Seokmin mengerjapkan kedua matanya. Dia melihat langit-langit kamarnya dan merasakan nyamannya ranjang tidur yang menjadi alas dari tubuhnya saat ini. Matanya beralih kearah ambang pintu dan menemukan sosok sang ibu yang tengah bercakap-cakap dengan seorang laki-laki berjas putih. Bisa dikatakan laki-laki itu adalah seorang dokter.
Secara samar-samar Seokmin dapat menangkap apa yang tengah dibicarakan oleh ibunya dan dokter tersebut.
"Setelah mengambil sampel darah dari anak anda, saya akan membawanya ke laboratorium rumah sakit untuk melakukan pengetesan. Mungkin hasilnya akan keluar empat sampai tujuh hari lagi."
"Baiklah kalau begitu. Terimakasih banyak dokter. Mari, saya antarkan ke bawah."
Selepas perginya nyonya Lee yang mengantar dokter tersebut pergi, Seokmin mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi kepadanya.
"Ah... Benar... Aku pasti pingsan tadi..." tutur Seokmin yang teringat akan dirinya yang kehilangan kesadaran saat ingin mengambil obat sakit kepala di laci nakasnya. "Tapi... Untuk apa dokter itu mengambil sampel darahku? Apakah penyakitku itu parah? Perasaan, ini hanya sakit kepala biasa..."
Sejenak Seokmin bergelut dengan pikirannya sendiri, dia tidak menyadari kalau kini ibunya masuk ke dalam kamarnya dengan membawa sebuah nampan berisikan makanan. Dia meletakkan nampan itu diatas nakas lalu duduk di tepi ranjang Seokmin.
"Eomma?"
"Ketika aku pulang, aku menemukanmu pingsan. Jadi eomma memanggil seorang dokter untuk memeriksamu." ujar nyonya Lee.
Nada bicaranya terdengar lebih lembut daripada biasanya. Dan itu membuat Seokmin terheran. Tidak biasanya nyonya Lee berbicara dengan suara yang lembut seperti ini kepadanya, mengingat tak ada lagi cinta yang utuh dalam keluarga ini selain cinta kedua orangtuanya kepada harta.
"Lebih baik sekarang kau makan, dan minum obat-obat ini. Kita akan bicara lagi setelah kau selesai makan." perintah ibunya.
"Apa yang dokter itu katakan? Apa penyakitku?" tanya Seokmin yang mengabaikan perintah dari nyonya Lee.
"Dokter bilang kau hanya terkena sakit kepala biasa. Mungkin karena jadwal makanmu yang tidak teratur membuatmu lemas dan berakhir dengan pingsan. Dokter itu mengambil sampel darahmu untuk dicek, mungkin ada indikasi penyakit lain." jelas nyonya Lee. "Tapi tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja. Lebih baik kau cepat makan dan minum obatmu..."
Itulah kata terakhir yang nyonya Lee ucapkan sebelum dia keluar dari kamar Seokmin.
Sedangkan sang anak? Seokmin hanya memandangi kepergian ibunya. Sepertinya semua pertanyaannya tadi sudah mendapatkan jawaban yang memuaskan. Kini yang Seokmin lakukan adalah menuruti perkataan ibunya untuk makan dan mengonsumsi obat yang sudah diberikan oleh dokter yang memeriksanya beberapa waktu yang lalu.
Meskipun di dalam hatinya Seokmin masih bertanya-tanya, apakah indikasi penyakit yang ibunya sebutkan beberapa saat lalu. Apakah dia terindikasi memiliki penyakit yang lebih parah?
Entahlah...
Sepertinya untuk saat ini jawaban atas teka-teki itu masih rahasia sampai hasil tesnya keluar.
.
____________________
"Jadi, apa yang ingin eomma bicarakan denganku?" tanya Seokmin.
Saat ini dia dan nyonya Lee berada di ruang tengah rumah mereka. Hanya ada mereka berdua disana, duduk saling berhadapan ditemani suara televisi yang menayangkan acara variety show.
KAMU SEDANG MEMBACA
{남자도 우나요} Do Men Cry?
Fanfiction> COMPLETED < Do men cry too? Do they hurt because of break up too? Do they cry inside because they crazily miss that other person? It feels like I'm only in pain and I'm the only sad one. Did you love me? Did you really love me? Words I couldn't...