[ buku sketsanya ]

24 1 0
                                    

[ n a t a s y a ]

Mataku memandang ke arah luar jendela. Melihat taman rumah sakit yang ramai. Tanpa terasa musim panas datang dengan cepat. Dan aku lagi dan lagi kembali pada kota ini. Negara ini. Rasanya baru kemarin aku pulang dari New York, sekarang sudah dua bulan lebih sejak kedatanganku pertengahan Maret lalu.

Sudut-sudut bibirku tertarik ke atas saat melihat anak-anak yang berlarian. Pihak rumah sakit tengah membuat sebuah game agar pasien anak-anak itu tidak bosan dengan suasana rumah sakit yang bisa dikatakan mencekam. Mereka mencari kantung berisi permen-permen. Terlihat sangat bersemangat.

"Lihat bocah main lagi Cha?"

Suara itu mengagetkanku. Miko di ujung pintu, berjalan masuk dengan membawa sekeranjang penuh buah. Dia terlihat baru selesai mandi atau semacamnya, terlihat segar. Lalu ada perempuan masuk setelahnya. Pacarnya. Atau bisa ku bilang tunangannya? Terserah deh. Yang kutahu mereka bertemu saat Miko sedang ribut mencari pekerjaan di kota ini. Gadis cantik berambut pirang itu yang membantunya. Caroline Kim. Gadis keturunan China-Amerika. Aku tidak tahu apa yang Miko lakukan, tapi aku merasa kasihan pada gadis manis itu. Mau aja sama pria pemarah macam Miko. Jangan-jangan dijampi-jampi lagi? Ih! Abangnya siapa sih nih orang nyeremin amat. Masa cari jodoh harus pakai cara kotor gitu.

"Kenapa sinis gitu?"

Aku menggelem kalem, berusaha tidak terlihat mencurigakan. "Carol, kenapa kamu mau masa dia sih?"

Caroline terkejut sedikit kemudian tertawa. Sedangkan Miko mungkin berpikir cara untuk melenyapkanku tanpa menimbulkan kegaduhan.

"Because he's Miko. Aku hanya jatuh dan kakak mu menangkapku. Lalu begitu saja."

Jawaban macam apa itu? Jawaban dari orang yang dipelet ya? Aku menatap Miko dengan tajam. Menyipitkan mata mencoba membaca pikirannya. Atau mungkin mencoba bertelepati dengannya. Karena sumpah ya, menyebalkan sekali orang ini. Bisa-bisanya tega melakukan hal keji pada Caroline yang seperti malaikat.

"Jangan melihatku seperti itu. Aku bukan penjahat. Aku tidak melakukan apapun!"

"Apa sih? Siapa yang nuduh ngelakuin sesuatu ha? Insane."

Miko memiting leherku, menjitak kepala ini berkali-kali. Tidak dengan sungguh-sungguh. Tapi aku tetap berteriak seolah-olah itu sangat menyakitkan. Caroline hanya tertawa-tawa melihat tingkah kami. Ah bahagianya!

"Udahlah. Capek abang selalu kamu isengin. Abang sama Caroline mau cari cincin hari ini. Jadi kayaknya baru balik pas makan malam. Sore ini kamu sendirian gak apa kan?"

Aku mengacungkan jempol kiri. Tersenyum lebar. Perasaanku setengah bahagia melihat akhirnya saudara ku yang gila ini menikah. Setengahnya lagi merasa kasihan pada Caroline harus mengurus monster menyebalkan sepanjang sisa hidupnya. Padahal umurnya masih sangat muda.

"Oh ya, abang ada sesuatu buat kamu. Sorry baru bisa kasih sekarang, itu titipan dari lama sebenarnya. Tapi buka kalau abang dah keluar dari sini."

Hm, aku penasaran sama bungkusan yang disodorkan itu. Apa ya isinya sampai-sampai Miko harus wanti-wanti sampai segitunya.

"Cha?"

Aku mengalihkan pandangan dari bingkisan itu. "Sana dah keluar, aku mau buka ini."

Buset durhaka gak ya aku? Ngusir saudara sendiri nih, tapi ya biar deh. Penasaran tau! Jadi mari sedikit bersikap kejam. Hehe.

Beruntung Miko tidak marah, dia hanya mengusap pelan puncak kepalaku dan segera menggandeng Caroline keluar. Begitu pintu ditutup, aku segera menyobek kertas yang membungkus sesuatu ini.

My Serendipity : Are You Mine?🔒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang