Saat itu....
(Cerita dari sisi Seokmin)
(Play the music on multimedia)Bel istirahat makan siang berbunyi, semua murid berhamburan keluar dari kelas. Ketika Seokmin ingin menghampiri Yuna di tempat duduknya, salah seorang siswa memanggil Seokmin dan menyuruhnya pergi ke ruang konseling. Tentu saja Seokmin yang merupakan murid teladan langsung pergi ke tempat yang diperintahkan.
Sesampainya di ruang konseling, Seokmin terheran melihat ibu dan ayahnya duduk manis bersama guru konseling serta kepala sekolahnya. Pasalnya, orangtua Seokmin bukanlah orangtua murid pada umumnya yang sering mondar-mandir sekolah demi mengikuti rapat atau pertemuan orangtua murid. Dan kehadiran mereka di ruangan ini cukup membuat Seokmin terheran.
"Ah Lee Seokmin, rupanya kau sudah datang. Ayo masuk dan duduk disini." perintah kepala sekolah pada Seokmin.
Alhasil Seokminpun terduduk di salah satu sofa yang berada di ruangan itu. Berjauhan dari orang-orang yang lebih tua darinya itu.
"Hari ini kau bisa pulang terlebih dulu Seokmin. Orangtuamu sudah meminta izin pada kami, dan urusan kepindahan sekolah kau tak perlu khawatir karena akan segera kami urus." ujar guru konseling yang duduk berhadapan langsung dengan Seokmin dengan nada yang sangat tenang.
Sedangkan Seokmin hanya mengangkat sebelah alisnya dengan pandangan penuh tanya kepada orangtuanya.
"Kepindahan sekolah? Apa maksudnya?" tanyanya.
"Ah, sepertinya kau belum tahu tentang semua ini. Kalau begitu kami akan memberikan waktu untuk kalian berbicara." jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan Seokmin itu membuat guru konseling sekolah merasa canggung.
Menangkap diri Seokmin yang tidak tahu akan kejelasan pembicaraan mereka, baik kepala sekolah maupun guru konseling yang berada di ruangan tersebut memilih untuk mengundurkan diri dan memberikan waktu pada Seokmin dan orangtuanya untuk berbicara.
"Eomma, apa maksud semua ini? Kepindahan? Siapa yang akan pindah?" tanya Seokmin berturut-turut pada ibunya setelah kepala sekolah dan guru konselingnya keluar.
"Seokmin-ah, keluarga kita akan pindah ke Seoul!!!" ujar nyonya Lee dengan sangat gembira.
"Apa? Pindah? Seoul? Tapi eomma___"
"___Ayolah Seokmin-ah, kau pasti akan sangat senang. Teman ayahmu akan membantu kondisi keuangan kita, kamu akan hidup dengan enak jika bisnis ini berjalan lancar." potong sang ibu.
"Eomma, aku ingin tetap ada disini. Tak apa jika kalian semua tinggal di Seoul. Aku akan tetap tinggal dan melanjutkan sekolahku disini sendiri."
Melihat anaknya yang keras kepala membuat nyonya Lee bangkit dari duduknya.
"Yak! Lee Seokmin... Apa kau tidak bisa menuruti apa yang orangtuamu katakan? Ini demi kebaikanmu juga Seokmin-ah, kau akan hidup lebih baik disana. Lagipula kau akan dijodohkan dengan anak dari rekan bisnis ayahmu, kau akan bahagia karena dia adalah gadis yang baik"
Mata Seokmin terbelalak mendengar ucapan dari ibunya itu.
"Apa? Perjodohan? Eomma... Aku tak bisa. Aku___"
"___apa karena gadis kampungan itu?"
"Eomma!"
"Apa? Eomma benarkan? Karena gadis kampungan yang yatim piatu itu kau tak mau ikut pergi ke Seoul?" tegas ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
{남자도 우나요} Do Men Cry?
Fanfiction> COMPLETED < Do men cry too? Do they hurt because of break up too? Do they cry inside because they crazily miss that other person? It feels like I'm only in pain and I'm the only sad one. Did you love me? Did you really love me? Words I couldn't...