Happy reading.
🍑🍑🍑
Ketukan demi ketukan Eya lakukan pada daun pintu sebuah rumah sederhana. Mentari tengah bersinar dengan galaknya hingga menembus kulit. Dahaga menyiksa dirinya. Diselingi salam Eya mengetuk sekali lagi.
"Wa'alaikum salam. Ya Allah, Eya mah. Ayo ayo masuk Nak."
Ibu Parwati si pemilik rumah menyambut Eya dengan baik. Parwati menyilakan Eya duduk dan ia sendiri ke belakang untuk membuatkan minuman.
"Lama tak pulang, apa kabar Eya?" tanya Parwati ketika meletakkan segelas es teh di atas meja.
"Alhamdulillah Eya sehat. Ibu Par sehat? Gimana sama Anti? Ada di rumah?" Anti adalah putri Parwati teman kecil Eya.
"Sudah menikah dan tinggal dengan suaminya di Bandung. Kalau Eya gimana? Sudah bermenantukah ibu ini?"
Eya tersenyum.
"Eh diminum tehnya. Cuman ini yang ada di rumah Ibu."
"Makasih, Bu Par." Eya menyesap minuman. "Eya mau ziarah ke makam ibu sama ayah. Ibu Par bisa temanin Eya?"
Raut wajah Parwati berganti layu. "Setahun ya. Ibu pasti menemani Eya. Eya jangan takut."
Mereka bertukar senyuman. Lalu mengalirlah cerita kalau sekarang Eya telah menikah.
"Jadi sudah ada calon cucu Ibu di sini?" tanya Parwati menyentuh perut rata Eya. Eya mengangguk.
"Eya mau kasih tahu ibu dan ayah juga. Eya nggak pernah lagi ziarah ke makam. Eya takut sendirian."
"Ibu dan ayah kamu pasti mengerti. Jadi kenapa Eya cuman sendirian kemari? Kenapa tidak dengan suami?"
Eya menggeleng. "Suami Eya nggak bisa ikut. Sedang kuliah, Bu Par."
"Hmmm.. iya iya. Tidak masalah. Eya sudah sampai di sini artinya Eya aman. Mau istrirahat dulu atau mau langsung ke makam?"
"Langsung aja Bu, Eya mau balik hari. Eya masih kerja besok." Alasan sebenarnya karena Eya tidak meminta izin suami.
"Tunggu sebentar ya. Ibu bersiap dulu. Habiskan minumnya."
Parwati adalah tetangga rumah Eya. Eya menitipkan kunci rumahnya di sini. Ia juga menjadikan Parwati ibu kedua karena dulu sering bermain di sini bersama Anti.
"Ayo, Nak, nanti kita beli bunga di komplek pemakaman aja."
🍑🍑🍑
Eya menyebarkan bunga di atas pusara ayahnya kemudian ibunya. Doa ia ucapkan dalam diam. Tetes demi tetes air mata mengawani lafadz doa.
"Maaf Eya nggak ke sini lagi, Yah, Bu. Eya juga nggak minta izin dulu sama Ayah dan Ibu sebelum menikah. Eya minta maaf Bu, Ayah." Dielusnya keramik pusara kedua orang tuanya. "Ini Eya datangnya nggak sendirian. Selain sama Bu Par, Eya datang bawa calon cucu Ayah sama Ibu."
"Oh. Kamu masih hidup?"
Eya dan Parwati menoleh ke belakang pada suara yang bertanya dengan nada tak senang. Eya menempelkan tubuhnya pada Parwati.
"Kalau aku masih hidup terus kenapa memangnya? Kamu ingin mengantarkan aku ke sini?" tunjuk Eya pada makam kedua orang tuanya.
"Ssttt... Eya jangan dipancing. Sabar." Parwati berbisik di telinga Eya.
"Berani juga kamu datang lagi ke sini. Aku kira kamu betah sekali di tempat lelakimu itu."
Kedua mata Eya membola. Ia pun berdiri. "Kamu mengikuti hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Revenge (Ful Bab)
General FictionDendam mengawali semuanya. Hujan, hitam, dan pekat. Malam dan hujan menyatukan mereka secara paksa. Dapatkah mereka keluar dari carut marut perasaan dendam yang tak berkesudahan? Hingga suatu hari, cinta mendatangi kediaman mereka. Dapatkah merek...