[ 07 ]

69 8 0
                                    

[]

Dia di sana. Tasya menemukan Gilbast tengah duduk pada sebuah motor sport-nya. Dengan hoodie abu-abu dan celana jeans hitam. Tasya masih dapat mengenali wajah yang baru saja dia temui kurang dari dua puluh empat jam lalu.

"Ngapain di sini?" Tasya membuka suara. Mengambil sekaleng minuman bersoda yang Gilbast ulurkan.

"Niatnya mau nganterin temen. Eh ternyata, ketemu bidadari lagi main sama semut." Mereka berdua duduk nyaman pada trotoar jalan.

"Gak lucu sumpah." Tasya tersenyum sekilas. Diteguknya minuman itu, cairan dingin langsung membasahi kerongkongannya.

"Emang lagi nggak ngelucu." Hening lagi. Keduanya sama-sama menatap langit yang jernih. Hanya berisikan sepotong bulan sabit, menggantung sendirian tanpa kehadiran bintang. "Jadi kamu kenapa keluar malem-malem gini?"

"None of your business."

Tasya menolak untuk membicarakan. Gadis itu tidak mau di cap aneh oleh Gilbast, karena keluar rumah gara-gara hal yang sepele. Hanya karena dia dan abangnya bertengkar. Tidak elit sama sekali.

"Ya udah kalau nggak mau diomongin. Aku nggak maksa."

Kembali diam. Semilir angin menemani keduanya. Tiba-tiba ada suara ponsel yang mengganggu. Ponsel Gilbast.

Cowok itu berdiri, memilih menjauh untuk menjawab panggilannya. Kini tinggal Tasya sendiri di trotoar itu. Pandangannya terkunci pada punggung Gilbast. Cowok itu kelihatannya sangat serius menerima panggilannya. Terbukti dari beberapa kali terbentuk kerutan-kerutan halus pada keningnya. Serta gerakan bibirnya yang menipis, seperti menahan amarah.

Cowok itu berlari kembali, berdiri tepat di depan Tasya. "Eh Na, aku izin pergi ya. Kamu mau aku anterin pulang?"

"Lo pergi aja. Gue masih mau di sini."

"Bener? Ini udah malem, nggak baik buat keluyuran." Gilbast memandangnya khawatir. Dia takut terjadi sesuatu pada Tasya, meskipun bisa di bilang kompleks perumahan ini cukup terjamin keamanannya.

"Iye. Udah sana pergi, urgent banget tuh tadi." Tasya ikut berdiri, mendorong punggung Gilbast menuju motornya.

"Cie, yang perhatian sama aku. Sampai tau tadi telepon penting." Gilbast naik ke atas motornya dan memasang helm. Matanya menyipit geli saat menatap wajah Tasya yang salah tingkah.

"Apaan sih lo! Gak jelas banget." Tasya benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Dia yakin wajahnya sudah sangat merah. Ah, kenapa dia tadi keceplosan berkata seperti itu. Menyebalkan.

"Ya udah, pamit dulu ya pacar. Cepet pulang, kalau udah di rumah kabarin aku ya. Met malem." Gilbast menepuk pelan dua kali puncak kepala Tasya sebelum melajukan motornya cepat.

"Sialan banget sih lo."

[ᆢᆢᆢ]

Pukul setengah sepuluh Tasya sampai di rumah. Setelah olahraga sesaat dan menenangkan pikiran serta hatinya, gadis itu segera pulang. Merasa kelelahan.

Ternyata setelah sampai di rumah, dia tidak mendapat kedamaian. Tasya malah mendapat keributan yang di buat oleh Miko. Abang yang menyebalkan memang.

"Ngapain?" Tasya bersedekap, menatap Miko yang tengah sibuk dengan berkas-berkasnya.

Sebenarnya tidak apa jika Miko melakukan hal itu di ruangannya sendiri. Tapi, Miko melakukannya di kamar Tasya. Membuat kertas-kertas berserakan di lantai kamar Tasya yang sudah berantakan. Kamarnya lebih mirip TKP bencana angin puting beliung dari pada kamar anak gadis berusia enam belas tahun.

"Lagi kerja lah Dek. Gimana sih, masa lupa kalau abangnya udah kerja." Dengan santainya Miko menjawab, tangannya masih sibuk menari di atas keyboard.

"Lo nggak punya ruangan lain? Kenapa harus di kamar gue?"

Miko tidak menjawab, pria itu hanya memberikan gumaman. Hal ini membuat Tasya menarik napas lelah dan mengambil keputusan untuk tidak ambil pusing. Jadi gadis itu dengan santainya berjalan dan menginjak kertas-kertas Miko.

"Ya Allah Dek! Itu berkas Abang nggak perlu diinjek juga. Abang perjuangan ngetik, ngedata, malah kamu injek-injek kayak sampah gitu aja. Kejam kamu Dek." Miko mulai berdrama. Tasya mengerlingkan mata malas, memilih untuk tidur.

"Makanya, pergi."

"Gak. Di sini adem, mana wi-fi nya paling kenceng. Strategis lah."

Terserah sudah. Tasya tidak peduli. Dia memunggungi Miko dan menarik selimut. Bersiap untuk tidur. Sampai getar ponselnya mengganggu untuk sejenak.

Gimana, udah sampai rumah? Aku udah di tempat tujuan. Kalau kamu belum pulang, cepet pulang ya. Inget apa kataku tadi, anak cewek nggak baik keluyuran malem-malem.
ㅡGilbast

Tasya segera membalas. 'Sudah di rumah' begitu bunyinya. Entah apa yang mendorongnya untuk harus membalas pesan dari cowok itu. Tasya hanya ingin. Lalu kilasan kejadian-kejadian hari ini yang selalu saja berhubungan dengan cowok itu muncul. Bagaikan badai yang menyerang kepala Tasya secara tiba-tiba.

Mulai dari dia yang tidak sengaja menabrak Gilbast. Mereka yang bertemu di lorong. Gilbast yang menolongnya dari kejaran Farhan. Sampai di mana Gilbast secara terang-terangan menyiarkan bahwa dia adalah pacar Tasya. Dua kali malah.

Gadis itu seketika langsung memekik tertahan. Merasa kegirangan sekaligus heran. Sangat heran.

"Masa sih aku jatuh cinta?"

[] K.R

Dedicated to : NatasyaShafaKhairana

My Serendipity : Are You Mine?🔒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang