Walu

51.1K 4.9K 24
                                    

•••

"Pak, jangan disitu. Tuh, orang mau nge-charge juga." Si resturan numpang nge-charge aja belagu banget. Kan badannya makan lapak, tetep aja berdiri di depan stop kontak."Pak, nge-charge di mobil aja nanti. Saya mau pulang nih."

"Masih terang, Renata. Nanti saja." Dia dari Indomaret beli air minum dan belinya juga buat sendiri. Padahal aku kan laper. Sekarang, dia minum sambil duduk dan aku yang berdiri nunggu iPhone X-nya di-charge. Dekat stop kontak ini memang disediakan kursi panjang berwarna oranye.

"Besok saya masih ke kampus kok, pak. Gak usah sekangen itu sama saya." Eh.

Dan, Pak Restu pun keselek minumnya sendiri.

"Saya gak maksud, bikin bapak keselek. Maaf, pak." Aku menciut. Iya lah. Setelah dia keselek, matanya yang ahaydeu itu melotot syok ke arahku. Salting, my lecture?

Sepuluh menit lewat dan gak ada yang ngomong. Ngambek kali. Baper udah tua. Aku sibuk berdiri sambil men-swipe instastory milik following-ku di Instagram, sedangkan Pak Restu masih dalam mode silent tapi matanya yang gak punya tata krama itu gak berhenti menatap ke arahku.

"Santai dong, pak." Risih banget dilihatin kayak gitu.

"Saya gak ngapa-ngapain kamu, Renata."

"Mata, pak, mata."

"Mata saya kenapa?" Dia bertanya heran. Emang gak sadar kayaknya, kalo mata dia bahaya.

"Nih, pak. Kepala orang bisa bolong. Sampai tembus ke belakang kalau cara bapak ngelihat ke setiap orang kayak gitu." Aku memiringkan kepala menunjukkan bagian belakang kepala, meyakinkan si restu kalau kepalaku benar-benar bolong karena tatapannya. Padahal sih, enggak.

"Lebay kamu." Dia ketawa kecil. Ha ha. Gan-teng. Sia-lan.

"Saya pulang ya, pak." Aku mencabut charger miliknya dan menyerahkan ponselnya juga. Gak mungkin kan aku bawa pulang.

"Belum full, Renata." Dia menunjukkan layar ponselnya padaku.

"Itu udah 95%, Pak Restu." Bisa banget nahan-nahannya. "Udah ya, pak."

"Kamu pulang naik?" Dia menaikkan kedua alisnya.

"Angkot, pak." Aku berjalan ke arah pintu keluar selatan diikuti si restu."Gak usah ikut tap out ya, pak."

"Lah, kenapa? Suka-suka saya."

Makin dikasih tau, makin bikin kesel. Sabar. Sabar.

Selesai ikut-ikutan tap out, si restu juga ikut-ikutan jalan ke pintu keluar.

"Udah ya. Selesai kan cari pengalaman barunya?" Aku mengusir Pak Restu biar cepet balik ke alamnya. Dia menarik perhatian orang-orang banget di stasiun. Semoga aja gak ada orang yang aku kenal ngelihat aku di sini.

"Oke. Hati-hati, Renata." Pak Restu senyum, aku lega. Untung gak ikut sampai rumah atau aku khilaf bawa sampai rumah.

"Hati-hati juga, pak." Aku berjalan ke arah angkot yang ngetem. Setelah aku dapet tempat duduk di angkot terlihat Pak Restu berlari mengejar kereta yang datang sambil sibuk menelepon seseorang dan raut wajahnya kelihatan panik campur khawatir.

Baru aku mau dadah-dadah. Gak deh.

•••

Hayu. Si restu ibu telpon sape tuh.

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang