Pagi ini hujan turun.
Dan Yuna melangkah keluar dari rumahnya menuju sekolah di bawah perlindungan payung transparan yang ia miliki. Entah kenapa langit di pagi hari ini ikut menangis seperti Yuna yang airmatanya sudah mengering sejak sore kemarin.
Kakaknya -Choi Taejoon sudah berangkat pergi bekerja dan meninggalkan sarapan untuk Yuna. Gadis yang patah hati itu tiba-tiba tidak nafsu makan dan menjadikan sarapannya sebagai bekal di sekolah.
Pandangan Yuna terasa hampa. Kakinya melangkah dengan benar menuju sekolah, tetapi hati dan pikirannya entah menghilang kemana.
Hatinya masih sakit.
Nalarnya masih belum menerima keadaan bahwa hubungannya dengan Seokmin sudah berakhir kemarin.
Dia selalu bertanya di dalam hatinya, apakah benar Seokmin bersungguh-sungguh dengan ucapannya?
Kenapa begitu mudah mengatakan kata 'putus' bagi Seokmin? Apakah dia tidak memikirkan perasaan Yuna? Apalagi Seokmin mengatakan bahwa dia tidak menyukai senyuman milik gadis itu.
Dan yang lebih menyakitkan adalah saat dimana Seokmin mengatakan bahwa Yuna adalah gadis kampungan.
Choi Yuna tidak pernah menyangka bahwa Seokmin akan mengatakan hal itu. Laki-laki itu tahu betul bahwa Yuna hanyalah gadis sederhana yang tidak memiliki harta berlimpah layaknya seorang putri raja. Dan dulu Seokmin mengatakan bahwa dia menerima Yuna apa adanya, dia menyukai Yuna bukan dari harta dan tampilannya tetapi dari hati gadis itu yang tulus.
Ini semua benar-benar tak terduga.
"Apakah... Senyumanku seburuk itu? Apakah aku benar-benar kampungan?" gumam Yuna. Dia menyalahkan dirinya sendiri atas alasan yang Seokmin lontarkan.
Bagi seseorang pujian itu adalah hal yang membangkitkan percaya diri. Jika satu saja kata buruk yang mengomentari kondisi fisik ataupun kelakuan dari orang itu maka rasa percaya dirinya akan turun. Apalagi seorang perempuan.
Perempuan adalah makhluk yang paling sensitif di dunia ini. Mendapatkan celaan seperti itu rasanya seluruh manusia di dunia ini mengutuk Yuna.
Apalagi celaan itu diarahkan saat momentum mengakhiri hubungan dengan pasangan.
Yuna tahu bahwa hubungannya sudah berakhir kini, dan Yuna tahu bahwa semua ini adalah kenyataan.
Tapi harga dirinya berusaha untuk menahan semua rasa sakit itu. Dia tidak boleh menangis lagi. Apalagi saat ini dia sudah masuk ke dalam gerbang sekolah. Jika setetes airmatanya jatuh itu berarti dia kalah.
"Yuna-ya!" panggil Jiho yang sedikit berlari menyusul Yuna yang sudah mengijakkan kaki dibawah atap sekolah.
Si pemilik nama menoleh sambil melipat payungnya melihat Kim Jiho -teman sekelasnya kini berdiri disampingnya. Melakukan hal yang sama.
"Kau tahu? Seokmin pindah ke Seoul hari ini" ujar Jiho.
Meskipun bibirnya tertutup rapat tetapi kedua manik kecoklatan Yuna membesar. Dia sedikit terkejut dengan apa yang Jiho ucapkan.
"Apa kau sudah tahu? Dari wajahmu kau terlihat biasa saja." sambung Jiho.
Andaikan Kim Jiho tahu bahwa Seokmin dan Yuna baru saja mengakhiri hubungan mereka, mungkin gadis itu tidak akan memulau pembicaraan yang menyangkut tentang Seokmin.
Respon Yuna hanyalah berjalan menuju kelasnya sambil menggenggam payungnya yang sudah rapi tanpa berbicara sedikitpun. Di dalam otaknya, pikiran Yuna terus mengarah kembali pada kejadian sore kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
{남자도 우나요} Do Men Cry?
Fanfiction> COMPLETED < Do men cry too? Do they hurt because of break up too? Do they cry inside because they crazily miss that other person? It feels like I'm only in pain and I'm the only sad one. Did you love me? Did you really love me? Words I couldn't...