[]
"Gila Sya! Lo bisa sentuhan langsung sama doi, kece parah!" Ines berteriak, menyebabkan kuah bakso yang dia makan terciprat kemana-mana.
"Nes, makanannya ditelen dulu atuh. Jangan ngomong pas makan, jorok." Frista menatap jijik pada gadis berkuncir kuda itu. Sedangkan Ines hanya mengibaskan tangan tidak peduli.
Tasya sendiri tidak tahu harus berkata apa, pikirannya masih melayang pada keadaan sebelumnya. Di mana dia tidak memperhatikan jalan dan menabrak seseorang. Katanya, dia satu angkatan dengan Tasya dan kawan-kawan. Salah satu anak baru yang langsung populer di semester dua ini.
"Jadi gimana-gimana? Can you tell us 'bout your story?" Ines kembali mendesak Tasya.
"Er, nggak terlalu ingat. Just a little, aku lari ngejar kalian, terus dia tiba-tiba ada di jalan yang harusnya aku lewatin. And then, kita tabrakan, dia bantu aku berdiri dan selesai. End of story, nothing special." Tasya bercerita dengan memainkan sedotan jus jeruknya. Matanya menatap sekeliling kantin, seolah mencari seseorang.
Ines tiba-tiba saja bertepuk tangan kencang, menyebabkan Tasya harus mengalihkan perhatiannya pada gadis berpenampilan tomboy tersebut. "Keren parah sih, dia mau bantu lo berdiri. Itu artinya lo sentuhan langsung sama dia kan?"
"Ya, kenapa emang?" Tasya sedikit bingung di sana. Gadis itu bertanya-tanya dalam hati, apa hebatnya jika mereka berdua bersentuhan langsung? Toh tidak ada yang aneh dari semua itu.
"Ya keren lah Sya! Mangkanya lo tuh jangan kebanyakan bolos sekolah, biar tau banyak gosip." Ines menjeda kalimatnya, mencondongkan badannya ke depan dan membawa Tasya serta Frista ikut serta dalam pembicaraan yang sepertinya sangat rahasia itu. "Jadi sebenarnya, doi itu nggak mau sentuhan langsung sama orang lain. Gue awalnya mikir dia ada penyakit menular atau apalah gitu. Tapi setelah dengar cerita Tasya, gue yakin dia sebenarnya nggak mau sentuhan sama orang yang nggak selevel sama dia."
"Ngaco deh Nes, mana ada orang kayak gitu?" Frista lebih dulu menyangkal dan membuka formasi lingkaran yang Ines buat.
"Adalah Fis! Bukti nyatanya, waktu gue jatuh dan itu orang ada di sebelah gue, dia nggak ada bantuin gue sama sekali. Terus sekarang hanya karena Tasya ada di depannya dan dia kemungkinan juga udah buat Tasya jatuh, eh malah ditolongin. Alasannya pasti karena Tasya satu kelas sama dia, kelas dalam artian tingkat sosial."
"Fris!" Frista membenarkan namanya terlebih dahulu sebelum melanjutkan, "Mabuk ya kamu? Dia jelas bantuin Tasya karena dia merasa bersalah udah buat Tasya jatuh."
Tasya yang melihat percekcokan ini hanya memutar mata malas. Gadis itu kembali memilih untuk menelusuri area seluruh kantin. Mencari kehadiran seorang yang sudah membuat hatinya hancur lebur.
"Udah deh Sya, dari pada lo nyari itu kakak kelas nggak jelas. Mending lo lihat itu aja deh." Ines memutar kepala Tasya, membuat pandangannya terarah ke samping kanan.
Tasya awalnya tidak mengerti apa yang harus dia lihat di sana. Hingga pada akhirnya, dia menemukan seorang di sana, cowok itu lagi. "Terus?"
"Gebet dia aja."
"Thanks, but no." Tolakan langsung jelas Tasya berikan.
Dia mungkin sudah memutuskan hubungannya dengan kakak kelas jahanam itu, tapi tentu saja tidak semudah itu untuk berpindah kelain hati. Ada banyak yang harus dipertimbangkan. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, segala risiko dan keberuntungan.
Hati, pikiran, dan kenyamanan, aku nggak yakin dia punya semua itu. Tasya kembali membatin dengan menatap murid yang seangkatan dengan dirinya itu.
"Why? Dia masuk banget sama kriteria lo. I mean, he has a handsome face, sharp nose, white skin, and i heard that he had a nice attitude too. Meskipun yah ... perilaku baiknya masih nggak gue lihat sendiri. Tapi yang penting lo udah ngalamin sendiri." Ines memberikan penilaiannya atas murid baru itu.
"Butuh lebih dari itu untuk menyembuhkan hati yang hancur."
Jawaban Tasya jelas telah membungkam rapat-rapat mulut Ines untuk beragumen lagi. Apa yang Tasya katakan itu benar adanya. Jelas tidak mungkin hanya bermodal tampang rupawan dan ciri-ciri yang masih 'katanya' itu, seorang laki-laki asing dapat menyembuhkan Tasya dengan patah hatinya yang mendalam.
Namun tentu saja, bukan tidak mungkin dia dan anak itu tidak berjodoh. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana takdir mereka sebenarnya.
[ᆢᆢᆢ]
Tasya menguap bosan, gadis itu memilih menyembunyikan kepalanya pada lipatan siku. Memilih untuk menutup mata barang sekejap saja. Pelajaran kimia itu membosankan, dia jelas sangat tidak suka dengan pelajaran dengan usur senyawa itu.
"Psst, Sya." Seseorang memanggilnya, gadis itu refleks membuka mata, melihat Dion yang berada di sebelahnya. Dengan gerak bibirnya gadis itu bertanya apa.
"Bu Arin lagi ngeliatin lo." Sesaat itu juga Tasya langsung menegakkan badan dan menatap ke depan. Sialnya, dia menemukan hal yang berbeda, ada pengumuman kecil di papan.
"Anjir Yon! Ini yang lo bilang diliatin sama Bu Arin? Orang Bu Arinnya nggak bisa hadir hari ini. Dasar cabe!" Tasya mengeluarkan amarahnya dengan berapi-api. Sedangkan Dion hanya tertawa terbahak-bahak.
"Sini biar aku kasih pelajaran." Suara Tasya berubah manis, tapi senyumannya lebih terlihat menyeramkan ketimbang manis.
"Ampun Sya, ampun. Gue cuma bosen aja." Masih dengan sedikit tawa yang keluar, Dion beranjak pergi dari duduknya.
"Jangan kabur, rasain tinju aku dulu!" Tasya mengejar Dion hingga keluar kelas.
Koridor yang tidak ramai, mampu membuat Dion berlari menghindar dengan baik. Tasya sendiri terus mengejar dengan sapu yang berada di tangan. Siap untuk menggempur teman sekelasnya itu. Pada kelokan di depan, saat pandangannya pada Dion terhalang, Tasya tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi dua kali dalam hidupnya pada waktu yang berdekatan. Lagi-lagi dia menabrak seseorang.
"Aduh, maaf." Tasya berujar terlebih dahulu, dirinya kembali jatuh duduk setelah bertabrakan dengan seseorang. Sapu yang dia genggam entah melayang ke mana.
"Kebiasaanmu Sya, selalu jatuh."
Tasya diam, merasa kenal dengan suara orang di depannya ini. Kepalanya mendongak, menatap terkejut pada uluran tangan itu. Kakak kelas ini, jelas sekali bukan orang yang ingin dan sangat tidak ingin dia temui. Farhan, mantannya.
[] K.R
Dedicated to : NatasyaShafaKhairana
KAMU SEDANG MEMBACA
My Serendipity : Are You Mine?🔒
Teen FictionSelesai : 15 Jul 2020 Telah di rombak ulang | BELUM DIREVISI "Hai, aku Gilbast. Mulai detik ini, kamu jadi pacarku." "Aku pastiin kamu akan bahagia, meskipun itu berasal dari sakitku." "Aku ini sabar, apalagi buat ngadepin tingkah kam...