Ambitions 28

5.5K 397 10
                                    

Tanpa aku sadari, kehadiranmu seperti udara yang menjadi prioritas dalam hidupku.


SMA Cakra Buana benar-benar sepi kali ini. Bukan hanya karena masa liburan semester, tetapi juga karena teman-teman satu tim musik dengan Prilly dan Ali sudah pulang ke rumah mereka masing-masing. Kini di sana hanya ada Ali, Prilly dan derasnya suara hujan.

Prilly bisa saja nebeng bersama yang lain. Bahkan tadi bu Ernis sempat menawari Prilly untuk pulang bersama karena kondisi cuaca yang mendung. Bu Ernis tidak tega kalau Prilly nanti terkena hujan jika pulang bersama Ali, karena Bu Ernis tau kalau Ali membawa sepeda motor bukan mobil.

Tapi Prilly menolak tawaran Bu Ernis karena Prilly pikir Arbani masih menunggunya di luar. Dan nyatanya, Arbani sudah pulang karena menuruti permintaan Ali. Cerdas.

Dengan perasaan yang sangat kesal, Prilly memaki-maki Arbani dalam hatinya. "Awas ya Lo ban," itulah kalimat yang terus dirapalkan Prilly.

Sementara Ali, cowok itu tak henti-hentinya memandangi Prilly. Ali sangat gemas melihat wajah cewek itu yang kelihatannya sedang menahan amarah.

Seharusnya ini momen yang tepat untuk Ali meminta maaf pada Prilly. Tapi entah kenapa suasana yang seharusnya mellow mendadak jadi lucu bagi cowok itu.

Prilly yang dulu baginya adalah makhluk paling menyebalkan jika sudah marah, tapi kali ini malah kebalikannya. Prilly menjadi makhluk paling menggemaskan dan rasanya Ali ingin sekali mencubit pipi chubby Prilly yang terlihat sangat lucu dari samping seperti itu.

"Apa Lo liat-liat?," tanya Prilly tak senang. Sedari tadi Prilly melihat dari ekor matanya bahwa Ali tak henti-hentinya memperhatikan dirinya sambil senyam-senyum seperti orang kesurupan.

"Lo cantik," dua kata sederhana itu keluar dengan santai dan lancar dari bibir Ali. Dan entah mengapa pipi Prilly sepertinya ingin meledak saat itu juga.

"Basi," ujar Prilly dengan nada yang diusahakan sedatar mungkin. Prilly tidak ingin tertangkap basah bahwa pipinya sedang memerah saat ini.

"Gue beneran, Lo emang cantik." Prilly benar-benar tidak habis pikir. Apa sebenarnya yang ada di otak Ali. Dirinya sedang marah pada cowok itu, seharusnya saat ini cowok itu berusaha meminta maaf padanya. Tapi mengapa cowok itu malah menggombal.

Daripada semakin grogi, Prilly memutuskan untuk menghindar dari Ali. Pura-pura sibuk menghubungi Arbani yang sedari tadi tidak mengangkat. Dan hal ini membuat Prilly semakin marah.

Ali tak tinggal diam. Cowok itu mengikuti langkah Prilly. Rasanya ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan maaf pada Prilly yang perasaannya masih meletup-letup. Ali banyak belajar dari Mama nya cara mengatasi kemarahan seorang cewek. Apalagi ceweknya seperti Prilly.

"Lo ga ada kerjaan lain selain ngikutin orang?," kesal Prilly. Suaranya sedikit ditinggikan karena derasnya suara hujan.

Ali celingak-celinguk kesana kemari. Dan ini membuat Prilly semakin bingung menghadapi sikap aneh Ali.

"Mana orangnya,?" tanya Ali polos. Matanya seperti orang yang meminta petunjuk.

"Gue orangnya bego," Prilly membatin karena sudah habis kesabaran. Memang Ali pikir dia bukan orang. Prilly berusaha menahan emosinya dan hanya memutar bola matanya dengan malas.

"Gue ga lihat ada orang di sini selain gue. Dan yang gue ikutin tadi bukan orang," ujar Ali santai. "Tapi bidadari," lanjutnya lagi.

Oh my God. Prilly boleh pingsan ga guys. Tidak tau harus kesal, marah, senang atau apalah itu namanya. Semuanya bercampur aduk saat ini.

Ambitions {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang