Fele Ẃitu

49.9K 4.4K 107
                                    

•••

Seperti yang lalu-lalu, di basemen menuju parkiran kami main kucing-kucingan. Aku yang request, karena ngeri kalau ketemu orang yang ku kenal atau agen-agen lambe fakultas. Tapi, kayaknya Pak Restu santai-santai aja gitu, bawa anak orang sembarangan di lingkungan kampus.

Sampai duduk di mobil Pak Restu rasanya kepalaku masih terasa pusing, aku pun mengeluarkan Tupperware dari dalam tas dan meminum isinya.

Semoga kejedot pintu yang tadi, gak bikin benjol deh. Gak banget kalau harus menempelkan dua kasa palsu di dahi. Karena benjolnya nambah begini dan lihat kaca mobil Pak Restu aku jadi ingat kejadian kemarin.

Selepas menemani Pak Restu makan dan kami berhenti sebentar di sebuah warung. Aku diantar olehnya sampai stasiun Tanjung Barat, padahal di daerah dekat sana pun ada stasiun. Katanya, ucapan terima kasih sudah menemaninya makan siang, masih untung gak diturunkan di tengah jalan, katanya. Julidnya kapan sembuh Ya Tuhan?!

Malas banget kan, sudah diajak makan di tempat jauh dapat oleh-oleh benjol pula di dahi. Saat sampai tujuan dan turun dari mobilnya waktu itu, aku lupa kalau box oleh-oleh darinya, masih tertinggal di dalam mobil Pak Restu.

"Kamu sariawan kalau lagi sama saya, Renata?" sindir Pak Restu tiba-tiba.

"Eh, enggak, pak. Saya gak mau haus, kalau kebanyakan ngomong. Minum saya juga sudah habis." jawabku malas tapi memang benar. Isi Tupperware-ku tinggal tetes terakhir.

"Bawa. Biar kamu gak haus ngobrol sama saya." Ia mengulurkan botol minum sporty, dari brand NIKE berwarna silver.

"Apaan sih, pak?" Aku mengambil botol tersebut dan meletakkannya semula pada drink holder di mobil ini, "saya kan cuma bercanda. Kok ngegas."

"Kalau gak ngegas, gak jalan mobilnya." jawabnya.

Krik. Krik.

"Bolehlah, boleh." Hargai orang yang sedang melucu, kata ayah.

Oke. Tapi, sumpah. Yang lucu itu bukan apa yang dia bilang tapi tampangnya, gak santai. Arah matanya sih fokus sama jalan, tapi mulutnya ready to ngedumel. Fix, doi bete. Bukannya aku malas karena takut haus, aku masih malu gara-gara kejedot pintu tadi, "Pak Restu."

"Ya."

Singkat bener. Kayak kumis pedagang satai madura.

"Udah masuk ashar kayaknya, pak. Hehehe." Aku melihat ke arah jam tangan dan mengecek kembali dari aplikasi yang ada di ponsel, memastikan bahwa benar-benar sudah masuk waktu ashar.

Kami berhenti di sebuah masjid terdekat untuk sholat ashar terlebih dahulu. Ini nih baru namanya ganteng super maksimal, selesai ibadah rambut masih basah, makin cintah. Gak deh. Segar aja lihatnya. Aku mengecek, berjaga kalau-kalau ada air liur yang bocor, menetes dari bibir.

Di mobil, aku sibuk mencari sisa paracetamol cadangan yang ada di dalam tote bag milikku. Sumpah, ini pusing banget.

"Pak, minta air minumnya, dikit aja." izinku pada Pak Restu yang sedang fokus dan berhati-hati untuk keluar dari parkiran masjid ini.

"Bawa sama botolnya. Botol kosong punya kamu tinggal saja di mobil saya." jawab Pak Restu menunjuk botol sporty miliknya menggunakan dagu, karena kedua tangannya sedang sibuk mengendalikan setir.

"Enggaklah, pak. Saya cuma mau minta dikit aja buat minum obat." Botol minumnya tuh gede, bisa bikin gendut tas milikku. Berat juga, karena masih penuh isinya dengan air minum.

Selesai meminum sebutir paracetamol, ngantuk pun menyerang. Biarin deh, masih jauh. Merem sebentar aja. Batinku. Melek juga gak akan diajak ngomong sama Pak Restu, dia kayaknya mendadak bete banget, galaknya keluar. Hii. Tua-tua baper.

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang