya berpura-pura baik di hadapan banyak orang adalah hal yang paling memuakkan.


"Li..gue sama Damar cabut deluan ya" ujar Riky. Ali mengangguk. "Lo mah enak ada yang mau dianterin" lanjut Riky lagi. Ali tersenyum tipis untuk sekedar menanggapi hal ini

Sementara Rianti tampak tersenyum malu-malu saat mendengar ucapan Riky itu. Sebenarnya Rianti sudah lama menunggu pernyataan cinta dari Ali, tapi Ali belum mengutarakan perasaannya hingga saat ini.

Rianti menatap Ali yang masih sibuk dengan lamunannya. Semenjak pelajaran ekonomi berlangsung, Rianti juga memperhatikan bagaimana Ali tidak fokus dalam pelajaran itu.

"Li.. Lo kenapa?" tanya Rianti. Rianti mengusap pelan pundak Ali. Rianti sedari tadi memperhatikan Ali yang gelisah dan tak kunjung bangkit dari duduknya. Padahal bel pertanda pulang sudah terdengar lima menit lamanya.

"Emm.. Ri, Lo bisa pulang sendiri ga? Gue ada urusan soalnya" ujar Ali tak enak hati.

"Gue bisa kok, emang Lo ada urusan apa Li?" tanya Rianti. Sebenarnya Rianti sedikit kecewa tetapi Rianti berusaha menyembunyikan perasaannya itu.

"Prilly ngundurin diri dari OSIS" ujar Ali sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

Rianti terkejut mendengar pengakuan Ali itu. "Dia keluar karena gue bilang dia ga pantes buat ada di OSIS. Gue kelewat emosi Ri" jelas Ali lagi.

Rianti mengelus punggung Ali dengan lembut. "Ini bukan sepenuhnya salah Lo kok Li" ujar Rianti menenangkan Ali.

"Tapi gue disuruh pak Bima buat bujuk Prilly supaya dia ga keluar. Kalo nggak...." Ucapan Ali menggantung. Ini membuat Rianti menautkan kedua alisnya.

"Kalo nggak apa Li?" tanya Rianti penasaran.

"Pak Bima minta OSIS dibubarin aja" ujar Ali dengan lesu. Rianti terkejut untuk kesekian kalinya.

Rianti tahu pak Bima bukanlah tipe orang yang suka bermain-main dengan ucapannya. Itu tandanya Organisasi mereka sedang dalam ancaman, dan semuanya ada ditangan Prilly.

"Jadi Prilly nya sekarang di mana?" tanya Rianti.

"Gue gak tau Ri, tadi sebelum masuk kelas, gue ada niatan buat nyari dia. Gue pikir dia ada di kelas. Nyatanya ga ada" jelas Ali.

"Yaudah, gue ikut nyari deh. Yok. Lo liat deh, tas dia masih di sini. Itu tandanya Prilly masih di sini" Rianti menggenggam tangan Ali.

"Ri, Lo capek. Mending Lo pulang terus istirahat. Gue ga mau Lo kecapekan" ujar Ali lembut. Ali melepaskan tangannya dari tangan Rianti.

Ali berdiri untuk menyamai tingginya dengan Rianti. Ali sedikit merapihkan rambut Rianti yang tertiup angin itu.

Rianti merasa perlakuan Ali ini semakin membuatnya jatuh cinta. "Gue ga kenapa-kenapa kok. Gue mau bantuin Lo buat bujuk Prilly" ujar Rianti.

"Tetap aja gue ga mau Lo kenapa-kenapa. Gue ga mau Lo berurusan sama Prilly. Lo terlalu lembut buat dengerin omongan pedes si Prilly itu" ujar Ali lagi.

Ali dan Rianti tidak sadar bahwa Prilly kini berada di depan pintu kelas mereka. Prilly ingin mengambil tasnya, tetapi tanpa sengaja Prilly mendengar ucapan Ali yang semakin membuatnya hancur.

Prilly berlalu dari kelas itu, dia mengurungkan niatnya untuk mengambil tasnya. Hatinya bergemuruh saat ini.

"Lo harus nurut sama gue, gue telponin taksi ya" paksa Ali lagi.

Ambitions {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang