.: 19 :. Yang tak pernah hilang.

262 42 13
                                    

Sepasang kekasih baru saja memasuki sebuah club malam. Disana sangatlah gelap dan hanya diterangi oleh lampu remang-remang. Suara alunan musik terdengar cukup keras bersamaan dengan riuh gaduh orang-orang yang berdansa sambil minum-minum.

"Kenapa? Tidak familiar dengan tempat seperti ini?" tanya si perempuan kepada kekasihnya.

"Sejujurnya... Ini kali pertamaku kesini." jawab sang laki-laki yang membuat pacarnya terkekeh.

"Oh, Lee Seokmin... Kau sungguh polos." katanya. "Ayo masuk. Aku akan mengajarimu menikmati hidup."

Gadis itu adalah Roa, dan ya... Pria yang bersamanya tak lain adalah Seokmin. Mereka pergi ke club malam setelah Seokmin mendapatkan panggilan telefon dari kekasihnya itu. Roa bilang kalau dia sangatlah bosan dan ingin pergi jalan-jalan dengan Seokmin.

Sayangnya, Seokmin tidak pernah mengira kalau tempat tujuan mereka adalah sebuah club berisikan perempuan berpakaian minim, dan orang-orang yang terlihat stres dengan pekerjaan dan kehidupan mereka sehingga memilih tempat seperti ini untuk bersenang-senang.

"Kau yakin kita boleh masuk ke tempat ini?" tanya Seokmin dengan nada suara yang sedikit dinaikan. Dia takut Roa yang berjalan di depannya tidak bisa mendengarkan apa yang ia katakan.

Roa membalikkan tubuhnya dan tersenyum. "Tentu saja kita boleh. Kau sudah punya kartu identitas bukan? Siapapun yang sudah memiliki kartu identitas dibolehkan masuk kesini. Lagipula... Club ini milik ayahku."

Pantas saja Seokmin tidak curiga kalau Roa terlihat begitu santai saat masuk ke tempat seperti ini. Pasti sebelum gadis itu mengenal Seokmin, dia sudah sering keluar-masuk club dengan laki-laki lain.

Setelah lama mengikuti Roa, Seokminpun sampai di sudut terdalam club tersebut. Meja barista. Disana dia duduk disamping Roa sambil mengamati jejeran botol demi botol kaca berisikan cairan alkohol dengan komposisi yang berbeda-beda disetiap botolnya.

"Kau pernah minum alkohol?" tanya Roa.

Seokmin menggelengkan kepalanya. "Hanya soju dengan kandungan alkohol duabelas persen. Aku pecundang bukan?"

Roa tertawa mendengar jawaban Seokmin. Oh sungguh, laki-laki itu hanyalah laki-laki tampan dengan pesona luar biasa, tetapi belum pernah menyicipi alkohol yang lebih keras daripada soju.

"Aniya, aku tak bisa mengatakan kau pecundang sampai aku melihat reaksimu meminum minuman pilihanku." kata Roa.

Perempuan itu mengalihkan pandangannya dari Seokmin ke seorang pria yang tengah mengelap gelas di balik meja barista. "Max, tolong dua gelas yang polos." katanya.

Si barista bernama Max itupun langsung menyiapkan dua gelas pesanan Roa berisikan wine.

"Dua.. Wine polos." ulang Max sambil menyuguhkan pesanan Roa dan kembali pada tugasnya untuk melayani pelanggan yang lain.

"Minumlah... Ini wine, kadar alkoholnya hanya berbeda delapan persen dari soju terakhir yang kau minum." kata Roa. "Aku tidak tega memberikan yang lebih keras kadar alkoholnya kepadamu."

Di dalam hatinya Seokmin berterimakasih kepada Roa yang mengerti akan dirinya. Meskipun Roa lebih 'nakal' daripada Seokmin, tapi dia masih bisa mengerti kondisi laki-laki itu.

Seokmin mengambil gelasnya dan melakukan 'cheers' dengan Roa sebelum menyesap aroma kuat wine lalu meneguknya.

"Arkkh... Kenapa keras sekali?" tanya Seokmin yang merasakan sensasi panas masuk ke tenggorokannya.

Lagi dan lagi Roa tertawa atas kepolosan Seokmin. "Wae? Kau tidak kuat? Padahal wine ini adalah wine paling buruk di club ayahku."

Laki-laki bermarga Lee itu hanya bisa geleng-geleng kepala dengan mata terpejam. Dia berusaha untuk mentolerir sensasi tajam wine yang bahkan tidak terlalu hebat di mata Roa karena kadar alkoholnya cukup rendah.

{남자도 우나요} Do Men Cry? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang