Selepas berpamitan dengan Ibu Kinanti yang merupakan ibu kedua bagi Gameo, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju tujuan utama kami yakni Pantai Parangtritis. Hari ini suasana tak terlalu ramai, mungkin memang karena bukan masa liburan.
Aku dan Gameo menikmati semilir angin yang berlomba meniup rambut kami hingga tak tentu arah. Satu lagi yang tak pernah lupa untuk dilakukan setiap kami ke pantai yakni membeli es kelapa muda sebagai pelengkap liburan kami. Satu buah untuk berdua, selalu seperti itu. Bukan karena kami irit atau pelit, ini karena satu buah kelapa utuh cukup untuk mengisi perut kami berdua sebagai pelepas dahaga. Jangankan sekedar es kelapa, selendang pantai pun kami gunakan hanya satu untuk duduk berdua di pinggir pantai. Seperti biasa, Gameo tidak akan mau ribet membawanya jadi selendang itu selalu milikku walaupun dulu memang Gameo yang membelikannya saat kami sedang berlibur di Bali.
Rasanya tidak ada yang berubah dari sosok Gameo setelah berbulan-bulan lamanya kami tidak berlibur bersama. Dirinya selalu dingin namun di waktu yang bersamaan ia pun bisa menjadi hangat. Dia itu ibarat ice cream yang dibalut dengan waffle yang baru matang.
"Kei, udah abis nih es kelapanya. Mau pesen lagi gak?" tanya Gameo padaku.
Lantas kubalas dengan gelengan kepala sebagai penolakan atas tawarannya. Alih-alih bermain pasir atau membasahkan kaki pada deraian ombak. Gameo justru mengajakku ke sebuah kursi kayu panjang di pinggir pantai. Membawaku untuk duduk disana bersamanya, menikmati mentari yang kian menyembunyikan wujudnya perlahan ke dasar bumi dan berganti posisi dengan samudera bintang di angkasa luas.
Ternyata Gameo sudah cukup dewasa bersama waktu, dia selalu mencoba melihat segalanya lebih dekat dan lebih bijaksana. Tahun ini, aku merasakan dirinya semakin istimewa. Sedikit berbeda dari Gameo yang selama ini aku kenal. Walaupun perbedaan yang nampak merupakan perubahan ke arah yang lebih baik. Padahal sebelumnya kupikir dia masih sama seperti dahulu 100% tapi nyatanya tidak.
Kalau dulu dia akan sengaja menyipratkan air dan membuat bajuku setengah basah di sepanjang pantai, lalu aku akan berlari mengejarnya untuk membuatnya lebih basah kuyup lagi. Kali ini berbeda, Gameo sudah tidak sejahil itu. Ia justru mengajakku duduk dan menikmati pemandangan sunset yang memukau. Berkat dirinya pula, aku baru pertama kali melihat betapa indahnya pemandangan ini jika dinikmati dengan kesadaran sepenuhnya. Maksudku tidak sambil berlari ataupun berteriak kesal sambil mengejarnya seperti liburan2 kami sebelumnya.
"Disaksikan oleh semesta seperti ini, gue jadi ngerasa makhluk paling keren di muka bumi. Tuhan memang tahu bagaimana cara memperlakukan manusia keren seperti gue," ucapan Gameo seketika menyentil ujung tenggorokanku. Rasanya mau muntah mendengar ucapannya. Pede banget itu anak, abis makan kecoa terbang kali ya makanya jadi gesrek.
"Hueekkk..."
"Kei, lo masuk angin duduk di pantai begini?" tanya Gameo berlagak sok perhatian.
"Gue mual denger omongan kepedean lo tadi tauuu."
"Hahaha lo dengerin sedetail itu?" Gameo meledekku tanpa ampun.
"Bisa gak sih jangan terlalu rese? Gue sedang terpukau dengan lukisan Tuhan saat ini. Jangan lo rusak dong suasana ini, please," pintaku pada Gameo seolah menyindirnya.
"Ngaku aja deh lo kalo gue keren."
"Idihh pede. Cakepan juga abang Harry Styles lah. Lo mah seujung kukunya aja gak adaaaaa, Me."
"Ya jelas gak ada lah, jelas-jelas si Harry-Harry itu jauh dibawah ketampanan gue."
"Ngacaaa nih ngaca, jangan lupa melek ngacanya, jangan merem!" celetukku sambil memberikan ponsel dengan keadaan kamera depan yang aktif.
"Tuhkan gue tampan banget. Alhamdulillah ya Allah," sembari selfie dan memainkan rambutnya. Sedangkan aku bersikap bodo amat dengan ucapannya, gak akan menang kalo dia lagi gesrek gitu pasti ada saja jawabannya yang ngelantur.
"Sini foto bareng gue, nanti kalo gue terkenal lo susah foto bareng begini," tiba-tiba Gameo merangkulku sembari menarik badanku agar mendekat dengannya. Merapatkan jarak agar wajahku masuk ke dalam fokus kamera ponsel.
Dari posisi belum siap karena dijepret asal oleh Gameo, hingga bergaya silly face telah kami abadikan. Dan Gameo mengambil alih ponselku untuk mengirimkan seluruh foto tersebut via chat ke dalam ponselnya. Selebihnya aku biarkan ia menggunakan ponselku, lagipula saat ini aku sedang tidak chatting dengan siapa-siapa jadi Gameo tidak akan kepo atau membajak daftar chatting-ku seperti biasanya.
Sementara diriku masih terpukau menikmati sunset sambil menyenderkan kepala di bahu Gameo. Membiarkannya memainkan ponselku dan sibuk mengirim foto. Hingga tanpa sadar aku terlelap di bahu sahabatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maghi & Pelangi
Любовные романыTentang semu yang selalu menjelma bagaikan debu. Penuh rasa namun tak pernah teraba oleh asa. Bahkan terhisap habis oleh udara. Ketika berdiriku tak lagi kokoh, tolong ingatkan aku pada secercah harap agar ku dapat bangkit dari segala cemooh. Sendi...