Ambitions 29

4.7K 348 14
                                    

Kau hadir di saat keegoisan cinta tengah mendera. Yang aku tak pernah tau apakah itu sebuah cahaya yang akan membawa kedamaian atau luka yang akan membawa kehancuran.


"Sebenarnya kita ini apa?."

Kening Ali nampak berkerut saat Prilly mempertanyakan hal itu. Bukan tidak mengerti alias clueless seperti kebanyakan cowok-cowok yang lain, hanya saja rasanya belum tepat. Ali juga belum tau bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Apa ini hanya perasaan untuk memenuhi janjinya dulu atau perasaan cinta seperti yang dikatakan orang-orang.

"Kita? Kita kan manusia," jawab Ali santai.

Mendengar jawaban Ali yang seperti ini membuat Prilly kembali mendidih. Baru saja berada dalam momen yang menyenangkan tiba-tiba saja Ali menjatuhkan lagi momen itu menjadi momen paling menyebalkan.

Prilly mengalihkan pandangannya dari Ali. Mata mereka tidak saling bertatapan lagi. Terserah apalah itu namanya. Yang penting saat ini Prilly sedang kesal.

Saat Ali ingin memegang tangan Prilly tiba-tiba ponselnya bergetar. Tertera di id-caller Damar.

Ali menggeser tombol hijau di layar hp nya untuk menjawab panggilan itu.

"Halo Lo di mana Li?," terdengar suara Damar dari seberang sana.

"Gue di taman rumah sakit," balas Ali. Prilly mengerutkan keningnya ingin tau siapa yang tengah menelpon Ali saat ini tapi Prilly tidak ingin menoleh karena masih merasa kesal.

"Rianti.. Ri,, Rianti udah sadar Li," nada suara Damar terbata-bata sehingga Ali tidak dapat memprediksi apa yang terjadi.

"Kenapa Lo mendadak gugup begitu, baguslah dia udah sadar."

"Lo harus kesini," pinta Damar.

"Oke gue ke sana," Ali memutuskan panggilan lalu mengalihkan perhatiannya pada Prilly.

Prilly yang merasa ditatap penuh arti oleh Ali terpaksa menolehkan kepalanya sembilan puluh derajat ke arah Ali.

"Kenapa?," suara Prilly masih terdengar kesal.

"Rianti udah sadar."

Prilly terdiam sejenak, tidak tau mau senang atau bagaimana.
"Bagus dong," jawab Prilly seadanya.

"Damar nyuruh gue ke sana. Dan Lo harus ikut," pinta Ali.

"Damar cuma nyuruh Lo bukan gue," ujar Prilly.

"Tapi gue maunya Lo ikut," mohon Ali.

Prilly bangkit dari duduknya. "Ayo. Gue ga mau disangka Damar kalo gue yang mempengaruhi Lo buat ga datang saat sahabat Lo udah sadar dari kritisnya," ujar Prilly sarkastis. Meski terdengar jahat tetapi dalam hati Prilly sebenarnya dia tidak ingin mengatakan hal itu.

Ali tersenyum dan bangkit dari duduknya lalu meraih tangan Prilly untuk ia genggam.

"Ayo," ujar Ali.

Prilly melihat tangannya yang digandeng oleh Ali. Lalu cewek itu teringat bahwa dulu tangan itu selalu menggandeng Rianti, mengelus rambut Rianti, dan semua hal manis lainnya.

Ambitions {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang