[]
Mereka kembali pada jalanan. Dan Gilbast tidak tahu harus ke mana. Mereka semua berakhir dengan memelankan laju mobil dan memutari daerah Bundaran HI. Benar-benar seperti orang yang tidak memiliki pekerjaan. Meski faktanya, mereka berada dalam kengerian yang sama tentang pemikiran-pemikiran buruk tentang Tasya dan Aura.
"Dapet Bang?" Gilbast gusar. Ini sudah ke empat kalinya dia berputar dan mereka semakin kehilangan waktu.
"Sabar anjir! Ini udah yang ke seratus kali lo nanya dapet apa kagak. Gue juga butuh proses kali lacak ponsel anak itu. Sandi emailnya susah. Gue lupa."
Aduh ngomel lagi!
"Nah!"
Miko berseru dan melonjak senang dari tempat duduknya. Gilbast yang terkejut dan refleks menekan klakson. Membuat mobil keduanya ditatapi oleh banyak pasang mata. Gilbast tertawa kecil, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dan bersyukur dalam hati. Bersyukur kaca mobil milik Miko terlihat gelap dari luar. Jadi mereka tidak perlu terlalu malu.
"Ke mana Bang?"
Miko mengerutkan kening. "Keluar dari bundaran, kita ke selatan."
"Already!"
Tidak perlu disuruh dua kali juga Gilbast akan segera melesat ke sana. Dia tidak akan melewatkan sedikitpun detik yang berjalan. Tidak jika nyawa Tasya yang menjadi taruhan.
"Belok kanan Gil. Kita ambil jalan pintas."
Gilbast segera membanting kemudi. Memasuki sebuah gang cukup besar di antara dua pertokoan. Walaupun dari luar terlihat sedikit sempit, ternyata ada area yang luas di dalamnya. Beberapa pedagang kaki lima juga terlihat berjejer memamerkan barang dagangannya. Gilbast cukup terampil untuk mengendarai mobil di jalanan yang ramai. Mobil terus memasuki kawasan yang lebih padat. Beberapa kali harus memelankan lajunya dan membuat Gilbast menggeram sendiri.
"Masuk gang di kiri."
Jalanan ini lebih kecil lagi, hanya muat satu mobil, dan benar-benar lusuh. Gilbast memandang kaca spion sampingnya. Ingin memastikan bahwa Brian masih mengikuti dan tidak merasa kesusahan. Dan remaja laki-laki di dalam mobil Gilbast itu mengeluarkan satu tangannya dari jendela. Mengacungkan jempol, mengisaratkan baik-baik saja. Semuanya tetap pada kendali dan itu membuat Gilbast bernapas lega. Setidaknya perjalanan mereka mulus hingga detik ini, tapi Gilbast tidak berharap banyak untuk ke depannya. Berhasil mencapai tempat itu saja, dia akan sangat amat bersyukur.
"Masih jauh Bang?"
"Fokus nyetir, gak usah banyak tanya."
Gilbast mengatupkan mulut. Meskipun dia sangat-sangat khawatir dan ingin memukul Miko karena pria itu sangat menjengkelkan. Tapi Gilbast tahu, panik bukan hal yang benar untuk saat seperti ini. Yang Tasya butuhkan sekarang adalah aksi yang cepat dan tanggap.
Fokus Bas. Demi Tasya, demi nyawa dia
Hampir sepuluh menit sudah Gilbast mengikuti arahan dari Miko, tapi tempat penyekapan itu tidak sepenuhnya terlihat. Mereka seolah meraba dalam gelap. Keberuntungan langsung menemukan tempat penyekapan Tasya sangat minim. Aura bisa saja membuang ponsel gadis itu atau Tasya secara tidak sengaja menjatuhkannya. Ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi dan Gilbast sangat cemas untuk semua kemungkinan yang ada.
Kali ini mereka berbelok ke arah kanan, masih menjelajah melalui gang-gang sempit. Tempat ini sedikit lebih gelap, lebih kotor, dan kumuh. Beberapa anjing liar terlihat menyalak dalam kegelapan. Rantai-rantai itu menahan mereka untuk tidak mengejar dua mobil yang mematikan lampu mobilnya. Ini perintah langsung dari Miko, entah apa yang ada dipikiran pria itu saat memberikan hal semacam itu. Ponsel Gilbast berkedip, Miko segera menyambar saat nama Brian muncul pada caller id.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Serendipity : Are You Mine?🔒
Teen FictionSelesai : 15 Jul 2020 Telah di rombak ulang | BELUM DIREVISI "Hai, aku Gilbast. Mulai detik ini, kamu jadi pacarku." "Aku pastiin kamu akan bahagia, meskipun itu berasal dari sakitku." "Aku ini sabar, apalagi buat ngadepin tingkah kam...