"Sah?"
"Sah."
"Sah!!"
"Alhamdulillah." Zoffan mengusap telapak tangan ke wajahnya. Dadanya membuncah senang. Ia melantunkan banyak hamdalah dalam hati. Zoffan menoleh ke samping dan tersenyum kepada Eya. Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk disalami oleh Eya.
Eya tersenyum kepadanya. Senyuman itu sangat cantik bahkan terlihat bersinar seolah cahaya bulan diarahkan hanya kepadanya. Eya mencium punggung tangan Zoffan.
Setelah ijab kabul, kedua pasangan itu berlutut di hadapan para tetua. Keduanya meminta maaf karena telah mencoreng nama keluarga.
"Kalian harus jadi orang tua yang baik untuk anak-anak kalian. Bimbing mereka menjadi anak saleh dan saleha. Kenalkan anak-anak dengan ilmu agama sejak dini. Terpenting, dekatkan mereka dengan Al-Quran," pesan Fakri kepada Eya dan Zoffan.
"Kami akan berusaha menjadi orang tua yang baik. Kami membutuhkan bimbingan Paman juga untuk mewujudkannya."
"Doa kami selalu mengiringi kalian."
Zoffan dan Eya menyendiri di taman belakang. Mereka meninggalkan Fakri beserta istri dan anaknya bersama Runa dan Syofiyyan. Pun sejak tadi, Baby Fikri dalam pengasuhan sang nenek.
Kedua pasangan itu duduk di sebuah bangku di bawah pohon. Tiga puluh sentimeter jarak mereka saat ini.
Zoffan membersihkan tenggorokan. Ia toleh ke kanan. Eya bergeming tak merasa terganggu. Kelopak mata wanita itu terpejam.
"Cantik."
Mata Eya terbuka. Wanita itu memutar kepala ke samping kepada Zoffan yang mengusiknya.
"Aku dandan sedikit," kata Eya dengan mengulas senyuman. Tangan Eya bergerak ke kepala Zoffan kemudian meringis. "Ini enggak sakit?"
"Laki-laki biasa dapat luka bahkan bisa lebih parah dari ini."
"Kamu harus hati-hati dengan Zay. Dia pshyco. Dia mata-matain kita. Kamu enggak boleh menganggap remeh dia."
"Aku mengerti. Kamu jangan khawatir. Aku akan jaga kalian dari manusia jelmaan seperti dia."
"Lain kali, jangan ikut kalau dia suruh kamu datang menghampiri dia. Tuh, lihat, kepala kamu bukan tembok. Kalau dia pukul pakai balok seperti semalam, ya, bisa pecah. Kalau dia datangi kamu, kamu harus waspada."
"Iya iya."
"Kamu tuh suka olahraga, harusnya punya otot untuk membogem dia. Aku pasti senang lihat dia bonyok di tangan kamu. Jangan sampai kamu lengah terus dia apa-apain kamu lagi seperti tadi malam. Aku-kamu bikin aku takut."
"Enggak lagi. Aku semalam enggak apa-apa. Aku sengaja mau dengar kamu nangisin aku. Selain dengar ada yang khawatir padaku, aku juga dengar ada yang sayang kepadaku." Zoffan mengedipkan mata.
"Siapa?" Tangan Eya terlipat di dada. Dagunya terangkat.
"Ini." Jemari Zoffan dia colekkan ke dagu Eya.
"Fan."
"Apa, Hani?" Zoffan bergeser memutuskan jarak di antara mereka. Kepalanya ia jatuhkan di pundak Eya. Matanya ia pejamkan.
Aku berdebar. Ya ampun. Kenapa bisa seperti ini? Eya membatin.
"Maaf karena udah bicara kasar. Aku lepas kontrol. Awalnya aku cuman mau ngetes eh kelepasan habisnya kamu diam aja dihina-hina begitu. Biasanya kamu ngamuk-ngamuk."
"Karena yang kamu katakan benar."
"Tidak. Itu semua enggak benar. Aku menghargai perasaan kamu. Aku suka dicintai olehmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Revenge (Ful Bab)
General FictionDendam mengawali semuanya. Hujan, hitam, dan pekat. Malam dan hujan menyatukan mereka secara paksa. Dapatkah mereka keluar dari carut marut perasaan dendam yang tak berkesudahan? Hingga suatu hari, cinta mendatangi kediaman mereka. Dapatkah merek...