Ambitions 32

5.9K 415 24
                                    

Kini kita terjebak dalam episode cinta yang tiada akhir. Selamanya perasaanku hanya untukmu.
Melukis bersama kenangan masa kecil kita.
Mengikuti jalan yang telah dipilih oleh hati kita.


Ali melempari jendela kamar Prilly dengan batu kerikil kecil yang sempat ia kumpulkan karena tidak berhasil menemukan tangga cadangan untuk naik ke balkon kamar cewek itu.

Prilly yang saat itu masih melamun di meja belajarnya merasa terganggu dengan suara-suara berisik di jendela kamarnya karena lemparan Ali.

"Apa sih?," gumam Prilly. Dengan sangat malas Prilly berjalan menuju jendela kamarnya untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.

Saat Prilly menyingkap sedikit gorden kamarnya, cewek itu menangkap sosok Ali yang akhir-akhir ini ingin sekali ia hindari.

Tapi tampaknya keras kepala Ali memang sangat akut. Prilly memutar bola matanya karena jengah dengan kelakuan alay macam Ali ini.

Ali yang tau bahwa Prilly menyingkap gordennya merasa senang dan semakin gencar melemparkan kerikilnya kalau Prilly tidak kunjung turun untuk menemuinya.

Tidak mau berlama-lama, Prilly lebih memilih turun untuk menemui cowok itu. Karena kalau tidak, Tante dan Om Prass akan curiga akibat suara bising dari Ali.

Terlihat tidak sopan sih, tapi Ali melakukan ini karena Ali yakin jika dia langsung masuk ke rumah Prilly lalu meminta Tante atau Om nya untuk memanggilkan nya, pasti cewek itu tidak akan turun untuk menemuinya.

Satu menit kemudian Prilly sudah berada di bawah dan kini tengah berhadapan dengan Ali. Raut wajahnya benar-benar dingin tanpa ekspresi.

Sementara Ali memasang raut wajah bahagia. Senang karena sudah tau alasan dibalik menjauhnya Prilly, senang karena Prilly turun menemuinya dan senang melihat wajah dingin cewek itu. Ali mengingat pertemuan pertama mereka di dalam kelas, ekspresi wajahnya sama persis seperti saat ini.

"Lo udah gila atau gimana sih?," tanya Prilly kesal.

"Iya. Gue gila karena Lo," jawab Ali tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari Prilly.

Prilly yang ditatap seperti itu merasa hatinya seperti dicampur aduk. Cowok itu selalu saja membuat hatinya tidak karuan seperti ini dan membuat Prilly harus memiliki ekstra kekuatan untuk melawan kelemahan hatinya.

"Kalo Lo mau ngomong sesuatu Lo salah waktu dan tempat. Mendingan Lo pulang dan tunda dulu omongan Lo," ujar Prilly sambil bersedekap.

"Kalo gue maunya sekarang gimana?," tanya Ali lagi.

Prilly berdecak karena kesal. "Lo susah banget buat ngertiin sesuatu ya," ujar Prilly dengan nada suara yang tidak santai.

"Kita sama. Lo juga susah buat ngertiin sesuatu," balas Ali.

"Terserah Lo deh mau ngomong apa. Gue capek dan gue mau tidur. Jangan lemparin jendela kamar gue. Kalo kacanya pecah Lo ga bakalan bisa ganti, karena kacanya mahal." Prilly membalikkan badannya hendak masuk.

Buru-buru Ali menahan Prilly lalu membalikkan tubuh mungilnya. "Gue belum selesai," ujar Ali.

Prilly semakin kesal karena keras kepala Ali yang terlalu sulit untuk dimengerti.

Ambitions {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang