Karena ada satu novel yang bener-bener dia incar, Eunchae pun mutusin buat ke toko buku sore itu juga. Padahal udah mendekati jam makan malem, tapi dia pengen ke sana. Lagian di rumah dia gabut banget. Tugas individu udah kelar semua.
Sebelum pergi dia sisir rambutnya yang panjang dan mulai menuruni tangga. Diliatnya Haein yang lagi mantengin laptop dari tadi.
"Kamu mau ke mana?"
"Mau ke toko buku, ada novel yang pengen aku beli," kata Eunchae sambil memegang tali tas ranselnya kayak anak kecil.
"Saya antar ya. Udah sore soalnya."
"Mmm, boleh. Yuk."
Setelah Haein udah siap mereka pun naik motor. Eunchae kaget karena tiga minggu dia menikah, cewek itu nggak pernah ngeliat haein pake motor.
Dan heol, sejak kapan juga haein punya mobil porsche? Pria itu nggak pernah pake mobil itu. Dia lebih sering pake CRV daripada porsche.
"Saya males bawa mobil. Nggak papa kan pake motor?" tanya Haein ketika manasin motornya di samping eunchae.
"Nggak papa sih tapi... Tinggi banget."
Bener, motor Haein emang tinggi banget juga gagah.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sumpah, walaupun umur Haein udah 30 tahun, tapi dia masih kayak 25 tahun. Apalagi ngendarain motor gede gini. Wajahnya baby face banget sih.
Haein ketawa kecil. "Nggak papa. Naiknya pegangan sama pundak atau pinggang saya. Kamu pasti bisa naik."
Eunchae mikir sebentar sebelum naik. Dia peganan erat ke pundak Haein dan Haein megangin tangannya supaya nggak jatuh dan pendaratan Eunchae pun sempurna.
"Udah?"
"Sebentar..." Eunchae ngerapiin overallnya sedikit supaya pahanya nggak terekspos. "Udah!"
Dan motor pun melaju. Haein ngendarain motornya rada ngebut karena jalan raya sore itu lengang. Eunchae harus pegangan ke pundak Haein erat-erat kalo dirinya nggak mau terpental.
Yang harusnya 45 menit sampai, ini bisa dijangkau dalam waktu 20 menit aja. Eunchae sedikit pusing karena Haein kebut-kebutan di jalan tadi. Setengah pusing, dia kasih helmnya ke pria itu. "Nih. Makasih ya. Jangan kebut-kebutan lagi."
Haein ketawa kecil. "Maaf ya. Oh ya, nggak papa kan kalo saya nggak jemput kamu? Soalnya kerjaan saya masih banyak."
"Nggak papalah, malahan aku nggak enak minta tolong terus ke kamu," kata Eunchae santai. Haein jadi nggak enak hati karena ninggalin cewek itu. "Kamu kenapa natap aku gitu?"
"Nggak. Saya cuman khawatir aja kalo kamu pulang nanti."
"Ya ampun, aku pasti pulang kok," kata Eunchae ketawa.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di dalam toko buku, Eunchae menarik napas sambil memejamkan matanya karena dia suka banget nyium aroma buku. Apalagi nyium kertas yang masih baru.
Mungkin terdengar aneh, tapi dia suka banget sama buku. Dari dia kecil, mamanya sering bacain banyak buku dongeng dan sejak itulah Eunchae jadi sering banget baca. Bahkan kalo ada waktu luang pun dia gunain waktunya buat baca.
"Nah, ini!" sahutnya senang ketika nemuin buku novel yang dia incar di bagian novel-novel baru.
Dia liat label harganya dan bernapas lega. Untung dia bawa uang lebih. Kalo nggak dia bisa balik ke rumah dengan tangan kosong dan galau berhari-hari cuman gara-gara nggak bawa uang lebih.
"Lho, Eunchae?" tanya suara familiar di sampingnya.
Eunchae menoleh. "Jihoon?"
"Ngapain ke sini?" kata Jihoon senyum. Dia ngeliat novel yang dipegang Eunchae. "Oh, kamu beli novel?"
"Hooh. Ada yang pengen aku beli soalnya. Kamu ngapain juga ke sini?"
"Aku... aku beli komik."
Eunchae ber-oh ria. Dia baru sadar ngeliat tangan Jihoon yang udah nggak dibalut sama perban lagi. "Tanganmu gimana? Kamu udah nggak pake gips lagi sekarang?"
"Iya. Tangan aku udah bisa digerakkin lagi kok. Tapi masih harus pelan-elan."
"Oh, baguslah," kata Eunchae lega ngedengernya.
"Abis itu kamu mau ke mana?"
"Pulang, aku laper. Terakhir makan jam 12 siang tadi," ujar cewek itu cengengesan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Mau makan bareng?"
"Hmm. Boleh. Yuk."
Setelah belanja buku, keduanya pun makan di sebuah restoran fast food yang jaraknya nggak jauh dari toko buku. Mereka tentunya makan dalam diam karena canggung.
Eunchae beberapa kali mergokkin kalo Jihoon diam-diam sedang curi-curi pandang ke arahnya. Tapi cewek itu ujung-ujungnya ngalihin pandangan ke arah lain.
"Chae, aku perhatiin kamu sama Yeri sekarang udah nggak deket lagi, ya?" tanya Jihoon tiba-tiba.
"Masa sih? Biasa aja kok," kata Eunchae setelah batuk-batuk.
"Soalnya aku perhatiin kalo Yeri sering sendiri. Biasanya kan dia selalu jalan sama kamu," kata Jihoon lagi.
Eunchae manggut-manggut aja. "Aku sama Yeri nggak berantem, kok." Dia sengaja berbohong karena dia nggak mau Jihoon tanya-tanya soal kehidupan pribadinya. Dan kenapa dia jadi perhatian begini? Ada yang aneh.
"Oh... Mungkin feeling aku aja kali, ya. Terus tes kemarin kamu bisa jawab?"
"Bisa-bisa aja sih, tapi yang bagian true false itu aku sedikit bingung soalnya pernyataannya mirip-mirip," kata Eunchae biasa lagi karena Jihoon nggak nanya-nanya dia tentang Yeri lagi.
"Ah, iya sama. Itu juga susah," kata Jihoon setuju.
Awalnya canggung, tapi makin ke sini mereka pun ngobrol kayak biasa sehingga nggak ada lagi yang canggung-canggungan.
Pesanan mereka pun datang. Eunchae langsung nyeruput milkshake vanillanya.
"Kok tumben nggak pesen yang stroberi? Biasanya kamu pasti pilih yang stroberi, kan?" tanya Jihoon flashback. Eunchae jadi grogi begini.