Bab 14 (Revisi)

5K 252 0
                                    

Enjoy Reading

Jordhan POV

Bolehkah ia berharap, ia bisa lupa masalalunya???

Bolehkah ia berharap, ia bisa memulai kehidupan baru???

Bolehkah ia berharap, ia bisa memperbaiki semuanya??

Aku mohon... Jika memang diriku bisa merasakan cinta yang sebenarnya, maka jatuhkanlah pilihan cinta itu pada pilihan orangtuaku.

Setidaknya aku bisa mengobati luka masalaluku, dengan membangun cinta baru, yang entah itu bisa atau tidak....

Setidaknya....

Aku menemui gadis yang kuketahui bernama Humaira ditaman belakang kediaman rumah Adianata.
Baru pertama kali ini, aku membuat privasi, pada orang yang bahkan tidak kukenal.

Humaira duduk termenung ditempat duduk kayu yang memang sudah disediakan. Diriku berdiri dibelakangnya. Aku berusaha mati-matian menahan debaran yang semakin menjadi didadaku.

"Ehm..." dehemku memulai

Humaira tak merespon, ia diam. Bingung antara ingin menjawab atau... Sudahlah... Aku sepertinya harus to the point.

"Nona benar-benar ingin mengakhiri perjodohan ini???" tanya ku setelah menghembuskan nafas, sedetik setelah nya kumerutuki kebodohanku, aku malu... Antara bingung dan salah tingkah.

"Panggil Humaira aja, nona terlalu formal untukku..." ucapnya pelan. Benar dugaanku.

"Tuan Arafat" ia berdiri, berbalik, ia belum menatapku. Dan tunggu kenapa dia memanggilku tuan??? Bahkan dia tak mau dipanggil nona.

"Kau memanggilku tuan??!" ucapku antara bertanya dan memberi pernyataan.

Entah kulihat ia agak salah tingkah, dan itu terlihat.... Menggemaskan, hah???

Ia memilin jilbabnya.

"Ehm... Tuan orang besar... Jadi..."

"Umur kita hanya terpaut beberapa tahun saja" potongku. Aku tau sebenarnya yang ia maksud, disini pangkat dan jabatan tidak berlaku!

Hening

"Sebelumnya maaf..." ucapnya memecah kesunyian.

Dan tunggu kenapa kalimat maaf???

"Aku... Gak bermaksud untuk memutus secara sepihak, tapi aku rasa hubungan ini tak perlu diteruskan..." ucapnya pelan dengan nada rendah saat mengucap kata 'Aku'.

Kenapa diriku ingin tersenyum??? Namun mendengar penuturannya membuat hatiku agak bergoncang

"Buk-" aku hendak memotong namun...

"Anda berhak bahagia... Jangan buat perjodohan ini halangan anda untuk bahagia, lagi pula secara tidak langsung perjodohan ini adalah pemaksaan bukan... Kita tidak tau, perasaan cinta sebenarnya harus kita berikan pada siapa... Walau juga... Cinta bisa tumbuh dan datang setelah menikah... Tapi-" ucapnya terdengar lirih tapi tenang...

Ia mendongak menatapku.

Degh!!!

Mata itu... Merah karena habis menangis??? Bola hitam itu menyiratkan kesedihan dan kekecewaan. Masalahnya ini... Seperti dejavu.

Lalu ia berpaling saat aku membalas tatapannya dengan dalam.

"Maaf..." ucapku, entah karena apa namun aku ingin meminta maaf padanya.

"Bisakah untuk kali ini???" tanyaku berharap.

Sebenarnya berharap lain, diriku mengharapkan semoga semua baik-baik saja kedepan dengan keputusanku ini.

Jordhan POV end

....

"Sayang... Ibu tau kamu sebenarnya terpaksa kan.... Kita bisa batalkan sayang.... Ibu gak mau lihat kamu tertekan dan sedih gini..." ucap Indah khawatir saat ia tengah menunggu Humaira di henna.

"Humaira gak tau harus gimana... Tapi Humaira gak pingin kecewain Ibu sama Ayah..." ucap Humaira pelan.

Setelah selasai dihenna Humaira dan Indah bicara berdua.

"Sayang maafin ibu...." ucap Indah berkaca-kaca.

"Ibu... Jangan gitu..." lirih Humaira.

"Ini belum jauh nak..." ucap Indah meyakinkan.

"Ibu gak mau putri Ibu gak bahagia... Gimana sama Ayah... Kamu gak mau mikirin Ayah kamu yang... Jelas-jelas gak mau lihat kamu sedih gini..." ucap Indah.

"Humaira tau Bu... Tapi kalau jawaban dari Allah ini... Humaira harus gimana? Mungkin Allah berikan dia buat Humaira kali ini..." ucap Humaira pelan.

"Lagi pula... Ibu kan pengen liat Humaira nikah... Hehehe" kekeh Humaira.

"Ish kamu itu!!! Kalau terpaksa, Ibu gak akan pernah mau..."

"Ini istiqarah Humaira selama sebulan terakhir..." ucap Humaira akhirnya sambil menatap Indah.

"Loh... Jadi... Ada dua pilihan?" kejut Indah sambil menatap putrinya. Humaira mengangguk pelan.

"Kenapa gak bilang, kita kan biaa bicarakan..." ucap Indah.

"Kan udah nemu jawabannya... Yaudah..." pasrah Humaira, lalu menyenderkan kepalanya pada bahu Indah, sambil menatap rembulan yang ternyata sudah menampakan sinar lagi setelah tertutup awan.

Hening...

Ibu dan anak itu terdiam dengan fikiran masing-masing.

Dalam hati Humaira. Ia tau, nantinya akan rumit, ia tau perjalanannya kedepan nanti tidak akan mulus, akan ada banyak kejutan menantinya nanti, seperti kehidupan sebelum-belumnya yang ia jalani.

Tapi ya Allah... Bolehkah ia berharap, agar kelak ia bisa menemukan arti yang sesungguhnya... Ia tau banyak pertanyaan hidup dan masalah yang harus ia pecahkan satu-satu. Batin Humaira.

Real life.... I'm COMING!!!

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hiya..... Gak akan ada part Private kok tenang aja.... Author gak mau maksa kalian buat follow Author... Cukup yang mau temenan sama Author aja yang follow Author...😘😘😘😘





Anna Uhibukka Fillah [masaREVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang