EYA[24] Crazy Because of You

21.1K 2.1K 333
                                    

"Bang, please. Kasih aku kesempatan buat bicara sekali aja."

Perempuan yang pernah dia pacari itu datang lagi. Enggak ada bosannya mengikuti Zoffan kemana-mana. Nih ya, minggu-minggu ini, Zoffan hampir stres memikirkan skripsi. Perempuan itu menambah satu lagi daftar panjangnya yang mengakibatkan kontraksi di otak Zoffan. Pecah!

"Ya udah ngomong aja sih! Emang kamu mau bicara apa? Penting buat aku apa nggak?"

Perempuan yang sebenarnya cantik itu—dulu Zoffan terima dia karena aksi tak pantang menyerahnya seperti ini dan karena dia cantik. Zoffan menyukai perempuan cantik karena dari sanalah seninya dunia. Jalan dengan perempuan cantik akan menghidupkan hari-harinya yang monoton dengan aktivitas membosankan—kuliah—kecuali wall climbing. Tapi sayang, kebaikan Zoffan menerima wanita itu sebagai pacar disalahi—bukan dikhianti karena Zoffan tidak merasa begitu—dengan selingkuh.

"Nggak di tempat yang rame kayak gini, Bang. Kita butuh tempat yang kondusif."

"What, kita? Kamu kali. Eh, sepenting apa emangnya? Di sini aja kenapa?"

Perempuan itu mencakar-cakar tanah dengan sepatunya. Dia juga mengacak rambut belakangnya. Zoffan mengamati itu semua dengan menyipitkan mata sambil melipat tangan di dada. "Cepat! Nggak ada tempat kondusif-kondusif."

"Aku minta maaf. Aku tuh cuman mau lihat Bang Zoff cemburuin aku makanya aku lakuin itu."

Zoffan sudah mengira sih. Dia angkat bahu, mencebikkan bibir. "Iya dimaafkan. Udah 'kan? Aku mau balik."

"Tapi kenapa Bang Zoffan mutusin aku terus menikah dengan perempuan lain? Kenapa harus nikah?"

Niki menunduk dengan kedua tangan meremas ujung kemejanya. Zoffan mendengkus. Tipe wanita payah yang hobi kepoin masalah orang lain, pikirnya.

"Yee nanya hal sepribadi itu, kita nggak akrab banget sampai aku harus  jawab pertanyaanmu itu. Udah ya, kamu cari laki-laki yang lebih baik dari aku. Nggak usah tanya-tanya 'kenapa' sama aku lagi."

Zoffan berjalan menjauh. Uh itu perempuan semoga saja nggak mengejar Zoffan lagi. Sudah cukup masalah Zoffan vs Bu Ningtyas. Nih, ibu pembimbingnya itu kirim pesan untuk bimbingan di rumahnya. APA? Di rumahnya? Biasanya kalau nggak di restoran dekat-dekat kampus atau di restoran dalam mall—katanya sih ibu itu kebetulan ada waktunya setelah dia belanja—sekarang dia ingin Zoffan datang ke rumahnya.

Rambutnya kembali ia acak-acak. Ia buka kancing kemeja atasnya yang membuat ia risih. Karena bimbingan, bimbingan, dan bimbingan, Zoffan terpaksa memakai pakaian formal seperti itu. Padahal ia sama sekali nggak nyaman dengan kemeja dan celana dasar. Jadi malam ini pulang telat lagi?

***

"Tuh tuh lihat. Hape jelek ini nggak rame. Nggak bisa internetan, nggak bisa chat-an."

Sepi banget.

"Tapi kalau dia pulang juga bisanya cuman bikin sakit hati. Mulutnya makin lama makin pahit. Suka nyalahin orang. Padahal dia yang salah tapi kita yang dibentak-bentak."

Eya hanya bisa mengajak anaknya mengobrol satu arah. Mau bagaimana lagi? Punya suami tapi sibuknya mengalahkan menteri. Kalau pulang bukannya jadi teman bicara tapi jadi teman ribut. Ini bahkan lebih parah dibanding awal-awal perkenalan mereka—dimana Zoffan memang suka menghina, mengancam, dan memarahinya. Sekarang suaminya itu membawa stresnya ke rumah. Umpamanya begini, orang lain yang bikin sakit perut, Eya tempat buang airnya. Eyalah yang kena kotorannya. Eyalah yang dibusuki oleh aromanya.

Masalah lelaki itu pasti tak jauh-jauh dari skripsinya yang tertunda. Waktu itu Eya tanya kenapa muka Zoffan kok nggak enak banget dilihat—niatnya Eya ingin mengurangi beban lelaki itu dengan mengumpan canda—eh malah dibentak. Dia katakan kalau Eya itu nggak bersyukur dinikahi, nggak terima pernikahan mereka, masih saja berniat jadi perusak hubungan orang, masih punya maksud busuk untuk mengambil suami orang, sudah syukur ada yang mau menikahi perempuan nggak berharga kayak dia, dan masih banyak lagi kata-kata kurang ajar yang harus Eya terima.

Crazy Revenge (Ful Bab)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang