EYA[36] May I Love You?

18.3K 2.3K 204
                                    

Delapan puluh hari lamanya tidak melihat dan mendengar Eya Driella merupakan ketahanan luar biasa bagi Zoffan. Pada hari ke-81 ini, saat ia sedang menikmati paras tampan bayinya, suara perempuan yang ia kasihi menembus ke telinga. Tentu saja Zoffan Vaiden Ali langsung menoleh ke asal suara. Eya Driella berdiri terpancang delapan langkah darinya.

"Umi, tolong pegangin Fikri sebentar," pintanya langsung menyerahkan bayinya tanpa menunggu persetujuan dari Umi.

Satu langkah, dua langkah, hingga tujuh langkah telah membunuh rindu selama 81 hari. Ia menyisakan satu langkah sebagai jarak pengamatan terhadap rupa istrinya. Dia pandangi wajah Eya dari dagu, kedua pipi, hidung, dan mata, lalu tersenyum sambil menatap manik mata Eya. Zoffan mengulurkan tangannya kepada Eya. Zoffan sengaja melewati melihat bibir dengan alasan tertentu.

"Apa kabar, Ey?" tanyanya dengan menatap mata Eya begitu dalam.

Eya menyambut uluran tangannya. Zoffan menggerakkan tangan mereka yang berjabat ke ujung hidung Eya. Saat punggung tangannya dicium, Zoffan menyentuh belakang kepala Eya. Eya sedikit menengadah kepadanya dan kedua manik mereka kembali saling bersitatap. Hanya Zoffan yang tersenyum di antara mereka. Dia sentuhkan ujung hidungnya ke kening Eya.

"Ada rindu di sini?" tanya Zoffan menunjuk kepala Eya. Ujung telunjuknya bersentuhan dengan pelipis Eya.

"Kamu telat," kata Eya.

"Ada rindu di sini?" tunjuk Zoffan ke dada Eya.

Eya menepiskan tangan Zoffan. Ditaruhnya kedua tangan di pundak Zoffan. Mereka saling memandang lalu Eya tersenyum. Eya injak kaki Zoffan dengan tumit telanjang—tanpa hak—tapi cukup membuat Zoffan terperangah oleh perbuatan istrinya itu.

Eya melangkah menjauhi Zoffan dan mengambil Fikri dari Runa.

"Mami rindu sekali sama anak Mami ini. Fikri juga kangen, ya, sama Mami. Iya? Ayo temani Mami," ujar Eya kepada bayinya dan tersenyum pamit kepada Runa sebelum membawa Fikri ke kamar.

Zoffan memeluk Runa. "Sama Umi aja pelukannya. Istri Zoffan enggak mau," katanya kembali manja kepada sang ibu.

"Sudah Umi bilang, Eya bakalan marah. Lihat, marah benaran, 'kan? Kamu sih tidak pernah telepon dia langsung! Kalau Umi, Umi juga tidak akan menyambut kamu pulang!"

"Bisa gagal proyek Zoffan. Kalau gagal, ujung-ujungnya Abi suruh bertahan di sana sampai setahun dan cari proyek baru. Temannya Om Heri tuh banyak di sana. Bisa saja Abi kongkalingkong untuk menelantarkan Zoffan lebih lama lagi. Aah, Umi tenang aja ah. Eya memang malu-malu begitu. Kelihatannya nih Mi, dia mau peluk Zoffan. Tapi malu ada Umi."

"Sudahlah, temui istrimu! Nanti bertambah marah lagi."

"Hoy, Zoffan!"

Zoffan urung melangkah ke kamar. Ia melambaikan tangan kepada kakak sepupunya, Tayara Amora. "Halo, Kak."

"Kenapa baru pulang? Abi Syofiyyan bilang, dua minggu sebelum wisuda. Kamu macam-macam, ya, di sana?"

"Duduk, Ya," kata Runa menawarkan.

Tayara berjalan ke bangku di samping Runa. Zoffan menyusul di belakangnya. Lelaki itu menunda untuk bertemu Eya.

"Ada sedikit masalah kemarin. Jadi aku tunggu sampai selesai. Untungnya berkas-berkas kampus sudah minta tolong Deka. Yah aku datang buat wisuda doang. Datang, ya, Kak Ya."

"Tapi Kak Eya kira kamu lupa anak dan istri lho di sana. Biasanya pasangan yang berpisah seperti kalian pasti komunikasi setiap hari. Nah, kamu? Dari cerita Umi, kamu enggak pernah telepon Kak Eya. Itu satu. Dua, kamu telat banget dari waktu yang dijanjikan."

Crazy Revenge (Ful Bab)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang