Ambitions 9

5.6K 399 19
                                    

Janji yang terikat di antara kita adalah abstrak.
Lalu menjadi konkret saat perasaan itu terus tumbuh dan tumbuh.


Suasana pagi ini masih sama bagi Prilly seperti kemarin. Banyak mulut yang menggosip di sepanjang koridor sekolah saat dirinya lewat. Bahkan tak jarang salah satu dari mereka dengan sengaja mengeraskan suara agar didengar oleh Prilly. Tak jarang pula Prilly menghampiri mereka dan melabraknya. Seperti saat ini.

"Heh yang Lo omongin itu ga penting banget sih. Mending Lo belajar yang rajin, bentar lagi ujian. Yang gue denger sih, nilai Lo ga pernah lebih dari 60" sinis Prilly pada gadis ber-name tag Karin itu.

Tangan Karin mengepal menahan malu karena kini topik tertawaan gerombolan gosip itu beralih kepada dirinya. Prilly tersenyum sinis dan bersedekap untuk menunjukkan bahwa Prilly itu jauh lebih baik dibandingkan mereka.

"Jaga mulut Lo ya" ujar Karin dengan nada bergetar.

"Lo yang harusnya jaga mulut. Lo semua bahkan ga lebih baik dari gue" balas Prilly menunjuk mereka satu persatu.

"Emang Lo merasa kita gosipin?" tantang Karin. "Kalau merasa ya bagus deh. Biar Lo sadar kalo Lo itu harusnya jauhin Ali" lanjutnya lagi.

"Emang lo siapanya Ali? Nyokap nya? Enggak kan. Jadi ngapain ngatur-ngatur gue buat jauhin dia. Lagian asal Lo tau ya, bukan gue yang deketin dia. Garis bawahin" ujar Prilly penuh penekanan. Kalau saja Prilly tidak menjaga image nya demi Ali, Prilly bisa saja saat ini sudah menjambak rambut Karin. Tetapi ini masih pagi, Prilly takut tiba-tiba saja Ali datang entah dari mana lalu menilai buruk dirinya.

"Iyuhh ga tau malu banget sih" ujar Karin lagi.

Prilly sudah malas menanggapi mulut Karin yang terus mengoceh. Daripada otaknya mendidih dan kehabisan kesabaran, Prilly memilih pergi dari gerombolan genk penggosip itu.

Entahlah, Prilly merasa paginya kembali buruk. Hanya kemarin, ya hanya itu satu-satunya pagi terbaik yang Prilly punya. Saat bersama Ali, di satu mobil yang sama.

Prilly duduk di bangku dan menatap bagian bangku Ali. Ternyata Ali sudah datang, buktinya Prilly melihat tas Ali tersampir di punggung bangkunya. Tapi di mana lelaki itu, batin Prilly.

Prilly kembali merenung keputusan yang diambil nya. Dari saran Tante Siska, yang berusaha meyakininya bahwa harus tetap membuat Ali jatuh cinta padanya. Dan dari omongan banyak orang tentang ia yang harus menjauhi Ali.

Prilly frustasi dan menutup kedua wajahnya. Saat ini moodnya benar-benar hancur.

Tiba-tiba Ali dan Rianti masuk bersamaan ke dalam kelas. Dan ya, Prilly melihat ini. Ali juga melihat ke arah Prilly. Untuk beberapa saat mata mereka saling bertemu. Prilly dengan tatapan yang sulit diartikan dan Ali juga sama, tatapan yang sulit diartikan.

Sejujurnya Prilly kecewa melihat hal ini, tetapi dia juga marah. Kenapa Ali selalu dekat dengan Rianti. Sedangkan dengan dirinya, Ali mendekatinya karena atas dasar suruhan pak Bima.

Seketika itu ambisinya runtuh. Prilly ingin mundur saat itu juga. Dan kembali menjadi Prilly yang dulu, yang membenci Ali.

Rianti yang merasa Ali tak memperhatikannya merasa kesal dan melihat siapa objek fokus Ali. Ternyata itu Prilly. Di situlah rasa kecewa Rianti kembali tumbuh dan ingin cepat-cepat melaksanakan rencananya dengan Renata.

"Li.. ih dari tadi aku ngomong ga didengerin. Males ah" Rajuk Rianti dengan nada manja yang dibuat-buat. Rianti sengaja ingin memanas-manasi Prilly.

Prilly sangat muak mendengar nada bicara Rianti itu. Ingin rasanya Prilly membuka sepatunya dan menyumpelnya ke mulut Rianti.

Ali menoleh ke arah Rianti dan tersenyum canggung. Ali pura-pura menggaruk hidungnya.

Ambitions {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang