Fele Walu

45.3K 4.1K 55
                                    

••

Meski pun aku kesal dan penasaran dengan tingkahnya si Restu ibu, setelah tap di gate stasiun langsung menuju mesin ATM untuk menarik tunai seperlunya.

Ingat nih ya! Keselamatan diri sendiri itu lebih penting. Mikirin orang lain mah nanti aja dulu.

Kemudian aku mengecek berapa saldo yang dimiliki oleh kartu flazz Pak Restu. Mau aku top up sekalian nantinya. Karena hutang adalah janji yang harus ditepati, aku gak mau nanti saat masuk surga ditahan di pintunya karena punya hutang sama Pak Restu.

"EH BUSET!"

Banyak banget saldonya, jadi ngeri pegangnya, takut hilang woy. Ini kartu baru di top up apa baru dibeli ya, banyak banget saldonya. Gak sampai menyentuh total maksimal saldo dari kartu flazz juga sih, tapi ini banyak banget. Mungkin baru dipakai beberapa kali.

Btw, doi kalau pulang lewat jalan tol pakai kartu apa dong?

Aku buru-buru meraih ponsel milikku, membuka aplikasi Whatsapp dan mencari kontak Pak Restu, kok gak ada sih? Aku panik, kayaknya aku simpan deh kok dicari dengan awalan Pak tapi gak ada.

Oh iya, kan aku menyimpannya dengan nama Resturan, baru ingat setelah mencari di kontak dengan ketikan 'restu'.

Aku mengetikkan beberapa pesan, menanyakan ia pakai kartu apa jika lewat tol dan aku berjanji akan segera mengembalikan, juga menjaga kartu tersebut dengan baik.

Sepuluh detik kemudian, ponselku berdering, caller id dengan wajah tampan Pak Restu muncul di layar.

"Halo, pak. Assalamu'alaikum. Bapak pakai apa pulangnya kalau lewat jalan tol, kartu flazz-nya kan di saya?" tembakku langsung, sebelum Pak Restu sempat menjawab salam dariku.

"Waalaikumsalam." Aduh, adem dengarnya jawab salam doang, gimana kalau jadi imam pas di rumah, rumah tangga kita. Jadi mendadak ngebayangin. Eh, fokus Renata, fokus.

"Santai, Renata. Saya masih ada kartu lagi." lanjut Pak Restu.

Untung aja, masih punya cadangan. Aku berjalan di peron satu stasiun Pondok cina, berjalan ke arah selatan alias ujung paling depan dari arah kereta datang, "Pak, ini isinya banyak banget. Saya ngeri pegangnya. Besok saya balikin deh pak, tapi Pak Restu harus janji hapus foto saya dari akun Instagram punya bapak."

Aku baru ingat kalau foto yang bikin heboh lambe fakultas, masih muncul di feeds milik Pak Restu.

"Kamu yakin banget foto yang saya upload itu kamu?" ledek Pak Restu, dibalik suaranya yang meledekku dari telponnya terdengar bunyi klakson dan riuh jalanan yang ramai.

"Pak!" kesal juga mendengarnya, jelas-jelas itu baju yang ku pakai kemarin sore. Mendengar aku yang kesal, ia tertawa di seberang sana, "hapus ya, pak. Please." pintaku.

"Itu bukan foto kamu, Renata. Wajahnya aja gak terlihat." jawab Pak Restu masih kekeuh kalau foto yang ia upload itu bukan diriku.

"Jelas lah, untung di-crop wajahnya. Kalau gak, bisa-bisa saya di gantung di gerbang fakultas sama fans bapak." Lama banget sih kereta yang datang.

"Bukannya kamu fans saya juga?" tanyanya, makin iseng ya si Restu ibu ke sini-sini.

"Apa? Saya gak dengar, pak. Ada kereta nih lewat." Ngeles aja dulu, percaya enggaknya mah terserah. Tapi emang bener kok, kereta arah stasiun Jatinegara baru datang di peron dua. Di jawab seperti itu Pak Restu tertawanya makin keras, "saya naik kereta dulu. Jangan dimatiin loh, urusan kita belum selesai."

"Kita, Renata?"

"Tau, ah." Kesal. Fix.

Aku memilih menaiki gerbong campuran, karena tidak terlalu ramai kalau dari stasiun Pondok Cina.

"Halo. Pak Restu, sekali lagi nih pak saya minta tolong banget hapus foto-nya nanti saya kembalikan kartu flazz punya bapak." lanjutku, setelah mendapat tempat untuk bersandar yang nyaman di dekat kursi prioritas, di samping pintu, "saya matiin ya, pak. Gak enak soalnya dilihat orang di kereta."

Di KRL tuh ya, kalau kamu menimbulkan bunyi sedikit saja akan menarik perhatian. Penumpang lain sih gak akan lihatin kamu lama-lama, tapi mereka akan melirik penasaran apa yang sedang kamu lakukan. Apalagi, kalau telepon seperti ini. Manusia Indonesia memang kelewat ramah dan kepo.

"Kamu kasih syarat ke saya?" jawab Pak Restu.

"Iya dong." kataku sombong. Barang sitaannya kan sudah di aku, sombong dikit boleh dong.

"Tapi syarat dari saya buat kamu waktu itu belum terpenuhi, Renata."

BEUH!
Diungkit, saudara-saudara. Ku kira dia sudah lupa. Aku melihat ke arah layar ponselku yang menampilkan display picture dari WhatsApp Pak Restu, rasanya pingin aku matikan telfonnya.

"Yah, pak." Aku menempelkan kembali ponsel di samping telinga. Kicep deh. Kembali pada pasal satu, bahwa dosen selalu benar, apalagi saat ujian, dan sekarang sedang ujian. Ujian hidup.

"Box pemberian dari saya juga gak kamu bawa pulang, kamu tinggal di mobil saya." lanjutnya lagi. SKAK MAT!

"Pak." Makin susah deh, minta hapus fotonya.

"Gimana kalau kita bikin perjanjian." kata Pak Restu di seberang, sepertinya ia sudah sampai di tujuannya karena terdengar suara pintu mobil terbuka yang kemudian ditutup kembali. Mau ketemu perempuan yang ia telepon tadi kali. Renata sok tahu banget, udah kayak Dilan si Peramal. Padahal belum tentu perempuan yang digosipkan oleh Mona dkk yang telepon.

"Kamu penuhi syarat dari saya, saya akan penuhi syarat dari kamu. Gimana?"

Kok jadi fifity-fifty gini sih.

"Curang dong, pak. Yang ada saya rugi semua."

"Enggak." kata Pak Restu, "saya dong yang rugi, seharusnya gak ada syarat-syarat dari kamu."

"Ish. Ya udah iya. Saya matiin, teleponnya."

"Sebentar, saya belum selesai."

Mau apa lagi, Ya Tuhan.

"Temui saya lusa atau kapan pun kamu siap, maksimal setelah kamu selesai UAS. Kamu ambil box kemarin dan meng-iyakan secara langsung syarat dari saya, baru setelah itu syarat dari kamu saya penuhi."

Yess. Berarti kapan-kapan dong, setelah lewat acaranya juga boleh. Batinku sumringah.

"Oke deh. Pak." Bahagia nih kalau begini. "Saya tutup ya, pak. Assalamualaikum."

"Ah iya. Saya tahu jadwal UAS kamu hanya 6 hari dan jaraknya dekat. Acara reuni saya kira-kira tiga atau empat hari setelah kamu UAS hari terakhir. Juga, waalaikumsalam."

OH MY GOD, MAMA!

Jadi lupa deh, tadinya kan mau tanya sekalian beliau kenapa saat di stasiun, panik gitu tampangnya.

•••

Tew
Te te tew

A a aisyah bo bojoku jatuh cinta pa pa da jamilah

YOU SING
YOU LOSE

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang