Ambitions 31

4.6K 371 22
                                    

Kau terkunci dalam
nostalgia yang tidak dapat aku sentuh.
Yang membuatku tidak dapat kembali ke waktu saat kamu memberikan aku sebuah pelukan


"Prill..." Ali berteriak memanggil nama gadis yang belakangan ini selalu menghindarinya.

Prilly terus saja berjalan tanpa menghiraukan Ali yang sedari tadi berteriak memanggil namanya. Cewek itu melangkah secepat mungkin dan berharap bahwa Arbani sudah ada di depan, menunggunya dan mengantarnya pulang.

Ya, mereka saat ini ada di sekolah. Ini adalah hari ke dua puluh lima mereka untuk latihan musik karena waktu lomba sudah terbilang dekat, kurang lebih satu bulan setengah lagi.

Berkat bujukan dari Ali, Arbani, Bu Ernis bahkan Om Prass dan Tante Siska, Prilly tidak jadi mengundurkan diri dari latihan musik.

Ali sangat senang karena Prilly tetap bertahan pada latihan mereka. Tetapi bukan tanpa syarat Prilly mau memenuhi keinginannya. Cewek itu mempunyai satu syarat untuk Ali.

"Gue ga akan berhenti tapi dengan satu syarat."

"Apa?."

"Lo jangan dekat-dekat sama gue di luar jam latihan. Kita cuma partner saat latihan. Selebihnya kita kembali seperti dulu, jauh, diam dan ga saling peduli."

"..."

"Iya atau enggak sama sekali?."

"Iya gue siap. Gue akan penuhi syarat Lo."

"Bagus."

Akan tetapi yang ada Ali tidak bisa sama sekali memenuhi syarat itu. Saat ini sudah waktunya pulang. Itu artinya jam latihan musik sudah usai. Seharusnya Ali tidak mengejarnya seperti ini.

"Prilly please," lirih Ali yang berhasil menghentikan langkah Prilly dan langsung menahan tangan cewek itu.

"Li please," balas Prilly menahan perasaan dalam hatinya.

"Gue ga bisa kita kayak gini sebelum Lo kasih tau alasannya kenapa Lo mendadak berubah," ujar Ali.

"Gue udah kasih tau alasannya kemarin. Apa perlu gue ulangi lagi?," tanya Prilly.

"Itu ga logis menurut gue. Setelah semuanya terjadi, kita masih baik-baik aja Prill."

"Dan kenapa tiba-tiba Lo jadi seperti ini? Seolah-olah ada satu kesalahan besar yang udah terjadi sama kita," lanjutnya lagi.

"..."

"Jawab gue Prill," Ali memegang kedua bahu Prilly. Sementara Prilly tetap diam dan menunduk. Tidak mampu berbicara karena menahan air matanya

Prilly merasa kesal sekaligus sedih melihat keadaan Ali saat ini. Kenapa cowok di hadapannya ini suka sekali memaksa. Seandainya Ali mengerti bagaimana perasaannya saat ini. Seandainya Ali bersikap biasa saja, mungkin Prilly tidak akan serapuh ini.

"Prilly." Ali mengguncang kedua bahu Prilly yang dipegangnya.

"Lo bego atau apa sih Li," teriak Prilly karena sudah tidak tahan lagi. Prilly dengan kasar melepaskan kedua tangan Ali dari bahunya.

Ambitions {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang