Tilu Wulu A'Ofa

67.8K 3.8K 573
                                    

•••

"Ngapain kamu?"

"Innalillahhi."

Angin sepoi-sepoi dari halaman belakang tuh enak parah kalau mau maghrib, eh tiba-tiba angin sepoinya mendadak wangi-wangi misterius gitu, taunya Pak Restu muncul dari pintu yang ada di samping tempatku duduk.

"Kamu ngapain?" ulang Si Restu ibu, udah
nambah kali jadi si Restu ayah.

"Lah, aturan saya yang nanya." Aku membenarkan posisi dudukku, dari yang bersandar seenaknya menjadi duduk sewaras mungkin. Mempersilahkan Pak Restu untuk duduk di sofa santai milik Ayah Arifin, "duduk, Pak." Lalu pindah ke kursi dengan jatah satu orang yang ada di sampingnya.

"Kamu gak mau pindah?"

NGE-LUN-JAK

Aku melotot gak percaya, masih berani Pak Dosen satu ini. Padahal Ayah sedang memperhatikan interaksi kami dari balik kaca besar dengan tirai rumbai yang mengarah ke bagian luar rumah tempat kami duduk, eh dia seenaknya ngusir yang punya rumah?

"Maksud saya, gak duduk di sini aja?" Ia menepuk sofa bagin kirinya yang memang kosong, karena sofa yang ditempati Pak Restu bisa cukup sampai tiga orang berbadan tanggung sepertiku.

"Dih, saya mandiri, Pak. Masih lega." Aku melengos, sambil mengambil majalah di meja dan menutup wajahku dengan benda tersebut. Jauh-jauh deh, Pak. Pesona bapak sudah turun levelnya, sedikiiiiiittttt, secuil. Lagian jadi manusia gak jelas sih. Tiba-tiba kenal ibu saya, tiba-tiba ayah saya menyapa situ duluan. Tapi tetap aja saya gak tahu apa-apa.

Sambil memperhatikan Pak Restu yang cengar-cengir sama ponselnya, aku berpura-pura membaca majalah yang ada di tangan, padahal majalah ini sudah expired, delapan bulan yang lalu.

Chatting sama ceweknya tuh, cengar-cengir. Batinku.

Malas lihat Pak Restu yang sibuk sama ponselnya, akhirnya aku tergoda buat ngecek foto yang tadi Pak Restu upload.

"@/bajulucuk_ Ayo ayah/bunda cek baju lucu utk anak di ig kami."

"Lah kampret." umpatku pelan saat membaca salah satu komentar yang ada di foto tersebut. Iya, aku tahu bajunya gak layak banget kalau dibuat perbandingan sama balita jaman now yang ada di instagram, tapi jangan sejahat itu dong komentarnya. Eh, namanya dagang gak salah sih. Tapi ini mah yang salah yang upload.

"Pak, apus gak!" desisku pelan, sambil menyenggol tulang keringnya dengan ujung jari kakiku. Menarik-narik celana bahan miliknya dengan dihimpit oleh ibu jari kakiku dan telunjuk kaki.

"Lucu."

"Et dah apanya." Aku mengelap keringat yang menetes dari dahi, kesal sampai bercucuran keringat. Ngeri, keringatku jadi mutiara. Mermaid kali.

"Lihat dong komentarnya, Pak." Aku menarik pelan lengan kemejanya, mencoba mengalihkan perhatian Pak Restu dari ponsel mahal miliknya. Ia masih asyik aja cengar-cengir, senyumnya itu mempan banget bikin lemah dengkul, terus perut juga jadi gak enak. Banyak serangga terbang," upload yang cantik gitu kek, Pak."

"Nanti kamu marah, lalu bilangnya bisa digantung di gerbang kampus oleh teman-teman kamu yang nge-fans sama saya. Kamu juga ya, kan?" jawabnya diikuti tangannya yang merapihkan rambut hitam pekatnya.

"Garis bawahi, Pak. Pak Restu
yang nge-fans sama saya." Aku menekankan setiap kata bahkan huruf dari ucapanku.

"Terus, mau kapan kamu mulai nge-fans sama saya?"

"Udah."

Eh.

"Gak, pak. Eh, gak tau." ralatku kembali. Salah ngomong lagi. Aku menepuk mulutku yang gak sinkron sama otak, lalu melihat ke arah Pak Restu yang cengirannya makin lebar, pasti mau ngetawain tapi ditahan.

•••

hai. hello its me. im so sorry. hehe
doain aja ya.
sorry belum bisa balas komentar kalian semua, tapi selalu aku baca kok huhu
terharu masih ada yang baca cerita basi kayak gini😭

see yaa💗

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang