Disinilah Yuna berada.
Di depan rumah Seokmin.
Setelah Roa menjelaskan tentang kerja kelompok yang harus dikerjakan dirinya dan Yuna di rumahnya, Roa meminta izin kepada Victoria selaku ibu dari Yuna. Untungnya Victoria percaya atas kebohongan kecil Roa tersebut dan membiarkan Yuna pergi bersamanya.
Dan disinilah mereka, di depan rumah Seokmin yang nampak mewah tetapi sederhana dalam waktu yang bersamaan.
"Ayo masuk. Orangtua Seokmin tidak ada." ajak Roa yang sudah membuka gerbang kecil dari rumah tersebut dan mengajak Yuna masuk ke area rumah tersebut.
Memang benar bahwa orangtua Seokmin sedang tidak ada di rumah. Ibu dari Seokmin pergi menyusul suaminya ke luar kota dan meninggalkan anak semata wayang mereka di rumah sendirian. Itu suatu keberuntungan untuk Yuna karena tidak harus berhadapan dengan kedua ataupun salah satu dari orangtua Seokmin.
Ya, dia cukup takut.
Dulu, kedua orangtua Seokmin di Jeolla Selatan terkenal sebagai orang yang paling kaya dan sangat disegani. Yuna menjadi minder sendiri untuk berhadapan langsung dengan mereka.
"Ayo masuk! Tunggu apalagi Yuna?" tanya Roa.
Dengan bergegas Yuna ikut Roa masuk ke dalam rumah yang rupanya tidak dikunci itu. Roa memimpin Yuna menuju lantai atas dimana kamar dari Seokmin berada.
Ketika Roa membuka pintu dari kamar tersebut, Yuna melihat sosok Seokmin berbaring lemah diatas tempat tidur dengan wajah yang amat pucat. Yuna masuk begitu saja dan duduk di tepi ranjang Seokmin. Matanya memerhatikan setiap inci wajah tampan milik Seokmin yang kini terbangun dari tidurnya.
"Yu... Yuna? Bagaimana bisa kau berada disini? Apakah aku bermimpi?" gumam Seokmin.
"Aniya... Kau tidak bermimpi bodoh. Berhenti mendramatisir." ujar Roa yang menginterupsi momen diantara Seokmin dan Yuna.
Gadis bermarga Kim itu memilih duduk di atas meja belajar yang berhadapan langsung dengan ranjang dimana Seokmin dan Yuna berada. Dia juga meletakkan sebuah plastik berisikan makanan yang sedari tadi dia bawa disampingnya.
"Kau berhutang terimakasih padaku. Karena aku yang membawanya kemari." lanjutnya.
"Kau? Bagaimana bisa?" tanya Seokmin sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar pada punggung ranjang. "Dan... Kenapa Yuna memakai seragam sekolah kita?"
"Ini mungkin bisa dikatakan kebetulan, orangtua Yuna menyekolahkannya di sekolah kita." jawab Roa. "Dan... Banyak hal terjadi di sekolah sampai pada detik ini... Seperti yang kau lihat sendiri, Yuna ada di hadapanmu."
"Ne, Roa benar. Dia mengatakan padaku kalau kau jatuh sakit... Ini pasti karena kemarin..."
Nada suara Yuna terdengar sangat khawatir. Dia bahkan menggenggam erat kedua tangan Seokmin saat ini. Berbeda dengan Seokmin yang malah tersenyum lemah kepada Yuna sambil melepaskan sebelah tangannya dari genggaman Yuna dan membelai pipi dari gadis itu.
Melihat suasana yang berubah menghangat, Roa beranjak dari duduknya untuk berdiri.
"Hm... Sepertinya makanannya mendingin, aku harus menghangatkannya dulu... Bersenang-senanglah kalian berdua." katanya sebelum beranjak keluar dari kamar Seokmin membawa plastik makanan yang ia bawa.
Tertinggalah Seokmin dan juga Yuna yang kini tinggal berdua dalam kamar tersebut.
Ya, Inilah waktu dimana hanya ada mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
{남자도 우나요} Do Men Cry?
Fiksi Penggemar> COMPLETED < Do men cry too? Do they hurt because of break up too? Do they cry inside because they crazily miss that other person? It feels like I'm only in pain and I'm the only sad one. Did you love me? Did you really love me? Words I couldn't...