Perpusatakaan perguruan tinggi tempat Zoffan menuntut ilmu saat ini lengang. Beberapa kepala menunduk ke meja pada buku yang terkembang. Ada juga yang memainkan jemari di keybord laptop sambil sesekali mencuri lihat ke buku sumber di sebelahnya. Pun pemuda berkemeja lengan pendek dengan rambut kusut—namun menambah pesonanya itu—tengah menyelami buku-buku sumber untuk penelitiannya.
"Sudah dong Fan, balik yuk! Sore nih, ayo kita olahraga!" Radeka menggerutu di sebelah Zoffan.
Sejak sejam yang lalu ia menunggu Zoffan namun sahabatnya itu tak terusik oleh kehadirannya.
"Selly ngajak aku tolak demi kamu! Udah beberapa hari nggak wall climbing! HOY!" Radeka menepukkan buku ke meja mengakibatkan ia medapatkan tatapan tajam dari penghuni perpustakaan dan delikan tajam dari ibu-ibu pustakawan.
Ardinal, satu wadah organisasi dengan Zoffan dan Radeka, mendekat dengan satu buku di tangan. Kaca mata baca bertengger di matanya. Ardinal duduk di sebelah kanan Zoffan. Zoffan mengambil kaca mata Ardinal lalu memakainya. Ia kemudian melanjutkan bacaannya.
"Zoffan sudah punya olahraga pengganti. Olahraga bareng kita mana menarik lagi," kata Ardinal tak dihiraukan Zoffan. Ia lirik buku yang dibaca Zoffan. Dipukulnya pundak lelaki yang mencuri kaca matanya itu. "Semangat Bang, kami selalu ada di belakangmu, tamatnya." Ardinal tertawa sendiri.
"Eh, Deka! Nanti malam nongkrong, yok!"
"Tumben kamu yang ngajak? Nggak ikut pengajian memangnya malam ini?" Yah alasan seperti itu sering digunakan Ardinal kalau diajak hang out.
"Aku kasihan sama Bang Deka, ditinggal nikah sama Bang Zoffan, jadi nggak punya teman jalan."
"Sialan lo, Nal!"
"Bang Dek, apa iya istrinya Bang Zoffan udah kerja? Berapa umurnya?" Ardinal mencondongkan tubuhnya ke kiri, kepada Radeka yang duduk di sebelah kiri Zoffan. Posisi mereka, Zoffan berada di tengah-tengah.
"Seumuran sama Bang Zahfi, abangnya Zoffan. Berarti lebih tua empat tahun."
"Pantas, ini orang semangat benar mau tamat! Zoffan pasti nggak mau kalah dari istrinya. Terus sekarang yang kasih jajan Bang Zoffan, Kak Istri atau Umi?" tanya Ardinal pada Zoffan. Akibatnya satu buku melayang menimpuk kepalanya. Pelakunya adalah Zoffan.
"Jangan terlalu dekat dengan Radeka, nanti kamu jadi makin lambe seperti dia. Segalanya diurusi!" peringat Zoffan kepada Ardinal yang sepertinya telah terserang virus jahat dari Radeka. Sebenarnya, Ardinal anak yang sopan dan baik. Dia rajin olahraga, karena itulah mereka akrab, setiap diajak keluar malam selalu menolak.
"Bang Zoff, enak nggak nikah muda?"
Puk!
Sebuah buku melayang lagi di kepala Ardinal.
"Ayo, ayo! Sebelum jam lima udahan tapi!" kata Zoffan memberesi buku-bukunya, menumpuknya jadi satu lalu membawanya ke meja peminjaman.
🍑🍑🍑
Eya melepaskan sepatunya di depan pintu, mengucap salam lalu masuk. Ia mencari Runa ke belakang.
"Assalamu'alaikum, Eya pulang," ucapnya mencium punggung tangan Runa.
Runa tersenyum menyambut sang menantu. "Gimana di kampus? Kayaknya udah mulai semangat lagi kerjanya," kata Runa. Dia mengeluarkan pisang goreng dari lemari lalu meletakkan di atas piring. Ia menyuguhkan makanan itu kepada Eya.
"Semangat lagi dong. Dedeknya nggak buat ulah." Dielusnya perutnya. Sebaris gigi menyembul dari bibirnya yang merah muda.
Eya sudah mulai ikhlas jika ia harus mengandung anak Zoffan. Semua telah terjadi, tak mungkin ia tangisi terus. Mungkin seperti inilah takdir yang harus ia jalani. Sebisa mungkin Eya harus tegar dan ikhlas untuk menerima apa pun yang Tuhan berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Revenge (Ful Bab)
General FictionDendam mengawali semuanya. Hujan, hitam, dan pekat. Malam dan hujan menyatukan mereka secara paksa. Dapatkah mereka keluar dari carut marut perasaan dendam yang tak berkesudahan? Hingga suatu hari, cinta mendatangi kediaman mereka. Dapatkah merek...