Dua

76.7K 5.9K 231
                                    

•••

"Re, jangan bengong anjir." Devi
menggoyangkan tubuhku dari belakang, "kesambet lo, ini udah sore." Dia menyeruput Thai Tea miliknya.

"Dep, tolongin gue dep. Gue kerasukan hantu ruang dekan."

"Mana ada, yang ada hantunya mah di sini gosipnya."

"Sumpah lo?!" Aku panik. Jelas dari tadi aku di sini sendirian, perpus kampus. Devi dari tadi sama Rama mencari sumber kehidupan alias air. Mereka kehausan setelah berkeliling perpus kampus untuk mencari bahan mengerjakan tugas dari Pak Restu. Minimal 4 sumber referensi, sedangkan aku kebagian mengotak-atik jurnal-jurnal yang ada. Pusing.

Buat rumusan masalah? Tentu saja sudah selesai, aku ahlinya. Apalagi membuat masalah beneran, jangan ditanya.

"Re, udahan yuk. Udah mau maghrib, lo jangan maksain gitu. Nanti lo sakit, Re." Cuih, si Rama sok perhatian.

"Liat dong, Ram! Masih terang baru jam 4." Rama yang emang suka gatal-gatal kalau ngerjain tugas, sudah mulai gak tenang.

"Gue mau ketemu cewek gue, Re. Please." Dia udah memohon-mohon gitu jadi gak tega.

"Udah Re lepasin. Kembalikan dia ke alamnya, yang bebas." Devi nambahin.

"Hahaha. Iya sana Ram, Bunda Ratu lepaskan. Pergilah, nak. Mencari belahan bokongmu." Aku menepuk-nepuk bahu kiri milik Rama.

"Mati aja lu, Re." Bisik Rama di telingaku saat mengambil tasnya yang ada di samping tempat aku berdiri.

"Re, kata kelompok lain susah konsul sama Pak Restu." Ujar devi, dia menunjukkan hasil chat LINE-nya dengan Eva, anggota kelompok 2.

"Susah gimana?"

"Eva nyaris mati di tempat, Re."

"Hah?!"

Kaget dong, bookk! Gimana dengan kelompokku?!

"Eva gak kuat ditatap sama Pak Restu selama konsul, mana jarak diskusinya deket banget."

"Ya anjir, gue kira apaan." ucapku.

Devi gak tahu tentang adegan melepas kancing waktu itu lebih parah, jarak wajah Pak Restu sudah uncontrolled. Gimana kalau Eva yang jadi aku kemarin di ruang dekan, mungkin dia sudah jadi butiran debu. Aku menganggap adegan kemarin adalah latihan sebelum diskusi dengan jarak yang lebih terkontrol. Semoga si Restu ibu sudah lupa. Aamiin.

"Ih Re, udah jangan bengong. Kita berdoa dulu nanti sebelum ketemu Pak Restu." Dia menyimpan kembali ponselnya. "Lo yang chat Pak Restu ya, bikin janji. Gue males basa-basi sama dosen, walaupun dia ganteng." Devi nyengir, sialan ini anak.

"Iya santai. Tapi lo baca ini buku-buku ya, gue enggak bisa berharap banyak sama si Rama, penghuni Ragunan disuruh baca buku, gak deh." Aku menyerahkan buku-buku setebal kamus kepada devi. Kalau novel aku juga sanggup deh bacanya, ini mah gak cuma berat dibawa tapi berat banget di mata. Padahal, kunci jadi mahasiswa adalah buku, gak boleh cuma modal copy-paste.

"Oke, Re. Gue cabut duluan." Devi pun keluar perpus kampus, aku juga ikut ngibrit. Takut hantu perpus keluar beneran, padahal gak ada deh kayaknya cuma nakut-nakutin aja supaya gak pada nongkrong di sini, soalnya Wi-Fi di sini kenceng banget asli, download 1 film kena 10 menit-an doang.

Aku memesan ojek online dari kampus ke stasiun, lagi ada voucher kan lumayan. Gak lupa chat Pak Restu ajak janjian buat konsultasi besok.

Selamat sore, pak. Maaf saya Renata dari 4D. Mau tanya untuk konsul matkul bapak esok hari kelompok 3, jam 10 pagi bisa tidak? Terimakasih

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang