[]
Pagi ini suasana hati Tasya benar-benar buruk. Setelah semalaman suntuk gadis itu dipusingkan oleh Miko, pagi ini dia harus kembali menatap macetnya jalanan Kota Jakarta. Ingin dia sehari saja tidak mendapati kondisi jalanan yang seburuk ini, sangat-sangat mengganggu mood-nya.
"Masih lama nggak Pak."
Mata kecoklatannya menatap malas pada luar jendela, tidak ada lagi Jakarta yang tenang seperti saat dia pulang kemarin. Hari ini, adalah senin-nya Jakarta yang padat merayap. Bahkan jarum jam belum menunjukkan angka enam tepat, tapi Jakarta sudah seperti ini padatnya.
"Sebentar lagi sampai Non, di depan kan sudah tikungan ke sekolah." Jawaban Pak Anwar disambut dengan helaan napas lega oleh Tasya.
Benar kata Pak Anwar, sepuluh menit berlalu dan dia sudah sampai di depan gerbang sekolahnya. Rekor terbaru Tasya, sampai di sekolah jam enam lebih lima menit. Biasanya gadis itu baru tiba saat jarum jam menunjukkan angka tujuh kurang lima belas. Lima menit sebelum gerbang sekolah di tutup.
"Pak, nanti jemputnya agak sore ya. Aku masih mau tanya-tanya tugas."
"Yakin Non?" Pak Anwar terlihat cemas dan khawatir.
"Seribu persen yakin Pak. Bye-bye, Bapak." Tasya turun dengan cepat, meninggalkan Pak Anwar yang masih sedikit khawatir dengan anak majikannya itu.
Tasya sendiri sudah memasuki gerbang sekolahnya dengan senyuman mengembang. Gadis itu menyapa hampir semua penjaga dan tukang kebun, serta teman-temannya, tersenyum pada kakak kelas dan guru-guru saat berpapasan. Beberapa guru menyempatkan diri untuk bertanya kenapa Tasya terlihat sangat senang dan ceria pagi ini.
"Nggak tau sih Bu, anggap aja lagi kesambet." Begitulah kiranya alasan yang terlontar dari mulut gadis bermata sipit ini.
"Halo semua! Met pagi kalian! Kangen tuh aku sama kelas ini," teriaknya begitu masuk ke dalam kelas XI A4.
Tasya segera melesat ke arah tempat duduknya, dan tentu saja menyapa semua murid yang ada di kelasnya. Bahkan kakak kelas mantan ketua osis tahun ajaran lalu-pun dia sapa dengan antusias.
"Pagi Yon, pagi Kak."
"Seneng amat neng, baru dapet duit ya? Boleh lah bagi dikit." Dion teman sebangkunya menimpali.
"Dapet duit buat uang saku, bisa sih aku bagi-bagi ke kamu, tapi dengan satu syarat. Dion harus traktir aku sebulan penuh."
Dion membuang muka, "Ogah. Mending gue kelaparan aja Sya, dari pada nurutin kemauan lo itu."
"Pagi Sya, pagi-pagi udah semangat aja."
"Iya kayak toak masjid di rumah." Dion menanggapi ucapan si mantan ketua osis itu.
"Jelas harus semangat Kak, hidup nggak ada yang tau mau sampai kapan. Jadi kalau bukan sekarang, kapan lagi. Ya nggak, Yon?"
"Buset dah, kesambet ya Sya? Kok lo jadi bijak gini?" Dion memeriksa kening Tasya. Melihat apakah panas atau tidak.
"Dasar mulut cabe. Sehat pake banget kali aku ini."
Si mantan ketua osis itu tertawa kecil melihat tingkah laku Tasya dengan Dion. "Ya udah kalian lanjut aja, aku harus keliling buat ketemu sama ketua kelas yang lain."
"Jijik anjir pake aku kamu. Kesambet setannya Tasya, ya Bang?" Dion menimpali dengan raut wajah seperti ingin muntah.
"Semangat Kak Ardhan, jangan dengerin omongan Dion suka nggak disaring emang." Tasya berteriak menyemangati karena posisi Ardhan sudah di ambang pintu. Sedangkan Ardhan sendiri hanya memberikan acungan jempolnya.
[ᆢᆢᆢ]
Matahari beranjak meninggi dan cuaca kian gerah. Suara nyaring pada pengeras suara disambut penuh seruan bahagia dari murid-murid upacara. Barisan upacara dengan segera terpisah ruah. Pergi menuju tempat masing-masing.
"Ngantin kuy." Tasya menoleh, menatap berbinar pada seorang gadis yang berada di sebelahnya.
"No! Balik ke kelas, ini tuh bukan waktunya istirahat. Ke kantinnya nanti aja." Baru saja Tasya mau menyetujui, temannya yang lain sudah menyela.
"Frista, please stop sifat lo yang kayak gini. Sesekali lo harus berhenti, and take a slow part. Jangan serius dan kaku terus, nggak semua peraturan harus dijalani Ris. Ada beberapa yang harus dilanggar demi kepentingan bersama, contohnya yang satu ini." Gadis berambut sebahu itu merangkul pundak Frista.
"Nggak, nggak! Ines, ini nggak baik, nggak sepatutnya kita ngelanggar peraturan. Nggak inget ya kemarin abis berantem sama kakak kelas cuma gara-gara bangku kantin?"
Ines menghembus napas lelah, tanpa mau menunggu Frista membuka mulut lagi, Ines sudah menarik tangan gadis berkerudung abu-abu itu pergi. Tasya hanya memperhatikan kedua sahabat anehnya, tidak mengerti dengan obrolan yang baru saja dia dengar.
"Eh, eh, Ines kenapa sih? Tengkar sama siapa?" Tasya berlari mengejar kedua sahabatnya itu. Tasya berlari cukup kencang hingga menyebabkan sebuah tumbukan yang tak terduga.
"Aduh!" Dua suara berbeda terdengar mengalun bersamaan.
Gadis itu jatuh terduduk pada lantai keramik berwarna putih. Lengan atasnya berdenyut sakit. "Ugh, pagi-pagi udah ketiban sial."
Matanya menatap ke depan, menemukan sesosok yang tidak sengaja bertabrakan dengan dirinya. Laki-laki, tinggi, putih, dan memiliki rambut yang indah. Berwarna cokelat, tebal, bergelombang. Murid itu juga tiba-tiba mengangkat wajahnya, mempertemukan pandangan keduanya. Tasya masih menatap terkejut pada murid itu, sedangkan dia tengah tersenyum saat ini. Memperlihatkan lesung pipitnya. Mata cokelatnya ikut tersenyum.
Lah, malah senyum. Sehat nggak ya dia? Harusnya kan marah-marah, Tasya membantin.
Gadis itu masih tidak sanggup untuk mengeluarkan kata-kata atau sekadar memberi tanggapan lainnya. Tiba-tiba murid laki-laki itu berdiri, menepuk seragamnya yang kotor dan berjalan mendekati Tasya. Senyumnya masih tidak pudar.
Horor nih, masa iya habis jatuh malah senyum-senyum. Jangan-jangan dia sycho lagi? Hiii serem.
"Nggak apa, kan?"
Tangan itu terulur, dengan senyuman cerah yang menghiasi. Suaranya mengalun lembut. Benar-benar nada indah yang terdengar. Dan parahnya, Tasya tidak tahu harus bersikap seperti apa.
[] K.R
Dedicated to : NatasyaShafaKhairana
KAMU SEDANG MEMBACA
My Serendipity : Are You Mine?🔒
Ficção AdolescenteSelesai : 15 Jul 2020 Telah di rombak ulang | BELUM DIREVISI "Hai, aku Gilbast. Mulai detik ini, kamu jadi pacarku." "Aku pastiin kamu akan bahagia, meskipun itu berasal dari sakitku." "Aku ini sabar, apalagi buat ngadepin tingkah kam...