Nyonya Lee kini terduduk tak berdaya di samping ranjang dimana Seokmin terbaring. Dia terlalu lelah karena menangisi kenyataan yang sang anak dapatkan. Kini dia berada di ruang rawat inap dimana Seokmin tengah tertidur pulas.
Dia duduk diatas sofa sembari memijat pelipisnya. Entah apa yang harus dia lakukan setelah ini, dia bagai kehilangan arah. Suaminya sudah mendengar semua ceritanya tentang penyakit yang anak mereka idap.
Dan tuan Lee baru bisa kembali minggu depan karena tugas dinas yang belum terselesaikan. Nyonya Lee sempat beradu mulut dengan suaminya itu melalui panggilan telefon. Mungkin karena dia terlalu terbawa emosi sehingga menyebabkan pertengkaran diantara mereka berdua.
Garis besarnya adalah nyonya Lee yang menginginkan suaminya segera pulang untuk melihat kondisi anak mereka sekarang. Setidaknya berada di sisi Seokmin sesaat untuk memberikan semangat. Sayangnya sang suami memiliki pendirian untuk tetap melanjutkan pekerjaannya dan pulang sesuai dengan jadwal yang seharusnya.
Entah kenapa setelah pertengkaran itu, nyonya Lee merasa sadar kalau selama ini dirinya telah melupakan kebahagiaan yang anaknya inginkan. Dia terlalu memaksakan kehendaknya kepada Seokmin dan membiarkan anaknya itu menderita sendirian.
Kini yang bisa dilakukan oleh nyonya Lee hanyalah meratapi dirinya sendiri yang baru disadarkan oleh Tuhan bahwa tak ada yang bisa dia lakukan lagi untuk mempertahankan anaknya.
Dokter sudah memberikan keputusan bahwa kecil kemungkinan Seokmin bisa selamat dari kanker otak stadium akhirnya. Sangat kecil harapan pemuda Lee itu untuk hidup lebih lama, mengingat semua sel kanker sudah menyerang dan bersarang di otaknya. Sehebat apapun teknologi kedokteran yang rumah sakit miliki, akan kalah hebatnya dengan kuasa Tuhan.
Itulah mengapa dokter yang menangani Seokmin menyuruh nyonya Lee serta seluruh keluarga untuk berserah diri akan takdir yang sudah Tuhan gariskan kepada Seokmin.
"Hyoyeon-ah..." panggil seseorang yang baru membuka pintu ruang inap Seokmin.
"Oppa..." nyonya Lee yang baru saja melihat kedatangan orang tersebut langsung berdiri dan memeluknya.
"Maafkan aku datang terlambat. Aku dan Sejeong turut berduka atas apa yang menimpa Seokmin." kata orang tersebut yang tak lain adalah Kim Jaejoong.
"Tak apa oppa... Terimakasih sudah mau datang malam-malam begini." ujar nyonya Lee yang kini mempersilakan Jaejoong duduk di sofa.
Terlepas dari percakapan keduanya, Sejeong yang juga datang menjenguk Seokmin itu kini berjalan kearah ranjang dimana tubuh lemah laki-laki itu berada.
Sejeong tak dapat menahan airmatanya lagi saat melihat tubuh Seokmin yang berbaring lemah diatas ranjang tersebut.
Keluarga Kim mendengar kabar Seokmin yang dilarikan ke rumah sakit dari nyonya Lee sendiri. Wanita itu tidak tahu harus memberitahu kabar tersebut kepada siapa lagi karena mereka tidak memiliki keluarga dekat. Karena suaminya tidak bisa datang perihal pekerjaan, alhasil nyonya Lee memutuskan untuk menghubungi keluarga Kim saja untuk meminta suppport dari mereka.
Bukan hanya Sejeong saja yang terkejut dengan kabar tersebut, tetapi Jaejoongpun ikut terkejut. Pria itu tidak menyangka kalau laki-laki yang sering mengantar-jemput anaknya itu untuk belajar di rumah singgah akan mengidap penyakit yang cukup parah.
Belum lagi Seokmin yang menjadi manager di salah satu cafe milik Jaejoong itu terlihat sangat ceria dan bugar, Seokmin tidak pernah menunjukkan tanda-tanda bahwa dia memiliki penyakit kanker sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
{남자도 우나요} Do Men Cry?
Fanfiction> COMPLETED < Do men cry too? Do they hurt because of break up too? Do they cry inside because they crazily miss that other person? It feels like I'm only in pain and I'm the only sad one. Did you love me? Did you really love me? Words I couldn't...