"Ini minumlah dulu." perintah Guanyi sembari memberikan secangkir cokelat panas pada laki-laki yang duduk di sofa."Gomawo nuna." ucap laki-laki yang tak lain merupakan adiknya yang bernama Guanlin itu.
Dia menyesap cokelat panasnya hati-hati sembari mengusapkan tangannya berkali-kali di pinggiran cangkir putih itu. Cuaca kota Seoul yang berubah menjadi dingin itu membuatnya yang hanya memakai hoodie hitam dengan sablon merah-putih bertuliskan 'supreme' membuatnya membutuhkan kehangatan yang lebih.
Untungnya dia sampai di rumah kakaknya tepat waktu. Mungkin jika ia sampai di waktu malam, tubuhnya bisa membeku.
"Kenapa kau kabur huh? Mau bertingkah sok dewasa? Membuktikan dirimu keren? Apa alasannya kau melakukan hal ini?" tanya Guanyi dengan nada kesal. Sungguh dia tak habis pikir kalau adiknya yang baru berusia empatbelas tahun itu bisa kabur dari rumah dengan beraninya.
Bukan hanya kabur dari rumah ke rumah saja, tapi dari negara ke negara.
"Aku sudah mempersiapkannya dari jauh-jauh hari nuna. Aku bahkan menabungkan uang jajanku selama setahun untuk membeli tiket penerbangan kesini."
"Lalu apa alasannya Linlin... Apa kau tidak memiliki tujuan dan alasan?" tanya Guanyi yang gemas sambil mencubit pipi sang adik.
Meskipun dia kesal tapi di sisi lain dia juga gemas dengan adiknya ini. Ya, sangat gemas sampai rasanya dia ingin mencubiti pipi adiknya sampai bengkak.
"Aku tidak ingin mama menikah lagi." perkataan Guanlin membuat Guanyi tertegun.
"A.. Apa?"
"Mama... Dia merancang pernikahannya dengan seorang pengacara yang merupakan teman baiknya." jawab Guanlin. "Aku tidak ingin mama menikahi laki-laki itu. Aku membencinya."
Kini Guanyi duduk disamping Guanlin dan memeluk adiknya dari samping.
Oh bagaimana bisa seorang anak yang baru bertumbuh menjadi remaja seperti Guanlin bisa memikirkan hal kritis seperti itu? Seharusnya sesuai dengan anak-anak diusianya, mereka harus mementingkan pelajaran dan juga kegiatan sekolah. Bukan masalah keluarga.
Guanyi tidak ingin Guanlin menjadi seperti dirinya yang pernah menghadapi masalah yang sama besarnya. Masalah dimana kedua, orangtuanya bercerai sepuluh tahun yang lalu. Saat itu Guanlin masih balita sedangkan Guanyi lebih muda dari usia Guanlin saat ini. Dia melihat dimana orangtuanya bertengkar dan juga berakhir di meja pengadilan. Guanyi juga berada dalam kondisi membingungkan saat itu karena hak asuhnya yang jatuh ke tangan sang ayah dan tinggal menetap di Korea, sedangkan sang ibu kembali ke kampung halamannya di Taiwan sambil membawa Guanlin yang membutuhkan pengasuhan khusus seorang ibu.
Terakhir kali mereka bertemu sebagai sebuah keluarga adalah tiga tahun yang lalu dimana Guanyi baru lulus dari sekolah menengah. Itupun karena paksaan, termasuk foto keluarga saat kelulusan. Senyuman yang terpampang di foto tersebut semuanya terlihat palsu layaknya settingan.
Setelah hari itu berlalu, Nickhun -ayah dari Guanyi memutuskan untuk menetap di Thailand karena pekerjaan dan meninggalkan gadis itu sendirian di Korea untuk melanjutkan kuliahnya dan bekerja menjadi sukarelawan di rumah singgah orang-orang berkebutuhan khusus.
"Dengarkan aku Guanlin... Setiap manusia memiliki haknya untuk hidup dan memilih kehidupan seperti apa yang ingin mereka jalani. Jika memang mama memiliki keputusan seperti ini, tugas kita sebagai anak adalah membiarkannya. Membiarkan mama bahagia dengan keputusannya." kata Guanyi.
Namun lain halnya dengan Guanlin yang masih berkepala batu.
"Tapi, apakah nuna tidak rindu pada keluarga kita yang dulu?" tanya Guanlin. "Keluarga dimana ada kita dan mama serta papa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
{남자도 우나요} Do Men Cry?
Fanfiction> COMPLETED < Do men cry too? Do they hurt because of break up too? Do they cry inside because they crazily miss that other person? It feels like I'm only in pain and I'm the only sad one. Did you love me? Did you really love me? Words I couldn't...